SYI’AH IMAMIYAH ITSNA ‘ASYRIYAH

Diposting oleh Ahsanul Huda Kamis, 06 Mei 2010

Oleh: Ahsanul Huda

Ketika kita membahas masalah Syi’ah, maka gambaran yang paling kongkrit untuk melihatnya adalah Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyriyah (Imam dua belas) ini. Karena ia mewakili dari semua penggambaran Syi’ah yang ada.

A. TA’RIF (DEFINISI)

Syi’ah Imamiyyah 12 adalah sebuah kelompok yang berpegang teguh kepada keyakinan bahwa Ali adalah yang berhak mewarisi khilafah, dan bukan Abu Bakar, Umar ataupun Utsman radhiyallahu ‘anhum. Mereka meyakini adanya 12 imam. Imam yang terakhir menurut mereka sedang menghilang, masuk dalam goa di Sammara (sebuah kota di Irak dekat sungai Tigris, arah utara dari Baghdad). Sekte Imamiyah inilah yang bertentangan dengan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dalam pemikiran dan ide-idenya yang spesifik. Mereka sangat berambisi untuk menyebarkan madzhabnya ke segenap penjuru dunia Islam.

B.    SEJARAH BERDIRI DAN TOKOH-TOKOHNYA

Dua belas Imam yang dijadikan Imam oleh dan untuk mereka adalah sebagai berikut:

1.       Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu, digelari dengan "Al-Murtadha", khalifah ke empat Khulafaur Rasyidin, menantu Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam, dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljim di Masjid Kufah pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H.

2.       Hasan bin Ali radiyallahu ‘anhu, digelari "Al-Mujtaba".

3.       Husein bin Ali radliyallahu ‘anhu , digelari "Asy-Syahid" (yang mati syahid).

4.       Ali Zainal Abidin bin Husein (80-122 H), digelari "As-Sajjad".

5.       Muhammad Baqir bin Ali Zainal Abidin (wafat tahun 114 H), digelari "Baqir".

6.       Ja'far Shadiq bin Muhammad Baqir (wafat tahun 148 H), digelari "As-Shadiq" (sejati).

7.       Musa Kadzim bin Ja'far Shadiq (wafat tahun 183 H), digelari "Kadzim" (yang mampu menahan diri).

8.       Ali Ridha bin Musa Kadzim (wafat tahun 203 H), digelari"Ridha".

9.       Muhammad Jawwad bin Ali Ridha (195-226 H), digelari "Taqy" (yang banyak bertaqwa).

10.   Ali Hadi bin Muhammad Jawwad (212-254 H), digelari"Naqy"(suci-bersih).

11.   Hasan Askari bin Ali Hadi (232-260 H), digelari "Zaky"(yang suci).

12.   Muhammad Mahdi bin Muhammad Al-Askari yang digelari "Imam Muntadhar" (Imam yang dinantikan).
Diyakininya bahwa Imam yang ke dua belas telah masuk ke dalam goa.

Secara historis, di antara tokoh-tokohnya yang menonjol ialah Abdullah bin Saba', seorang Yahudi dari Yaman, yang berpura-pura memeluk Islam.

Ditransfernya apa-apa yang ditemukannya dalam ide-ide Yahudi kepada Syi’ah, seperti "Raj'ah" (munculnya kembali imam), tidak mati, menjadi raja di bumi, berkemampuan untuk melakukan sesuatu yang tak ada seorang pun yang mampu melakukannya, mengetahui apa yang tidak diketahui orang, ditetapkan sifat berpermulaan dan sifat lalai bagi Allah.

Adalah Abdullah bin Saba' yang pernah berkata ketika ia masih menganut agama Yahudi, bahwa Yusa' bin Nun telah mendapat wasiat dari Musa ‘alaihis salam, sebagaimana di dalam Islam, bahwa Ali radliyallahu ‘anhu, juga telah mendapat wasiat dari Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Abdullah bin Saba' telah berpindah dari Madinah ke Mesir, Kufah, Fusthath, dan Bashrah, kemudian berkata kepada Ali radliyallahu ‘anhu: "Engkau, Engkau!" dengan maksud engkaulah Allah. Sesuatu yang mendorong Ali radiyallahu ‘anhu, memutuskan diri untuk membunuhnya, tetapi Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu menasehatinya agar keputusan itu tidak dilaksanakan. Kemudian tokoh itu dibuang ke Madain.

Mansyur Ahmad bin Abi Thalib Al-Thabrassyi, wafat tahun 588 H, pengarang buku "Al-Ihtijaj" (Sebelum Protes, dicetak di Irak tahun 1302 H).

Kulainy, pengarang kitab "Al-Kafi", dicetak di Iran pada tahun 1278 H. Buku tersebut di kalangan mereka, setara dengan kitab Shahih Bukhari di kalangan Ahlus Sunnah. Diyakininya bahwa di dalam kitab itu terdapat 16199 buah hadits. Dan hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam, kira-kira 6000 buah hadits. Di dalam kitab itu banyak terdapat hal-hal khurafat dan palsu.

Haj Mirza Husein bin Muhammad Taqi An-Nuri At-Thabrasyi, wafat tahun 1320 H. dimakamkan di pemakaman syuhada pilihan di Nejev, pengarang buku "Fashl Khitab Fi Ishbati Tahrifil Kitab Rab El Arbab". Di dalam buku ini, dijelaskan bahwa Al-Qur'an yang ada sekarang ini banyak ditambah-tambahi dan dikurangi. Antara lain kata mereka di dalam surat "Insyirah", kurang kalimat : "Dan kami jadikan Ali menantumu." Naudzu billah. Buku tersebut telah dicetak di Iran pada tahun 1289 H.

Ayatullah Al Mamaqani, pengarang buku "Tanqih Al-Maqal Fi Ahwali Ar-Rijal." Tokoh ini menurut mereka adalah dedengkotnya "Jarh Wat Ta'dil" (sebuah pembahasan dalam ilmu Musthalahul Hadits yang mempelajari sejarah hidup dan perilaku perawi-perawi hadits untuk menilai hadits yang diriwayatkannya). Di dalam buku tersebut, terdapat sesuatu yang menggelari Abu Bakar dan Umar radliyallahu ‘anhuma, dengan gelar "Tukang sihir/Dukun dan Thaghut." Silakan periksa buku itu juz I, hal. 207. Cetakan tahun 1352 H, percetakan Murtadhawiyah di Nejev.

Abu Ja'far Al-Tusyi, pengarang buku "Tahdzib Al-Ahkam" dan Muhammad bin Murtadha yang dipanggil dengan Mala Muhsin Al Kasyi, pengarang buku "Al Wafi" dan Muhammad bin Hasan Nur 'Amily, pengarang buku "Wasail Syi’ah Ila Ahadits As Syari'ah" dan Muhammad Baqir bin Syaikh Muhammad Taqy, yang dikenal dengan "Al-Majlisi", pengarang buku "Biharul Anwar Fi Ahadits An-Nabi Wal Aimmah Al-Athhar" dan Fathullah Al-Kasyani, pengarang buku "Manhaj As Shadiqin" dan Ibnu Abi Hadid, pengarang buku "Syarah Nahjul Balaghah."

Ayatullah Khoemaini, salah satu tokoh Syi’ah kontemporer, pemimpin revolusi Syi’ah Iran, yang mengendalikan roda pemerintahan. Ia mengarang buku "Kasyful Asrar" dan "Pemerintahan Islam". Walaupun ia menyatakan tentang ide wilayatul faqih, dan menjunjung tinggi slogan-slogan Islam secara umum pada awal revolusi, namun ternyata ia masih menanamkan akar-akar Syi’ah fanatik yang sempit, yang mengendalikan negara dan membawa kepada sebuah peperangan yang kejam kontra tetangganya sendiri, Irak.

C. PEMIKIRAN DAN DOKTRIN-DOKTRINNYA


Imamah: Harus dengan tekstual. Imam terdahulu harus menentukan imam penggantinya secara tekstual dan langsung ditunjuk orangnya, bukan dengan bahasa isyarat. Imamah, sesuatu yang sangat penting, yang tidak boleh terpisahkan antara Rasulullah SAW dengan ummat. Dan tidak boleh dibiarkan masing-masing orang menyampaikan pendapatnya tentang Imamah sendiri-sendiri. Justru harus ditentukan seseorang yang menjadi tempat bertanya dan rujukan.

Mereka berdalil, bahwa dalam Imamah, Rasulullah SAW. telah menentukan Ali bin Abi Thalib r.a. menjadi imam setelah beliau secara tekstual yang nyata pada hari "Ghadir Kham" (sebuah hari besar bagi Syi’ah yang dianggap lebih agung dari pada hari raya Fitri dan Adha. Jatuh pada tanggal 18 Dzulhijjah, berpuasa pada hari itu menurut mereka sunnah mu'akkad).

Diyakini bahwa Ali r.a. juga telah menentukan kedua putranya Hasan dan Husein secara tekstual, dan begitu seterusnya, bahwa setiap imam menentukan imam berikutnya dengan wasiat dari padanya. Mereka itu disebut " Aushiya' " (penerima wasiat).

'Ishmah: Setiap imam terpelihara (Ma'shum) dari segala kesalahan, kelalaian, dan dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil.

'Ilmu: Setiap imam dititipi ilmu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyempurnakan syari'at Islam. Imam memiliki ilmu laduni. Tak ada perbedaan antara imam dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedang yang membedakan adalah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendapat wahyu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menitipkan kepada mereka rahasia-rahasia syari'at Islam, agar mereka mampu memberikan penjelasan kepada manusia sesuai dengan kebutuhan zamannya.

Sesuatu Yang Luar Biasa: Peristiwa yang luar biasa boleh terjadi pada diri imam. Itu disebut "mu'jizat". Jika tidak ada satu teks tertulis dari imam sebelumnya, maka dalam kondisi seperti itu penentuan imam harus berlangsung dengan sesuatu yang luar biasa itu.


"Al Ghaibah" (menghilang): Diyakini bahwa zaman tidak pernah kosong dari sebuah argumentasi yang membuktikan adanya Allah, baik secara logika maupun secara hukum. Sebagai konsekuensi logisnya, bahwa imam yang ke-12 telah menghilang di sebuah goa (dalam rumahnya). Diyakininya pula, bahwa imam tersebut memiliki "ghaibah shugra" (menghilang untuk sementara) dan "ghaibah kubra" (menghilang untuk selamanya). Ini adalah salah satu mitos mereka.

Raj'ah (muncul kembali): Diyakini bahwa Imam Hasan Al Askari akan datang kembali pada akhir zaman, ketika Allah mengutusnya untuk tampil. Oleh sebab itu, setiap malam setelah shalat Maghrib, mereka berdiri di depan pintu goa itu, dan mereka telah menyediakan sebuah kendaraan, kemudian mereka pergi, dan mengulanginya lagi perbuatannya itu pada malam berikutnya. Mereka berkata, bahwa ketika kembali, imam itu akan memenuhi bumi dengan keadilan, ketika bumi sedang dibanjiri oleh kekejaman dan kedlaliman. Dan ia akan melacak lawan-lawan Syi’ah sepanjang sejarah. Syi’ah Imamiah ini benar-benar berkata, bahwa Imam itu pasti akan datang kembali, bahkan sebagian sekte-sekte Syi’ah yang lainnya menyatakan bahwa sebagian mereka yang mati pun akan datang kembali.

Taqiyah: Dianggapnya sebagai salah satu pokok ajaran agama. Barang siapa yang meninggalkan taqiyah, sama hukumnya dengan meninggalkan shalat. Taqiyah adalah suatu kewajiban yang tidak boleh dihapuskan, sampai yang berwenang tampil, barang siapa yang meninggalkannya sebelum ia tampil, maka ia telah keluar dari agama Allah dan dari agama Imamiah. Mereka mengambil dalil dengan firman Allah:

"Kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka."          (QS. Ali Imran: 28)

Ayat ini mereka hubung-hubungkan dengan Abu Ja'far, imam yang kelima dengan ucapannya: "Taqiyah adalah agamaku dan agama nenek moyangku. Tak ada imannya seseorang yang tidak memiliki taqiyah." Pemahaman taqiyah ini diperluas sampai kepada batas dusta dan haram.


Muth'ah              : Mereka berpandangan bahwa memuth'ah wanita adalah adat yang terbaik dan pengorbanan yang paling afdhal, berdasarkan kepada ayat:

"Maka isteri-isteri yang telah kamu ni'mati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban." (QS. An Nisa’: 24)

Padahal Islam telah mengharamkan sistem perkawinan tersebut. Suatu perkawinan yang persyaratannya dibatasi dengan waktu tertentu, yang menurut Ahlus Sunnah, syaratnya harus menghadirkan niat untuk mengekalkannya (kawin seterusnya, bukan kawin kontrak). Kawin muth'ah mempunyai banyak dampak negatif di tengah-tengah masyarakat.

Mereka meyakini ada mushhaf versi mereka, yang namanya "Mushhaf Fathimah." Dalam bukunya, "Al Kafi", halaman 57, cetakan tahun 1278 H, Kulainy meriwayatkan dari Abi Basyir, yakni "Ja'far Shadiq"berkata: "Kami mempunyai Mushhaf Fathimah radhiyallahu ‘anha.” Aku bertanya: “Apa itu Mushhaf Fatimah?” Ia berkata: “Sebuah Mushhaf yang isinya seperti Qur'an kalian 3 kali, demi Allah, tidak ada satu huruf pun isinya dari Al Qur'an kalian."

Lepas Tangan: Mereka lepas tangan dari ketiga orang khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiyallahu ‘anhum dan memberi mereka sifat-sifat yang tercela. Sebab menurut keyakinan mereka, ketiga orang khalifah itu telah merampas khilafah dari orang yang paling berhak untuk menerimanya. Mereka juga melaknat Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma dalam mengawali segala amal perbuatan yang baik, sebagai ganti dari membaca "Basmalah". Mereka juga tidak segan-segan untuk melaknat sebagian besar para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan tidak ketinggalan pula untuk melaknat dan menghina Ummul mu'minin 'Aisyah rhadhiyallahu ‘anha.

Berlebihan: Sebagian mereka sangat berlebihan dalam menokohkan Ali radhiyallahu ‘anhu, bahkan ada yang mengangkatnya sampai pada derajat "Tuhan" seperti sekte "Sabaisme." Sebagian mereka ada yang berpendapat, bahwa Jibril telah keliru dalam menyampaikan risalah, lalu diturunkannya kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai ganti dari Ali radhiyallahu ‘anhu Sebab Ali radhiyallahu ‘anhu itu hampir serupa dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seperti serupanya seekor beo dengan beo yang lain. Oleh sebab itu, yang berkeyakinan seperti itu disebut "Ghuraibah" (Beoisme).


Hari Besar Ghadir Kham: Yaitu hari raya mereka yang jatuh pada tanggal 18 Dzulhijjah. Menurut mereka hari ini lebih mulia dari pada ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri. Hari itu disebut hari raya agung (Akbar). Mereka beranggapan bahwa berpuasa pada hari itu hukumnya sunnah mu'akkad. Pada hari itu menurut pengakuan mereka, bahwa Rasulullah SAW telah memberikan wasiat tentang pengangkatan Ali radhiyallahu ‘anhu sebagai khalifah, untuk menggantikan beliau.

Diagungkannya hari "Nairuz", yaitu hari tahun barunya bangsa Persia. Sebagian mereka ada yang berpendapat, bahwa mandi pada hari itu adalah sunnah.

Mereka juga mempunyai hari agung yang diselenggarakan pada tanggal 9 Rabi’ul Awwal, yaitu hari raya "Bapak" mereka "Baba Syuja'uddin", sebuah gelar bagi "Abu Lu'lu'ah Al-Majusi" yang telah membunuh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu.

Diselenggarakannya pesta-pesta hiburan, kematian, kesedihan, berfoto-foto, dan menepuk dada, serta perbuatan-perbuatan terlarang lainnya yang dipentaskan oleh mereka pada sepuluh hari pertama bulan Muharram, dengan keyakinan bahwa itu semua dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, menghapuskan dosa dan kesalahan mereka; dan barang siapa yang menyaksikan mereka pada pameran suci di Karbala, Nejev, dan Qum, pasti akan melihat sesuatu yang aneh-aneh.

D. AKAR PEMIKIRAN DAN SIFAT IDEOLOGINYA

Sebagian mereka ada yang memulangkan asal usul Syi’ah kepada peristiwa perang "Jamal", Sebagian lagi ada yang mengembalikannya kepada sejarah terbunuhnya Utsman, dan ada lagi yang berpendapat, bahwa Syi’ah dimulai sejak peristiwa perang Shiffin.

Asal usul timbulnya Syi’ah adalah sebagai akibat dari pengaruh keyakinan-keyakinan orang Persia yang menganut agama raja dan warisan nenek moyang. Orang-orang Persia telah memberikan andil besar dalam proses pertumbuhan Syi’ah untuk membalas dendam terhadap Islam yang telah menghancur-luluhkan kekuatan mereka dengan mengatas-namakan Islam sendiri.

Ide Syi’ah bercampur aduk dengan ide-ide yang datang dari keyakinan-keyakinan di Asia seperti Budhisme, Manaisme, Brahmaisme, dan mereka-mereka yang berkeyakinan tentang adanya reinkarnasi dan Pantheisme.

Syi’ah mengadopsi ide-idenya dari Yahudisme yang telah membawa tapak-tapak berhalaisme Asyurisme dan Babilisme. Pendapat mereka tentang Ali radhiyallahu ‘anhu, para imam, dan Ahlul Bait (keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) mendapatkan titik temu dengan pendapat-pendapat orang Kristen tentang Isa ‘alaihis salam (Yesus Kristus).

Orang-orang Syi’ah hampir mirip dengan orang-orang Kristen dalam memperingati hari-hari besar, memperbanyak gambar dan patung, dan membuat-buat sesuatu yang luar biasa dan mengembalikannya kepada imam.

E. PUSAT PENYEBARAN DAN KAWASAN PENGARUHNYA

Sekte Syi’ah Imamiah Dua Belas, dewasa ini tersebar di Iran, dan berpusat di negara ini. Sebagian mereka banyak pula di Irak. Keberadaan mereka terbentang luas sampai ke Pakistan. Di samping itu, mereka juga mempunyai sekte di Libanon. Adapun di Syiria, jumlahnya sedikit, tetapi mempunyai hubungan yang kuat dengan Nushairiyah yang juga termasuk Syi’ah yang ekstrim.[1]



[1] . Al Maushu’ah Al Muyassarah fi Adyan Wa Al Madzahib Al Mu’ashirah : 1/

0 komentar

Posting Komentar