Diposting oleh Ahsanul Huda

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--''Kami diserang.'' Begitulah isi pesan singkat terakhir yang dikirim Surya Fahrizal, subuh (31/5) tadi. Setelah itu, tak ada lagi kabar yang datang darinya.

Berbarengan dengan pesan itu, kapal Marvi Marmara yang membawa ratusan relawan kemanusiaan untuk rakyat Palestina di Gaza, diserang pasukan komando Israel sekitar 64 kilometer dari pantai tujuan. Surya merupakan wartawan Suara Hidayatullah. Dia adalah bagian dari 12 relawan asal Indonesia yang berada di kapal tersebut.

Sejauh ini dikabarkan 16 relawan meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka akibat serangan brutal tentara zionis itu. Belum bisa dipastikan, apakah Surya dan 11 relawan Indonesia lainnya turut menjadi korban syahid atau terluka.

''Kontak terakhir kami dengan dia subuh tadi pagi. Dia sempat mengirim sms yang bunyinya 'Kami Diserang'. Setelah itu tak ada kontak lagi, sms maupun telepon. Kami mencoba berkali-kali menghubungi dia, juga tidak bisa. Sampai saat ini kami belum bisa kontak dan belum mengetahui kondisi dan kabar mereka,'' ungkap Pemimpin Redaksi Suara Hidayatullah, Mahladi, kepada Republika.

Sehari sebelum berangkat ke Gaza, Surya sempat berpamitan dengan semua rekan sekantornya dan meminta maaf jika memiliki salah. Bersama 11 relawan lainnya, dia bertolak dari Indonesia pada 20 Mei 2010. Menurut Mahladi, Surya berangkat bersama dua relawan dari Sahabat Al-Aqsha, bergabung dengan tim dari MER-C dan Kispa.

Sejak awal, Surya sudah memahami bahwa misinya berangkat ke Gaza ini adalah misi jihad. Mahladi pun mengingatkan bahwa kemungkinan Surya tak akan kembali lagi ke Tanah Air. ''Surya dengan tegas mengatakan, 'Saya Siap','' ucap Mahladi.
Red: Budi Raharjo
Rep: Rahmat Santosa Basarah

Pemerintah Salibis AS Dengan Predator Mereka Bunuh Kaum Perempuan dan Anak-anak di Yaman

Diposting oleh Ahsanul Huda

SHABWA (Arrahmah.com) - Innalillahi wa Inna Ilayhi raji'un. 17 perempuan dan 23 anak-anak Muslim gugur akibat ulah pemerintah salibis AS melalui tangan-tangan militernya di Shabwa, Abyan dan Arhab di Yaman.  Pesawat-pesawat tempur AS menembakkan misil, bom cluster ke berbagai kota dan desa.  Jet-jet tersebut terbang mengitari wilayah udara Yaman dan menargetkan kaum perempuan dan anak-anak Muslim hingga saat ini.

Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti (mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir. (TQS. al-Mumtahanah : 60).

Ketika media AS memfokuskan diri pada operasi militer AS di dunia Muslim, Pentagon secara diam-diam mengintensifkan serangan misil yang mereka tembakkan dari pesawat tak berawak dengan dalih menargetkan "militan".  Walaupun peran dominan CIA ini menjadi bahan perdebatan mengenai korban yang terjatuh, tidak ada yang mengetahui bahwa Departemen Pertahanan AS secara intensif melancarkan serangan serupa yang terpisah dari operasi CIA.

Yang terbaru adalah yang dilancarkan di Yaman pada minggu lalu.  Pemerintah AS menolak untuk mengonfirmasi operasi ini.  Namun CBS melaporkan bahwa serangan tersebut ditujukan untuk "pertemuan petinggi Al-Qaeda".  Dan Reuters melaporkan bahwa serangan tersebut "gagal" dan membunuh pejabat Yaman yang saat itu mencoba menjadi mediator dan berusaha melakukan negosiasi dengan anggota Al-Qaeda Jazirah Arab (AQAP), Mohammad Jaid bin Jardan.  Menariknya, Reuters segera menghapus laporan tersebut.  Namun berita ini terlanjur menyebar dan telah dikutip banyak media, salah satunya alternet.

Berdasarkan berita itu, serangan menargetkan tempat mediasi.  Juga terdapat laporan bahwa kendaraan militer Yaman dan tank-tank mereka berada di lokasi.  Lalu apakah serangan udara AS di Yaman kali ini yang membunuh pejabat Yaman sendiri merupakan sebuah kesalahan?  Menariknya, pemerintah Yaman belum mau mengeluarkan statemen apapun mengenai serangan ini.  (haninmazaya/revolution/arrahmah.com)

Setelah Bantai Kapal Bantuan untuk Gaza, Israel Siaga Satu

Diposting oleh Ahsanul Huda

Israel (Voa-Islam.com) - Pembantaian yang dilakukan pasukan Komando Angkatan Angkatan Laut Israel yang menyebabkan nyawa 10 (media Israel menyebut 19) aktivis kemanusiaan internasional untuk Palestina melayang, memicu kemarahan warga Muslim di seluruh dunia termasuk warga muslim Arab yang tinggal di Israel. Zionis menyiagakan penuh pasukannya di sepanjang perbatasan dengan negara tersebut termasuk di wilayah Israel yang di tinggali minoritas Arab dan wilayah jajahan mereka di Tepi Barat, Yerusalem dan Jalur Gaza.

Pasukan keamanan Israel dalam siaga tinggi di sepanjang perbatasan negara tersebut, serta sekitar Yerusalem dan Tepi Barat, menguatkan untuk respon setelah setidaknya 10 aktivis internasional (media Israel menyebutkan 19) dibantai oleh pasukan Komando Angkatan Laut Israel yang menyerbu sebuah kapal  bantuan yang menuju ke Gaza.

Tentara Israel berada dalam posisi siaga di Gaza, perbatasan Syria dan Libanon. Di Yerusalem, orang-orang Palestina yang marah melemparkan batu pada pasukan polisi yang ditempatkan dekat pintu gerbang Kota Tua.

    ..Tentara Israel berada dalam posisi siaga di Gaza, perbatasan Syria dan Libanon. Di Yerusalem..

Sebuah demonstrasi spontan meletus di Nazaret ketika penegak hukum berwenang Israel bersiap untuk antisipasi menghadapi gelombang kekerasan setelah Israel menembak mati sedikitnya 10 aktivis pro-Palestina atas sebuah konvoi bantuan Gaza.

Protes di kota berpenduduk Arab di Israel utara merupakan respon massa pertama terhadap berita di pagi dini hari bahwa pasukan komando Israel telah menembaki armada penumpang kapal kecil saat mereka mendekati zona pengecualian maritim yang diberlakukan oleh Israel dari Gaza.

Laporan-laporan di media berbahasa Arab pada hari Senin bahwa Raed Salah, kepala Gerakan Islam Israel-Arab cabang utara telah terluka parah, memicu kemarahan meluas di kalangan minoritas Arab di negara itu yang berjumlah sekitar 20 persen dari populasi.

Pejabat Pasukan Pertahanan Israel (IDF), berbicara dengan syarat namanya dirahasiakan mengatakan kepada Haaretz bahwa Salah masih hidup - tetapi tidak memberikan rincian lain atas kondisinya.

Wakil Salah, Kamel Khatib, mengatakan dalam sebuah wawancara radio bahwa masih tidak ada indikasi yang jelas dari starus Salah. Khatib mengatakan bahwa jika jelas Raed Salah terbunuh, Israel akan secara langsung bertanggung jawab.

Pemerintah setempat di daerah-daerah berpenduduk Arab di Israel pada Senin menyatakan pemogokan umum untuk hari berikutnya.

Para pemimpin Israel-Arab mengutuk penanganan penangkapan oleh Israel.
Mohammed Barekah anggota Knesset  (parlemen Israel) memberikan pujian sinis bagi pemerintah, mengucapkan selamat kepada Menteri Pertahanan Ehud Barak pada "kemenangan yang menentukan armada bajak laut tentara atas kapal penumpang kebebasan sipil".

Barakeh menambahkan: "Setiap pemerintah yang menempatkan dirinya di luar hukum internasional dan kemanusiaan akan menyerahkan diri ke tong sampah dari sejarah.

    ..MK Taleb al-Sana mengatakan operasi itu "mengekspos wajah buruk dari Zionisme, kekerasan dan agresi pemerintah Israel..

MK Taleb al-Sana mengatakan operasi itu "mengekspos wajah buruk dari Zionisme, kekerasan dan agresi pemerintah Israel". Sana menjelaskan penangkapan tersebut sebagai tindakan teror negara terhadap misi kemanusiaan dan menyerukan para pemimpin Israel untuk diadili atas kejahatan perang.

"Kejadian ini membuktikan Anda tidak perlu menjadi seorang Jerman untuk menjadi Nazi," katanya.

Menjelang istirahat makan siang, polisi mempersiapkan diri dari gangguan di daerah mayoritas Arab di utara negara itu, serta di sekitar Masjid Al-Aqsa di atas Kuil Suci di Yerusalem, pelabuhan di Asdod dan rumah sakit di seluruh negara di mana korban dirawat .

"Saat ini kita harus bertindak dengan pengendalian dan kontrol, agar tidak mengobarkan situasi sia-sia," kata komandan polisi David Cohen.

Menteri keamanan internal, Yitzhak Aharonovitch, juga mengadakan rencana pertemuan darurat dengan polisi, mengatakan bahwa saat ia berharap untuk mempertahankan ketenangan, lembaga penegak hukum disusun untuk setiap akhirnya.

Komisi Tinggi Pemantau Arab, yang merupakan minoritas Arab Israel, meminta pasukan Israel untuk tetap berada di luar kawasan Arab agar tidak memancing kekerasan.

"Pemerintah Israel dan polisi membawa tanggung jawab atas keselamatan warga negara Arab yang akan menuntut hak untuk protes terhadap polisi pemerintah dan kementerian pertahanan yang membawa pesan perdamaian ke Gaza." (aa/haaretz.com)

APAKAH BERZIARAH KEKUBUR RASULULLAH TERMASUK SEBAB MENDAPATKAN SYAFAAT?

Diposting oleh Ahsanul Huda

Oleh: Ahsanul Huda


Sebagian orang menyebutkan bahwa perkara yang termasuk menjadi sebab turunya syafaat adalah berziarah kekuburan Rasulullah saw. Mereka berargumentasi dengan beberapa hadist yang dinisbatkan kepada Rasulullah dalam hal ini.

Tidak diragukan lagi bahwa ziarah ke kuburan Rasulullah disyariatkan, tanpa syaddu al-rihal (melakukan perjalanan jauh). Orang yang melaukanya juga akan mendapat pahala. Tetapi pendapat yang menyatakan bahwa turunya syafaat dari beliau adalah pahala ziarah tersebut, itulah yang perlu ditinjau kembali.

Berkaitan dengan hadits-hadits yang dijadikan dalil oleh orang yang berpendapat itu, para ulama muhaqiqun telah menyatakan bahwa tidak ada hadits yang tsabit (akurat) dalam masalah ini. Mereka telah mengkaji sanad dan para perawinya, satu persatu. Kalau bukan karena khawatir memperpanjang masalah ini akan aku paparkan dengan detail. Di antara hadits tersebut adalah:

“Barang siapa berziarah ke kuburku, ia mesti meraih syafatku”[1]

“Barang siapa mengunjungi kuburku, maka syafaat ku akan menyongsongnya”[2]


Dan hadits, “Barang siapa mengunjungi ku, bukan karena suatu keperluan kecuali hanya ingin berziarah kekuburku, maka ia berhak aku menjadi pemberi syafaat baginya”[3]

Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat kita simpulkan bahwa mengunjungi kubur Rasulullah saw bukan termasuk factor mendapatkan syafaat. Karena tidak ada hadits yang shahih dalam hal ini. Tidak ada pengaruhnya, banyaknya riwayat dan jalurnya kalau tidak shahih. Wallahu A’lam


Disarikan Dari kitab meraih syafaat Nabi saw karangan DR. Nashir bin Abdurrahman Al-Juda’i.



[1] Untuk mengetahui tahrij dan derajatnya, kitab-kitab berikut ini: Ar-Raddu ‘Ala Al-Ahknai karya Ibnu Taimiyyah hal.29, Ash Sharimul Manki Fir Raddhi ‘Ala As-Subki karya Ibnu Abdul Hadi hal. 29, Audhahu Al-Isyarah Fir Radhi ‘Ala Man Ajaza Al-Mamnu’ Min Az-Ziyarah karya Ahmad An-Najmi hal. 133-139

[2] Ash-Sharumil Al-Manki hal 55

[3] Ash-Sharumil Al-Manki hal 68

HUKUM MEMINTA SYAFAAT KEPADA NABI SAW

Diposting oleh Ahsanul Huda

Oleh: Ahsanul Huda

Sebagai pelengkap untuk mengetahui pendapat Ahlu Sunnah dalam masalah syafaat, saya melihat perlu menjelaskan hukum-hukum penting dalam masalah ini, yang berkaitan erat dengan pembahasan syafaat yang lalu.

Pertama: Jika saat Beliau masih hidup dan dihadapan Beliau, maka boleh dan pernah terjadi. Ini termasuk permintaan do’a dari orang yang shaleh. Para sahabat Nabi, dulu bertawasul kepada Allah dengan do’a Beliau.[1] Ibnu Taimiyyah telah mengutip kesepakatan umat Islam atasnya.

Beliau berkata, “Adapun syafaat dan do’a beliau untuk orang-orang yang beriman, maka itu bermanfaat di dunia dan dalam agama sesuai dengan kesepakatan umat Islam.[2]

Di antara dalil yang meninjukkan permintaan sahabat terhadap sahabat Nabi saw saat beliau masih hidup, riwayat yang ada di sunan Tirmidzi dan lainya dari Anas bin Malik, berkata, “Aku memohon kepada Nabi untuk memberiku syafaat pada hari Kiamat”. Maka beliau berkata, “Akan aku lakukan”. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, dimana aku akan mencarimu? “Beliau berkata, “Carilah aku saat pertama kali engkau mencari aku di saat shirat.[3]

Diantara hal yang seyogyanya diketahui, bahwa tidak mesti syafaat akan terealisasi untuk orang yang memintanya dari Nabi saat Baliau hidup. Tetap harus terpenuhi syarat-syaratnya supaya berhaq mendapatkanya.

Oleh karena itu, Allah melarang Rasulullah untuk memintakan ampunan untuk pamanya Abu Thalib, juga tidak mengizinkan untuk memintakan ampunan baut ibu Beliau.

Allah swt berfirman kepada Nabi saw tentang orang-orang munafik.

اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. yang demikian itu adalah Karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” (QS. At-Taubah: 80)

Kedua: Bila permintaan syafaat kepada Beliau setelah beliua wafat, maka tidak boleh.

Justu ini termasuk bid’ah yang baru. Tidak ada dalil yang membolehkanya. Seluruh ibadah bertumpu pada ittiba’ (Meneladani Rasulullah), tidak berdasarkan hawa nafsu ataupun perbuatan bid’ah. Perkara ini juga tidak dikenal di era sahabat. Padahal mereka adalah orang yang paling antusias terhadap kebaikan, demikian juga generasi selanjutnya. Maka tidak boleh meiminta syafaat setelah Beliau meninggal sebelum hari kiamat, tidak di dekat kubur beliau atau dari tempat yang jauh.

Ibnu Taimiyyah berkata, “Meminta syafaat, do’a dan ampunan kepada Beliua setelah wafat dan disamping kuburnya, tidak disyariatkan menurut seorang imam umat Islam pun dari Imam yang empat, demikian pula para murid senior mereka tidak pernah menyinggungnya. Adapun yang menyinggungnya adalah sebagian ulama muta’akhirin.[4]

Jika meminta syafaat kepada Rasulullah tidak boleh setelah beliau wafat, demikian juga halnya dengan orang lain, dari kalangan para nabi, orang shaleh sesudah mereka meninggal, dan para Malaikat karena tidak mampu mengabulkan.

Ketiga: Berkaitan dengan permohonan syafaat kepada Rasulullah pada hari Kiamat, maka telah ditegaskan dalam nash-nash syariat bahwa manusia akan memintanya kepada Beliau.

Ini sudah disinggung dalam pembahasan tentang syafaat udzma. Bahwa orang-orang mendatangi untuk bertawasul dengan beliau dengan tujuan agar member syafaat bagi mereka kepada Rabb mereka supaya diputuskan perkara mereka dan penghuni surga akan memasuki surga.

Permohonan syafaat kepada beliau pada hari Kiamat persis seperti permintaan dan tawasul mereka kepada Beliau saat masih hidup. Mereka akan memohon syafaat dari Beliau pada hari Kiamat agar member syafaat atas izin Allah, sebagaimana yang mereka lakukan kepada Beliau di Dunia, meminta kepada Beliau untuk mendo’akan mereka dalam istisqa’ dan perkara lainya.

Ringkasnya, permintaan syafaat dari Nabi saat Beliau masih hidup boleh dan terjadi. Baik itu permintaan syafaat dalam perkara duniawi atau permintaan dalam syafaat ukhrawi. Sedangkan meminta syafaat dari Nabi setelah Beliua wafat, maka jenis ini tidak boleh dimintakan sekarang ini kecuali pada Allah swt.

Disarikan Dari kitab meraih syafaat Nabi saw karangan DR. Nashir bin Abdurrahman Al-Juda’i.

[1] Ibnu Taimiyyah, Ar-Raddu ‘Ala Al-Bakry, hal. 328

[2] Ibnu Taimiyyah, Majmu’ Fatawa: 1/148

[3] HR. Tirmidzi di Sunnan: 4/621, kitab hari kiamat.

[4] Di antara kitab yang mengulas pendapat orang-orang muta’akhirin dan memegangi pendapat itu kitab yang berjudul Syawahidu Al-Haqqi Fil Istighasah Bi Sayyidi Al-Khalqi karya Yusuf bin Ismail An-Nabhani. Syaikh Muhammad Syukri Al-Alusi telah membantah kitab itu dengan kitab Ghayatul Amani Fi Ar-Raddi ‘Ala An-Nabhani.

IMAN KEPADA SYAFA’AT

Diposting oleh Ahsanul Huda

Oleh: Ahsanul Huda


A.   Pendahuluan

Hari kiamat adalah kehidupan di akhirat yang satu harinya sama dengan 50.000 tahun lamanya. Di sana tidak terdapat bangunan, pohon untuk berlindung, dan tidak ada pula pakaian yang menutupi badan. Keadaan pada saat itu saling berdesakan. Allah Ta’ala mengisahkan kejadian pada saat itu dalam firmanya:

يَوْمَئِذٍ يَتَّبِعُونَ الدَّاعِيَ لَا عِوَجَ لَهُ وَخَشَعَتِ الْأَصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ فَلَا تَسْمَعُ إِلَّا هَمْسًا

“Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyeru dengan tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Rabb Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.”[1]

Hari tersebut adalah hari yang sangat dahsyat. Manusia pada saat itu akan menemui kesulitan dan kesusahan yang tidak mampu untuk dihilangkan selain dengan meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala melalui syafa’at. Akhirnya, orang-orang saat itu mendapatkan ilham untuk meminta syafa’at kepada para Nabi untuk menghilangkan kesulitan mereka saat itu.

Di antara bagian iman kepada hari akhir adalah meyakini adanya syafa'at. Syafaat merupakan satu sebab dari sekian sebab yang membuat Allah berbelas kasih kepada orang yang Dia kasihi dari hamba-Nya. Maka yang berhak mendapatlkan syafaat adalah ahli tauhid dan yang terhalang adalah ahli syirik. Allah swt berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”[2]

Dalam ayat ini Allah swt mengabarkan bahwa Allah swt tidak mengampuni perbuatan syirik, dalam arti tidak mengampuni seorang hamba yang menjumpai-Nya (mati) dalam keadaan musyrik. Dan Allah swt mengampuni dosa selain itu, yaitu bagi siapa yang dikehendakinya.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa semua orang membutuhkan bantuan dan ingin urusanya dimudahkan dalam semua hal. Untuk mewujudkan keinginanya tersebut mereka rela melakukan apa saja, walaupun terkadang cara dan jalan yang ditempuh melewati ketentuan-ketentuan yang tidak diridhai oleh Allan swt dan Rasul-Nya.

Salah satu perkara yang sering manusia terkecoh dan banyak melakukan kesalahan padanya adalah dalam masalah syafaat. Banyak kaum muslimin yang belum mengerti hakekat syafaat, jenis-jenisnya, cara memperolehnya, kepada siapa meminta syafaat, dan tujuan dari pada syafaat itu sendiri. Akibatnya, terjadi banyak kekeliruan dalam memahami dan mengamalkanya.

Maka dalam makalah yang singkat ini kami mencoba untuk memaparkanya, sehingga dapat memberi pencerahan bagi setiap muslim yang berupaya untuk menggapai syafaat disisi Allah swt.

B.  Definisi Syafaat

Secara etimologi, berasal dari kata asy-syafa’ (ganda) yang merupakan lawan kata dari Al-witru (tunggal), yaitu menjadikan sesuatu yang tunggal menjadi ganda, seperti membagi satu menjadi dua, tiga menjadi empat, dan sebagainya.

Sedangkan secara terminologi, syafaat berarti menjadi penengah bagi orang lain dengan memberikan manfaat kepadanya atau menolak mudharat, yakni pemberi syafaat itu memberikan manfaat kepada orang itu atau menolak mudharatnya.[3]

Rasulullah saw bersabda:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً

“Nabi saw bersabda: "Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada orang sebelumku; aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sejauh satu bulan perjalanan, dijadikan bumi untukku sebagai tempat sujud dan suci. Maka dimana saja salah seorang dari umatku mendapati waktu shalat hendaklah ia shalat, dihalalkan untukku harta rampasan perang yang tidak pernah dihalalkan untuk orang sebelumku, aku diberikan (hak) syafa'at, dan para Nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia” [4]

Sabda beliau yang lain:

عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ نَبِيٍّ سَأَلَ سُؤْلًا أَوْ قَالَ لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ قَدْ دَعَا بِهَا فَاسْتُجِيبَ فَجَعَلْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Dari Anas dari Nabi saw beliau bersabda: "Setiap Nabi pernah meminta suatu permintaan atau beliau bersabda setiap Nabi mempunyai doa yang telah dikabulkan, sedang aku ingin menyimpan do'aku sebagai syafa'at untuk umatku di hari Kiamat nanti." [5]

Dan sabda beliau:

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

“Orang yang paling berbahagia dengan syafa'atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari hatinya atau jiwanya". [6]

Ibnul Qayyim ra berkata tentang makna hadits Abu Hurairah tadi, “Cermatilah hadits ini, betapa Nabi saw menjadikan penyebab terbesar diterimanya syafaat beliau adalah kemurnian tauhid, ini berlawanan dengan apa yang ada pada kaum musyrikin. Yaitu bahwa syafaat itu bisa diperoleh dengan menjadikan mereka sebagai pemberi syafaat, menyembah mereka dan menjadikan mereka sebagai penolong. Nabi saw membalikkan pernyataan dusta mereka, beliau menggambarkan bahwa penyebab syafaat adalah memurnikan tauhid, karena saat itulah Allah mengizinkan pemberi syafaat untuk memberi syafaat. Termasuk kebodohan orang musyrik adalah keyakinanya bahwa barangsiapa yang menjadikanya penolong atau pemberi syafaat maka ia akan memberinya syafaat dan akan member manfaat disisi Allah, sebagaimana raja atau penguasa dapat memberi syafaat kepada orang-orang yang loyal kepada mereka. Tidaklah mereka mengetahui sesungguhnya tidak ada seorangpun yang dapat member syafaat di sisi Allah kecuali bagi yang diridhai ucapan dan perbuatanya. [7]

C.   Syarat-syarat Untuk Mendapatkan Syafaat


1.         Rihda Allah kepada orang yang memberi syafaat untuk memberikan syafaat.

2.         Ridha Allah kepada orang yang di beri syafaat, dan Allah tidak ridha kecuali kepada Ahlu tauhid. Ridha Allah tidak dapat diperoleh kecuali dengan mengikuti perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Apa yang diperintah adalah diridhai dan apa yang Dia larang adalah dimurkai. Diantara dalilnya adalah:

وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى

“Dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah”[8]

فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ

“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa'at dari orang-orang yang memberikan syafa'at”[9]

3.         Allah mengizinkan pemberi syafaat untuk memberi syafaat.

Sebagaimana firman Allah swt:

وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى

“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).”[10]

يَوْمَئِذٍ لَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلًا

“Pada hari itu tidak berguna syafa'at, kecuali (syafa'at) orang yang Allah Maha Pemurah Telah memberi izin kepadanya, dan dia Telah meridhai perkataannya.”[11]

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ

“Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati Karena takut kepada-Nya.”[12]

مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلَّا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ

“Tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya.” [13]

Agar syafaat seseorang diterima, maka harus memenuhi ketiga syarat di atas. Menurut penjelasan para ulama, syafaat yang diterima, dibagi menjadi dua macam:[14]

1.        Syafaat umum. Makna umum, Allah mengizinkan kepada salah seorang dari hamba-hamba-Nya yang shalih untuk memberikan syafaat kepada orang-orang yang diperkenankan untuk diberi syafaat. Syaaat ini diberikan kepada Nabi Muhammad saw, nabi-nabi lainnya, orang-orang jujur, para syuhada, dan orang-orang shalih. Mereka memberikan syafaat kepada penghuni neraka dari kalangan orang-orang beriman yang berbuat maksiat agar mereka keluar dari neraka.

2.        Syafaat khusus, yaitu syafaat yang khusus diberikan kepada Nabi Muhammad saw dan merupakan syafaat terbesar yang terjadi pada hari Kiamat. Tatkala manusia dirundung kesedihan dan bencana yang tidak kuat mereka tahan, mereka meminta kepada orang-orang tertentu yang diberi wewenang oleh Allah untuk memberi syafaat. Mereka pergi kepada Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa. Tetapi mereka semua tidak bisa memberikan syafaat hingga mereka datang kepada Nabi saw, lalu beliau berdiri dan memintakan syafaat kepada Allah, agar menyelamatkan hamba-hamba-Nya dari adzab yang besar ini. Allah pun memenuhi permohonan itu dan menerima syafaatnya. Ini termasuk kedudukan terpuji yang dijanjikan Allah di dalam firman-Nya : “Dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”[15]

Di antara syafaat khusus yang diberikan kepada Rasulullah Saw adalah syafaatnya kepada penghuni surga agar mereka segera masuk surga, karena penghuni surga ketika melewati jembatan, mereka diberhentikan di tengah jembatan yang ada di antara surga dan neraka. Hati sebagian mereka bertanya-tanya kepada sebagian lain, hingga akhirnya mereka bersih dari dosa. Kemudian mereka baru diizinkan masuk surga. Pintu surga itu bisa terbuka karena syafaat Nabi saw.

D.  Macam-macam Syafaat


Pertama , Syafaat yang didasarkan pada dalil yang kuat dan shahih, yaitu yang ditegaskan Allah Swt dalam Kitab-Nya , atau dijelaskan Rasulullah. Syafaat tidak diberikan kecuali kepada orang-orang yang bertauhid dan ikhlas; karena Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, “Wahai Rasulullah, siapa yang paling bahagia mendapatkan syafaatmu?” Beliau menjawab, “Orang yang mengatakan,’Laa ilaaha illallah’ dengan ikhlas dalam hatinya.”[16]

Syafaat ini ada delapan macam, tiga di antaranya adalah khusus bagi Rasulullah saw dan lima yang lainya adalah untuk selainya seperti para Nabi, Malaikat, Syuhada dan Shalihin.

1.      Syafaat Udzma (Syafaat Agung), yaitu khusus milik Nabi Muhammad saw, yakni yang disebut “maqam mahmud” yang dijanjikan Allah swt dengan firman-Nya:

عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا

“Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji”[17]

Yaitu ketika suasana masyar telah menjadi dasyat. Mereka mencari syafaat agar mereka segera diberi keputusan. Sebagaimana dalam hadits rasulullah saw:

 “Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami Ma'bad bin Hilal Al 'Anazi berkata, "Kami, orang-orang penduduk Bashrah, berkumpul dan pergi menemui Anas bin Malik, lalu kami pergi bersama Tsabit Al Bunani dengan tujuan bertanya tentang hadis Syafaat. Tidak tahunya Anas bin mlik dalam berada istananya, lalu kami temui beliau tepat ketika ia sedang shalat dluha. Kemudian kami meminta ijin dan ia pun memberi ijin yang ketika itu ia tengah duduk di atas kasurnya. Maka kami berkata kepada Tsabit, 'Jangan kamu bertanya kepadanya tentang sesuatu sebelum hadis syafaat.' Lantas Tsabit bertanya, 'Wahai Abu Hamzah, kawan-kawanmu dari penduduk Bashrah datang kepadamu untuk bertanya tentang hadis syafaat.' Lantas Anas berkata, "Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam telah menceritakan kepada kami, beliau bersabda: "Jika hari kiamat tiba, maka manusia satu sama lain saling bertumpukan. Mereka kemudian mendatangi Adam dan berkata, 'Tolonglah kami agar mendapat syafaat Tuhanmu.' Namun Adam hanya menjawab, 'Aku tak berhak untuk itu, namun datangilah Ibrahim sebab dia adalah khalilurrahman (Kekasih Arrahman).' Lantas mereka mendatangi Ibrahim, namun sayang Ibrahim berkata, 'Aku tak berhak untuk itu, coba datangilah Musa, sebab dia adalah nabi yang diajak bicara oleh Allah (kaliimullah).' Mereka pun mendatangi Musa, namun Musa berkata, 'Saya tidak berhak untuk itu, coba mintalah kepada Isa, sebab ia adalah roh Allah dan kalimah-Nya.' Maka mereka pun mendatang Isa. Namun Isa juga berkata, 'Maaf, aku tak berhak untuk itu, namun cobalah kalian temui Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.' Mereka pun mendatangiku sehingga aku pun berkata: "Aku kemudian meminta ijin Tuhanku dan aku diijinkan, Allah mengilhamiku dengan puji-pujian yang aku pergunakan untuk memanjatkan pujian terhadap-Nya, yang jika puji-pujian itu menghadiriku sekarang, aku tidak melafadkan puji-pujian itu. Aku lalu tersungkur sujud kepada-Nya, lantas Allah berfirman 'Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, katakanlah engkau akan didengar, mintalah engkau akan diberi, mintalah keringanan engkau akan diberi keringanan.' Maka aku menghiba 'Wahai tuhanku, umatku-umatku.' Allah menjawab, 'Berangkat dan keluarkanlah dari neraka siapa saja yang dalam hatinya masih terdapat sebiji gandum keimanan.' Maka aku mendatangi mereka hingga aku pun memberinya syafaat. Kemudian aku kembali menemui tuhanku dan aku memanjatkan puji-pujian tersebut, kemudian aku tersungkur sujud kepada-Nya, lantas ada suara 'Hai Muhammad, angkatlah kepalamu dan katakanlah engkau akan didengar, dan mintalah engkau akan diberi, dan mintalah syafaat engkau akan diberi syafaat.' Maka aku berkata, 'Umatku, umatku, ' maka Allah berkata, 'Pergi dan keluarkanlah siapa saja yang dalam hatinya masih ada sebiji sawi keimanan, ' maka aku pun pergi dan mengeluarkannya. Kemudian aku kembali memanjatkan puji-pujian itu dan tersungkur sujud kepada-Nya, lantas Allah kembali berkata, 'Hai Muhammad, angkatlah kepalamu, katakanlah engkau akan didengar, mintalah engkau akan diberi, dan mintalah syafaat engkau akan diberi syafaat.' Maka aku berkata, 'Wahai tuhanku, umatku, umatku.' Maka Allah berfirman: 'Berangkat dan keluarkanlah siapa saja yang dalam hatinya masih ada iman meskipun jauh lebih kecil daripada sebiji sawi, ' maka aku pun berangkat dan mengeluarkan mereka dari neraka." Tatkala kami pulang tempat dari Anas, aku katakan kepada sebagian sahabat kami, 'Duhai, sekiranya saja kita melewati Al Hasan -yang dia menyepi di rumah Abu khalifah-'. Lantas kami menceritakan kepada Al Hasan dengan apa yang telah diceritakan Anas bin Malik kepada kami. Selanjutnya kami pun menemuinya dan kami ucapkan salam, ia mengijinkan kami dan kami katakan, 'Wahai Abu Sa'id, kami datang menemuimu setelah kami kembali dari saudaramu, Anas bin Malik. Belum pernah kami lihat sebagaimana yang ia ceritakan kepada kami tentang syafaat.' Lantas ia berkata, 'Heiih.' Maka hadits tersebut kemudian kami ceritakan kepadanya (Al Hasan), dan berhenti sampai sini. Namun ia berkata, 'Hei…! Hanya sampai situ? ' Kami jawab, 'Dia tidak menambah kami daripada sekedar ini saja.' Lantas ia berkata, 'Sungguh, dia pernah menceritakan kepadaku itu -secara sempurna- kepadaku sejak dua puluh tahun yang lalu, aku tidak tahu apakah dia lupa ataukah tidak suka jika kalian kemudian pasrah.' Kami lalu berkata, 'Wahai Abu Sa'id, tolong ceritakanlah kepada kami! ' Al Hasan kemudian tertawa seraya berkata, 'Sesungguhnya manusia dicipta dalam keadaan tergesa-gesa. Saya tidak menyebutnya selain saya akan menceritakannya kepada kalian. Anas telah menceritakan kepadaku sebagaimana dia ceritakan kepada kalian. Nabi berkata: "Kemudian aku kembali untuk keempat kalinya, dan aku memanjatkan dengan puji-pujian itu kemudian aku tersungkur sujud dan diserukan, 'Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, ucapkanlah engkau didengar, mintalah engkau diberi, dan mintalah syafaat engkau akan diberi syafaat, ' maka aku berkata, 'Wahai Tuhanku, ijinkanlah bagiku untuk orang-orang yang mengucapkan La-Ilaaha-Illallah! ' Maka Allah menjawab, 'Demi kemuliaan, keagungan dan kebesaran-Ku, sungguh akan Aku keluarkan siapa saja yang mengucapkan Laa-Ilaaha-Illallah."[18]

عَنْ آدَمَ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ إِنَّ النَّاسَ يَصِيرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ جُثًا كُلُّ أُمَّةٍ تَتْبَعُ نَبِيَّهَا يَقُولُونَ يَا فُلَانُ اشْفَعْ يَا فُلَانُ اشْفَعْ حَتَّى تَنْتَهِيَ الشَّفَاعَةُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَلِكَ يَوْمَ يَبْعَثُهُ اللَّهُ الْمَقَامَ الْمَحْمُودَ

“Dari Adam bin 'Ali dia berkata; Aku mendengar Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata; Sesungguhnya pada hari kiamat kelak manusia akan menjadi bangkai. Setiap umat akan mengikuti nabinya hingga mereka saling berkata; 'Ya Fulan, berilah aku syafa'at. ya fulan, berilah aku syafa'at.' Sampai akhirnya mereka mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Itulah hari ketika Allah membangkitkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada kedudukan yang terpuji.”[19]

2.      Syafaat untuk penduduk surga agar dapat memasukinya, setelah melewati shirat, maka terbukalah pintu Surga untuk mereka dan yang pertamakali memasuki surga adalah umat Muhammad saw sebagaimana firman Allah swt:

وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ

“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga berombong-rombongan (pula). sehingga apabila mereka sampai ke syurga itu sedang pintu-pintunya Telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! Maka masukilah syurga ini, sedang kamu kekal di dalamnya".[20]

Sabda Rasulullah saw:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا أَوَّلُ النَّاسِ يَشْفَعُ فِي الْجَنَّةِ وَأَنَا أَكْثَرُ الْأَنْبِيَاءِ تَبَعًا

“Dari Anas bin Malik dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku adalah manusia pertama yang memberi syafa'at di surga, dan aku adalah nabi yang paling banyak pengikutnya.”[21]

3.      Syafaat Rasulullah saw untuk pamanya yaitu Abu Thalib, untuk meringankan siksanya di Neraka. Syafaat ini khusus untuk Abu Thalib, adapun orang kafir yang selainya maka sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt dalam firman-Nya:

فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ

“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa'at dari orang-orang yang memberikan syafa'at.”[22]

Syafaat beliau tidak bisa membuatnya keluar dari api Neraka, karena dia meninggal dalam keadaan musyrik, berbeda dengan muwahid (orang-orang yang bertauhid).[23]

Imam Al-Qurthubi berkata: “Syafaat Rasulullah tidak bisa membuatnya keluar dari neraka, sebagaimana palaku maksiat dari golongan muwahid yang dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan kedalam surga.”[24]

Inilah tiga macam syafaat yang hanya dimiliki khusus oleh Rasulullah.

4.      Syafaat Rasululah saw dan selainya untuk mengeluarkan orang-orang islam yang berdosa besar yang telah masuk neraka agar dikeluarkan dari neraka.

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يُخْرِجُ قَوْمًا مِنْ النَّارِ بِالشَّفَاعَةِ قَالَ نَعَمْ

“Dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: 'Sesungguhnya Allah mengeluarkan suatu kaum dari neraka dengan syafa'at? ' Amru menjawab, 'Ya”[25]

فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ

 “Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa'at dari orang-orang yang memberikan syafa'at.”[26]

وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا تَنْفَعُهَا شَفَاعَةٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ

“Dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafa'at kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong.”[27]

Syafaat ini umum, berkali-kali dilakukan oleh Rasulullah saw, juga para Malaikat dan para Nabi serta orang-orang mukmin akan memberi syafaatnya, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits-hadits syafaat.[28]

5.      Syafaat Rasululah dan selainya untuk orang yang sudah diputuskan masuk neraka supaya tidak jadi masuk neraka. Syafaat ini diingkari oleh orang-orang Khawarij dan Mu’tazilah karena keyakinan mereka bahwa orang-orang yang diputuskan masuk Neraka pasti akan masuk Neraka dan tidak bisa keluar darinya.

6.      Syafaat Rasulullah saw dan selainya untuk mengangkat derajat ahli surga di atas yang semestinya.

7.      Syafaat Rasulullah saw dan selainya untuk orang yang jumlah kebaikannya sama dengan dosanya supaya bisa masuk surga.

Dasar syafaat ini, seperti dijelaskan Ibnu Katsir sebuah riwayat dalam Shahihain dan kitab lainya, dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari, diantara kandunganya, bahwa Rasulullah mengutus pamanya Abu Amir memimpin pasukan kedaerah Authas. Abu Amir terkena panah dilututnya. Ia berkata kepada Abu Musa, “Wahai keponakanku, pergilah kepada Rasulullah, sampaikan salamku kepada beliau dan katakana Abu Amir meminta kepada engkau untuk memintakan ampun baginya. Abu Musa berkata, “Abu Amir menjadikanku sebgai pemimpin orang-orang. Tidak berapa lama, ia meninggal. Ketika aku kembali kepada Nabi, aku temuai beliau dan aku beritaukan tentang keadaan kami dan kisah Abu Amir. Aku berkata kepada beliau,” Ia meminta untuk dimintakan ampun (darimu)” Maka Rasulullah meminta air untuk berwudhu dan kemudian menengadahkan kedua tanganya dan berdo’a, “Ya Allah ampunilah Abu Amir”. Sampai aku melihat putihnya ketiak beliau. Kemudian berkata, “Ya Allah jadikanlah ia di atas kedudukan makhluk-Mu atau manusia pada hari kiamat”. Aku berkata, “Aku juga wahai Rasulullah. Mintakan ampun untukku”. Nabi bersabda, “Ya Allah ampunilah dosa Abdullah bin Qais dan masukkanlah ia di hari kiamat ke dalam pintu masuk yang mulia”.[29]

Dalam hadits Ummu Salamah dalam Shahih Muslim, Nabi berdo’a untuk Abu Salamah yang telah meninggal,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأَبِي سَلَمَةَ وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّينَ وَاخْلُفْهُ فِي عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِينَ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ وَافْسَحْ لَهُ فِي قَبْرِهِ وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ

“Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, tinggikan derajatnya di kalangan orang-orang yang terpimpin dengan petunjuk-Mu dan gantilah ia bagi keluarganya yang ditinggalkannya. Ampunilah kami dan ampunilah dia. Wahai Rabb semesta alam. Lapangkanlah kuburnya dan terangilah dia di dalam kuburnya”[30]

Ada yang berpendapat bahwa syafaat jenis ini khusus milik Rasulullah saja. Ada juga yang mengatakan jenis ini tidak khusus milik beliau, namun beliau orang yang paling diutamakan.[31]

8.      Syafaat Rasulullah saw dan selainya untuk orang-orang agar bisa masuk surga tanpa hisab dan adzab.


Diantara dalilnya adalah sabda Rasulullah saw kepada Ukasyah bin Mihsan ketika meminta dari Beliau agar memohon kepada Allah supaya ia dijadikan termasuk golongan 70.000 orang yang akan masuk Surga tanpa hisab.

الَّلهُمَّ اجْعَلْهُ مِنْهُمْ

“Ya Allah, jadikanlah ia termasuk di antara mereka”[32]

Allah swt berfirman kepada Nabi Muhammad dalam hadits syafaat:

أَدْخِلْ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِكَ مَنْ لَا حِسَابَ عَلَيْهِ مِنْ الْبَابِ الْأَيْمَنِ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ

“Masukkanlah dari umatmu orang yang tidak dihisab atasnya dari pintu al-Aiman (paling kanan) dari pintu-pintu surga”[33]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Manusia dalam masalah syafaat terbagi menjadi tiga yaitu;

Orang-orang Musyrik, Nasrani, Mubtadi’ yang ghulad dan selainya, mereka sangat ghuluw dalam masalah syafaat sehingga menjadikan syafaat bagi orang-orang yang dimulyakan disisi Allah swt adalah sebagaimana syafaat di dunia seperti seorang raja yang memberikan syafaat kepada orang yang loyal kepadanya, sehingga mereka meminta syafaat kepada selain Allah.

Mu’tazilah dan Khawarij mereka mengingkari syafaat Rasulullah kepada pelaku dosa besar.

Adapun Ahlu Sunnah wal Jama’ah menetapkan syafaat Rasulullah saw bagi pelaku dosa besar dan selainya, akan tetapi Rasulullah tidak memberikan syafaat kepada seorang pun pada hari kiamat kecuali setelah mendapat izin dari Allah swt akan  tetapi dalam masalah ini ahlu sunnah membatasi sebagaimana shahih tentang masalah syafaat.[34]

Kedua, Syafaat batil yang tidak berguna bagi pemiliknya, yaitu anggapan orang-orang musyrik bahwa tuhan-tuhan mereka dapat memintakan syafaat kepada Allah.[35]

Syafaat semacam ini tidak bermanfaat bagi mereka seperti yang difirmankan-Nya: “Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat.”[36]

Demikian itu karena Allah tidak rela kepada kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik itu dan tidak mungkin Allah memberi izin kepada para pemberi syafaat itu, untuk memberikan syafaat kepada mereka; karena tidak ada syafaat kecuali bagi orang yang diridhai Allah. Allah tidak meridhai hamba-hamba-Nya yang kafir dan Allah tidak senang kepada kerusakan.

Ketergantungan orang-orang musyrik kepada tuhan-tuhan mereka dengan menyembahnya dan mengatakan, “Mereka adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah”,[37] adalah ketergantungan batil yang tidak bermanfaat. Bahkan demikian itu tidak menambah mereka kecuali semakin jauh, karena orang-orang musyrik itu meminta syafaat kepada berhala-berhala itu dengan cara yang batil, yaitu menyembahnya. Itulah kebodohan mereka yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah, tetapi sebenarnya tidak lain hanya menjadikan mereka semakin jauh.

E.   Para Pemberi Syafaat Selain Rasulullah saw[38]

1.      Syafaat Para Malaikat

Dalil atas syafaat ini adalah firman Allah swt:

وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى

“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).”[39]

Dan dalil sunnah nabi saw, hadits yang tertera dalam shahihain dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri yang panjang dengan marfu’: “Allah swt berfirman, “Para Malaikat telah memberi syafaat, para Nabi terlah member syafaat……”

2.      Syafaat Para Nabi

Dalil tentang syafaat ini, sebagiamana termaktub dalam shahihain dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri di atas, yaitu: “Allah swt berfirman, “Para Malaikat telah memberi syafaat, para Nabi terlah member syafaat……”

3.      Syafaat Kaum Mukminin

Di antara dalil-dalilnya adalah:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَشْفَعُ لِلْفِئَامِ مِنْ النَّاسِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَشْفَعُ لِلْقَبِيلَةِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَشْفَعُ لِلْعَصَبَةِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَشْفَعُ لِلرَّجُلِ حَتَّى يَدْخُلُوا الْجَنَّةَ

“Dari Abu Sa'id Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Sesungguhnya diantara ummatku ada yang memberi syafaat kepada sekelompok orang, ada yang memberi syafaat untuk sekabilah, ada yang memberi syafaat untuk segolongan dan ada yang memberi syafaat untuk seseorang hingga mereka masuk surga." [40]

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَيْسَرَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا أُمَامَةَ يَقُولُ لَيَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَةِ الرَّجُلِ الْوَاحِدِ لَيْسَ بِنَبِيٍّ مِثْلُ الْحَيَّيْنِ أَوْ أَحَدِ الْحَيَّيْنِ رَبِيعَةَ وَمُضَرَ قَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَمَا رَبِيعَةُ مِنْ مُضَرَ قَالَ إِنَّمَا أَقُولُ مَا أُقَوَّلُ

“Dari 'Abdur Rahman bin Maisarah berkata; Saya mendengar Abu Umamah berkata; "Akan masuk surga karena syafaat seseorang yang bukan Nabi seperti dua perkampungan atau seperti salah satu dari dua perkampungan; Robi'ah dan Mudhor. Seseorang berkata; Wahai Rasulullah! Apa kemuliaan Robi'ah dari Madhor? Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam bersabda; "Sesungguhnya aku hanya mengucapkan yang aku ucapkan."[41]

إِنَّ اللَّعَّانِينَ لَا يَكُونُونَ شُهَدَاءَ وَلَا شُفَعَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Sesungguhnya para pelaknat itu tidak akan dapat menjadi syuhada' (orang-orang yang menjadi saksi) dan tidak pula dapat memberi syafa'at pada hari kiamat kelak[42]"

4.      Syafaat Syuhada’ (Orang Yang Mati Syahid)

Termasuk dalil tentang syafaat ini, hadits Al-Miqdam bin Ma’dikarib ra di beberapa kitab sunan, berkata, Rasulullah saw bersabda:

لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللَّهِ سِتُّ خِصَالٍ يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ وَيَرَى مَقْعَدَهُ مِنْ الْجَنَّةِ وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَيَأْمَنُ مِنْ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ الْيَاقُوتَةُ مِنْهَا خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا وَيُزَوَّجُ اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً مِنْ الْحُورِ الْعِينِ وَيُشَفَّعُ فِي سَبْعِينَ مِنْ أَقَارِبِهِ

"Orang yang mati syahid di sisi Allah mempunyai enam keutamaan; dosanya akan diampuni sejak darahnya tertumpah di awal kali pertempuran, diperlihatkan tempat duduknya di surga, dijaga dari siksa kubur, diberi keamanan dari ketakutan yang besar saat dibangkitkan dari kubur, diberi mahkota kemuliaan yang satu permata darinya lebih baik dari dunia seisinya, dinikahkan dengan tujuh puluh dua bidadari dan diberi hak untuk memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari keluarganya."[43]

يُشَفَّعُ الشَّهِيدُ فِي سَبْعِينَ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ

"Orang yang syahid diberi hak untuk memberikan syafa'at kepada tujuh puluh penghuni rumahnya."[44]

يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلَاثَةٌ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ

"Tiga golongan yang akan memberi syafa'at kelak di hari Kiamat, yaitu; Para Nabi kemudian para ulama dan para syuhada`."[45]

5.      Syafaat Anak-anak Orang Yang Beriman

Termasuk dalil tentang syafaat anak-anak untuk para orang tua mereka yang beriman pada hari kiamat, riwayat yang ada di dalam Shahih Muslim dari Abu Hasan berkata, “Aku bertanya kepada Abu Hurairah, “Dua anak lelakiku meninggal. Apa yang akan engkau kabarkan kepadaku dari Rasulullah tentang sebuah hadits yang menengkan jiwa kami berkaitan dengan orang yang telah tiada dari kami? Beliau berkata:

نَعَمْ صِغَارُهُمْ دَعَامِيصُ الْجَنَّةِ يَتَلَقَّى أَحَدُهُمْ أَبَاهُ أَوْ قَالَ أَبَوَيْهِ فَيَأْخُذُ بِثَوْبِهِ أَوْ قَالَ بِيَدِهِ كَمَا آخُذُ أَنَا بِصَنِفَةِ ثَوْبِكَ هَذَا فَلَا يَتَنَاهَى أَوْ قَالَ فَلَا يَنْتَهِي حَتَّى يُدْخِلَهُ اللَّهُ وَأَبَاهُ الْجَنَّةَ

Ya; "Anak-anak kecil mereka berlarian di surga dengan bebas, salah seorang dari mereka berjumpa dengan bapaknya atau kedua orang tuanya, lalu dia meraih ujung bajunya, atau beliau mengatakan; 'Dengan tangannya sebagaimana aku memegang ujung bajumu ini, dia tidak akan berpisah dengan bapaknya sehingga Allah memasukkan dia dan bapaknya ke dalam surga."[46]

6.      Syafaat Al-Qur’an

Dalil yang menyatakan syafaat Al-Qur’an di hari Kiamat, yaitu riwayat di dalam Shahih Muslim dari Abu Umamah Al-Bahili berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda:

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلَا تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ

"Bacalah Al Qur`an, karena ia akan datang memberi syafa'at kepada para pembacanya pada hari kiamat nanti. Bacalah Zahrawain, yakni surat Al Baqarah dan Ali Imran, karena keduanya akan datang pada hari kiamat nanti, seperti dua tumpuk awan menaungi pembacanya, atau seperti dua kelompok burung yang sedang terbang dalam formasi hendak membela pembacanya. Bacalah Al Baqarah, karena dengan membacanya akan memperoleh barokah, dan dengan tidak membacanya akan menyebabkan penyesalan, dan pembacanya tidak dapat dikuasai (dikalahkan) oleh tukang-tukang sihir."[47]

7.      Syafaat Puasa

Hadits yang menunjukkan syafaat puasa dihari Kiamat, riwayat yang dibawakan Abdullah bin Umr bahwa Rasulullah bersabda, “Puasa dan Al-Qur’an akan memberi syafaat pada hari Kiamat. Puasa akan berkata, “Wahai Rabbku, aku telah menahannya dari makan dan syahwat di siang hari, maka jadikanlah aku syafaat baginya. Al-Qur’an akan berkata, aku telah menahanya dari tidur di malam hari, maka jadikanlah aku syafaat baginya. Maka mereka(puasa dan Al-Qur’an) member syafaat.[48]

F.   Penutup

Demikianlah pembahasan singkat mengenai syafaat. Semoga Allah swt memberikan kesabaran dan kekuatan kepada kita semua untuk tetap istiqamah dalam meniti jalan-Nya, walaupun banyak godaan, rintangan dan tantangan menghadang di tengah jalan ini.

Alhamdulillah dengan izin Allah makalah ini bisa kami selesaikan. Semoga menjadi amal shalih bagi penulis dan tambahan ilmu bagi yang membaca. Hanya saran dan perbaikanlah yang kami harapkan dari kaum muslimin sekalian.

G.  Daftar Pustaka

1.         Al-Intishar Bisyarh Aqidah Aimmati Al-Amshar, Abu Zur’ah Ar-Razi, Abu Hatim Ar-Razi, (Dar Al-Atsriyah).

2.         Syarh Aqidah At-Thahawiyah, Ibnu Abi Al-Izz, tahqiq Muhammad Nasirudin Al-Bani, (Bairut: Maktabah Al-Islami, 1408 H/ 1988 M)

3.         Fathu Al-Majid Lisyarh  Kitab At-Tauhid, Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahab, (Bairut: Dar  ‘Alim Al-Fawaid, 1420 H)

4.         Syarh Al-Aqidah Al-Wasitiyah, Ibnu Taimiyyah, (Kairo: Dar Ibnu Al-Jauzi)

5.         Kitab At-Tauhid, DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, (An-Nur : Surakarta).

6.         Meraih Syafaat Nabi saw, DR. Nashir bin Abdurrahman Al-Judai, terj. M. Ashim, Lc, (Jakarta: Darus Sunnah, 2006 M)

7.         http//www. majalahtauhid.wordpress.com . Syafaat Rasulullah  saw.











[1] QS. Thaahaa: 108

[2] QS. An-Nisa: 48

[3] Abu Zur’ah Ar-Razi, Abu Hatim Ar-Razi, Al-Intishar BiSyarh Aqidah Aimmati Al-Amshar, (Dar Al-Atsriyah), hal. 246.

[4]  HR. Bukhari

[5]  HR. Bukhari

[6]  HR. Bukhari

[7] Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahab, Fathu Al-Majid Lisyarh  Kitab At-Tauhid, (Bairut: Dar  ‘Alim Al-Fawaid, 1420 H), cet Ke-6, hal. 360-361.

[8] QS. Al-Anbiya’: 28

[9] QS. Al-Muddatsir: 48

[10]  QS. AN-Najm: 26

[11]  QS. Thaha: 109

[12]  QS. Al-Anbiya’: 28

[13]  QS. Yunus: 3

[14] Dikutip dari http//www. majalahtauhid.wordpress.com . Syafaat Rasulullah  saw. Jam 14.30

[15]  QS. Al-Israa’:79

[16]  HR. Al-Bukhri

[17]  QS. Al-Isra’ : 79

[18] HR. Bukhari

[19] HR. Bukhari

[20] QS. Az-Zumar: 73

[21] HR. Muslim

[22] QS. Al-Mudtsir: 48

[23] DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Kitab At-Tauhid, (An-Nur: Surakarta), juz 2, hal. 83.

[24] Ibnu Abi Al-Izz, Syarh Aqidah At-Thahawiyah, tahqiq Muhammad Nasirudin Al-Bani, (Bairut: Maktabah Al-Islami, 1408 H/ 1988 M), cet Ke-9, hal. 233.

[25] HR. Muslim

[26] QS. Al-Mudtsir: 48

[27] QS. Al-Baqarah: 123

[28] Lihat Shahih Bukhari: 9/185-191, dan Shahih Muslim: 1/179-184.

[29] HR. Bukhari

[30] HR. Muslim

[31] DR. Nashir bin Abdurrahman Al-Judai, Meraih Syafaat Nabi saw, terj. M. Ashim, Lc, (Jakarta: Darus Sunnah, 2006 M), cet Ke-1, hal. 57.

[32] HR. Bukhari dan Muslim

[33] HR. Muslim

[34] Abu Zur’ah Ar-Razi, Abu Hatim Ar-Razi, Al-Intishar BiSyarh Aqidah Aimmati Al-Amshar, (Dar Al-Atsriyah), hal. 246-250.

[35] Ibnu Taimiyyah, Syarh Al-Aqidah Al-Wasitiyah, (Kairo: Dar Ibnu Al-Jauzi),  hal 535.

[36] QS. Al-Mudatstsir : 48

[37] QS. Yunus: 18

[38] DR. Nashir bin Abdurrahman Al-Judai, op.cit., hal. 72-81.

[39]  QS. AN-Najm: 26

[40]  HR. Tirmidzi, Abu Isa berkata: Hadits ini hasan.

[41] HR. Ahmad

[42] HR. Muslim

[43] HR. Tirmidzi

[44] HR. Abu Dawud

[45] HR. Ibnu Majah

[46] HR. Muslim

[47] HR. Muslim

[48] HR. Imam Ahmad

KRONOLOGI MUNCULNYA KEBID'AHAN DALAM AQIDAH

Diposting oleh Ahsanul Huda

Oleh : Taqiyudin Al-Hazmi


KONDISI MASYARAKAT ARAB KETIKA MUHAMAD SAW. DIUTUS SEHINGGA MENJADI UMAT YANG SATU


( PERIODE PERTAMA : 0 – 37 HIJRIYAH )


Allah Ta'ala mengutus Muhamad n sebagai nabi dan rasul penutup, beliau diutus kepada bangsa Arab yang ketika itu terbagi menjadi dua kelompok ;

1.      Sebagian mereka masih berpegang dengan kitab terdahulu yang sudah mengalami distorsi.
2.      Sebagian mereka ada dalam kebodohan dan keterbelakangan. Mereka berada dalam keadaan buta huruf, baik dari bahasa Arab atau non-Arab, mereka menyembah apa yang mereka anggap baik dan dapat memberi manfaat, seperti bintang, berhala, kuburan, patung dan yang semisalnya.

Masyarakat pada umumnya ketika itu benar-benar dalam keadaan bodoh, sehingga perkataan yang bodoh mereka anggap sebuah ilmu, dan perbuatan yang buruk mereka anggap baik.

Kemudian Allah menunjuki mereka dengan kenabian Muhamad n dan dengan apa yang beliau bawa berupa keterangan dan petunjuk. Allah mengutus Rasulullah agar mereka membuka mata-mata yang telah buta, telinga-telinga yang telah tuli dan hati yang telah terkunci, lalu menghimpun mereka di atas agama yang lurus, agama tauhid, millah Islam, setelah sekian lama mereka bercerai berai di atas  permusuhan yang dahsyat, lalu Allah melembutkan hati mereka dengan nikmatnya persaudaraan. Patung-patung dan berhala yang mereka sembah selain Allah telah dihancurkan, sehingga murnilah agama itu hanyalah milik Allah.[1]

Ketika Al-Qur'an turun selama duapuluh tiga tahun kepada Rasulullah, kemudian beliau menyampaikannya kepada para sahabat, mereka mau mendengarkan, memahami maknanya, mengimani dan beramal dengan apa yang telah disyariatkan itu.

Mereka sangat memahami apa yang disampaikan oleh Rasulullah, mereka selalu bertanya dan meminta penjelasan tentang apa yang tidak diketahui, Ibnu Abbas mengatakan, sebaik-baik generasi adalah para sahabat, mereka tidak bertanya kepada Rasulullah sampai beliau wafat kecuali tigabelas pertanyaan, semuanya terdapat di dalam Al-Qur'an, diantaranya ; mereka bertanya tentang Haidh, Syahrul Haram, Anak Yatim dan yang lainnya.

Para sahabat berada pada akidah yang satu karena mereka mendapati masa turunnya wahyu, sehinga mereka tidak pernah berselisih tentang Asma' Sifat dan Perbuatan Allah, mereka hanya berselisih tentang masalah hukum syara saja.

Para sahabat pernah terperangkap dalam masalah qadar pada masa Rasulullah, tapi kemudian mereka tidak mengulanginya. Bahkan mereka membantah dan berpaling dari pendapat Qadariyah dengan kebid'ahan mereka.

Atau ketika Shabigh bin Asal yang bertanya tentang ayat mutasyabihat di dalam Al-Qur'an, lalu Umar mengetahuinya dan memukulnya sehingga ia bertaubat.

Maka telah jelas, pada periode ini akidah umat telah bersih dari kebid'ahan dan penyimpangan.[2]

Kesesatan dan kesyirikan kepada Allah Ta'ala telah sirna, maka berkibarlah panji tauhid di korta-kota dan desa-desa, gunung serta lembah-lembah, sehingga  masuklah manusia kedalam agama Allah dengan berbondong-bondong.

Kemudian Allah menyempurnakan nabi-Nya sehingga Islam berada di front yang paling depan dengan kemenangan yang sempurna, dan menampakkan agama-Nya seutuhnya, sehingga meluaslah bumi yang telah dimenangkan Islam dengan kekuatan, baik di timur atau pun di barat.

Setelah Rasulullah wafat kekhilafahan pertama dipegang oleh Abu Bakar As-Shidiq, dan kekhalifahan kedua dipegang oleh Umar bin Khathab Al-Faruq, semakin lama kekuatan Islam semakin kokoh, tak ada kekuatan lain yang dapat mengalahkannya, jadilah Islam sebagai pemerintahan yang besar dengan dua kekuatan dari dua kota, Paris dan Romawi,[3] Setelah pemerintahan Umar berakhhir, datanglah Utsman menggantikan Umar bin Khathab. Utsman berhasil memenangkan negeri-negeri timur dan barat. Sebelumnya di negeri-negeri itu telah tersebar fitnah, maka atas kepemimpinan Utsman kaum Muslimin berhasil menepisnya karena keikhlasan mereka dengan kepemimpinan Utsman, tapi ada sebagian dari para sahabat yang tidak menerima kepemimpinannya, diantaranya Mu'awiyah.

AWAL MUNCULNYA FITNAH DAN PERPECAHAN


PERIODE KEDUA : 37 – 100

Periode ini dimulai sejak pertengahan pemerintahan Ali r.a. pada periode inilah mulai bermunculan para pencetus kebid'ahan, kebid'ahan yang muncul diantaranya ;

1.      Khawarij

Kelompok ini muncul pada tahun 37 H. mereka benci jika pemerintahan dipegang oleh Ali, dan mereka lebih memilih Mu'awiyah. Mereka menghukumi orang yang melakukan dosa besar telah kafir dan halal darahnya.

2.      Syi'ah

Awalnya kelompok ini bersikap adil, dengan mendahulukan Ali atas Utsman dalam pemerintahan tanpa mencela dan men-jarh khalifah sebelumnya. Kemudian muncullah seorang Yahudi penduduk Hirah bernama Abdullah bin Saba, ia juga disebut Ibnu Sauda', ia mendakwahkan Islam dengan pengklaiman mencintai Ahlul Bait dan berlebih-lebihan terhadap Ali r.a., ia juga mengklaim, kekhilafahan itu telah diwashiatkan kepada Ali sehingga ia mengangkatnya kepada pengkultusan.

3.      Qadariyah

Kelompok semacam ini telah muncul sebelum Islam, seperti yang pernah dilakukan oleh Musyrikin Quraisy, Allah Ta'ala berfirman :

"Dan berkatalah orang-orang musyrik: "Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apapun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatupun tanpa (izin)-Nya". Demikianlah yang diperbuat orang-orang sebelum mereka; maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang."[4]

Pembicaraan tentang qadar tidak muncul kecuali setelah sekitar pertengahan genarasi pertama yang dimunculkan oleh Ma'bad Al-Juhni, ia telah mengadopsinya dari seorang Nasrani bernama Susan, lalu lalu Ghailan mengadopsinya dari Ma'bad.

Kebid'ahan Qadariyah adalah ; (1) mengingkari ilmu Allah yang telah lalu dari yang baru, (2) seorang hambalah yang mewujudkan perbuatan dirinya.

4.      Murji'ah

Murji'ah adalah orang yang mengakhirkan perbuatan dari keimanan tanpa memperhatikan tambahan dan pengurangannya, kelompok ini tidak mengkategorikan amalan sebagai iman, mereka muncul sebagai sikap penolakan terhadap pengkafiran kelompok Khawarij. Orang yang pertamakali mengatakannya adalah Al-Hasan bin Muhamad bin Al-Hanafiyah yang tewas pada tahun 99 H.[5] kelompok ini terbagi menjadi empat golongan;

1.      Murji'ah Jahmiyah, mereka adalah orang-orang yang sangat berlebih-lebihan, dan Iman menurut mereka adalah; pengetahuan dengan hati saja, walaupun kekufuran telah nampak dari mulutnya, adapun setan, Fir'aun, Qarun, Haman dan semisal mereka, telah beriman menurut mereka.

2.      Murji'ah Karamiyah, mereka juga telah berlebih-lebihan, iman menurut mereka; pengakuan dengan lisan saja, sedangkan Munafik menurut mereka telah beriman dalam agama, tapi mereka akan kekal di neraka di akhirat nanti.

3.      Murji'ah Maturidiyah Asy'ariyah, mereka juga termasuk yang bnerlebih-lebihan, iman menurut mereka; pembenaran dalam hati saja, adapun pengikraran degan lisan dan perbuatan itu bukan sarat, dan tidak ada pembagiannya, akan tetapi pengikraran dengan lisan merupakan sarat untuk pelaksanaan hukum duniawi saja, dan barang siapa yang membenarkan dengan hatinya tapi tidak mengikrarkan dengan lisannya maka dia adalah seorang muslim yang selamat di hadapan Allah.

4.      Murji'ah Fuqaha, mereka menyerupai para imam seperti ; Abu Hanifah, sahabatnya dan  At-Thahawi, iman menurut mereka ; pembenaran dengan hati dan pengikraran dengan lisan sedangkan amalan berada di luar iman, keterbelakangan mereka lebih rendah.[6]


PERIODE KETIGA : 100 – 150

          Pada permualaan abad kedua ini muncullah empat pencetus kebid'ahan, mereka adalah :

1.       Washil bin Atha (131 H), ia adalh pendiri kelompok Mu'tazilah, ia memunculkan dua macam kebid'ahan, (1) menghukumi orang yang melakukan dosa besar berada di antara dua posisi, yang bukan muslim bukan pula kafir, (2) mereka telah mencela para sahabat sehingga tidak menerima persaksian seorang pun dari mereka.

2.       Ja'd bin Dirham (124 H), ia adalah orang pertama kali yang mengatakan Al-Qur'an makhluk, mereka mengingkari bahwa Allah berbicara dan Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Ia juga orang yang pertama kali bicara tentang sifat Allah dan mengingkarinya.

Ja'd bin Dirham hidup di masa Tabi'in, ia tinggal di negeri Syam, ia adalah orang yang pertama kali mencetuskan ta'til[7] di dalam Islam, ia mengatakan Al-Qur'an makhluk, ia seorang yang membuat kebid'ahan yang sesat, ia mengklaim bahwa Allah tidak menjadikan nabi Ibrahim sebagai kekasih dan Dia tidak berbicara kepada nabi Musa, karenanya ia dibunuh dengan disembelih oleh Khalid bin Abdullah Al-Kisri[8] di Irak pada hari Nahr, sebelum melakukan eksekusi Khalid berpidato seusai shalat Iedul Adha di depan orang banyak dan mengatakan, "Wahai sekalian manusia sembelihlah hewan kurban kalian, semoga Allah menerima sembelihan kalian, sementara aku akan menyembelih Al-Ja'd bin Dirham, karena dia telah mengklaim bahwa Allah f tidak menjadikan Ibrahim sebagai khalil-Nya dan Allah tidak mengajak Nabi Musa berbicara, Mahatinggi Allah dari yang dikatakan Ja'd bin Dirham," kemudian Khalid turun dari mimbarnya dan menyembelih Ja'd di dekat mimbarnya dengan tangannya sendiri, peristiwa itu terjadi pada tahun 124 Hijriyah berdekatan dengan hari penyaliban Hisyam ibnu Abdil Malik di Damaskus karena kasus yang serupa.

Pengadopsian Kebid'ahan Ja'd bin Dirham


Ibnu Asakir menyebutkan, Ja'd mengadopsi kebid'ahan itu dari Bayan[9] bin Sam'an, Bayan mengadopsinya dari Thalut, anak perempuannya Lubaid ibnu A'sham, ia telah menikahkan puterinya dengan Ibnu Sam'an, dan Lubaid bin A'sham mengadopsinya dari seorang penyihir Yahudi dari Yaman, ia adalah orang yang telah menyihir Rasulullah n. Kemudian Ja'd bin Dirham mengajari Marwan al-Himar, Khalifah terakhir Bani Umayah, sehingga ia disebut Marwan Al-Ja'di sebagai penisbatan kepadanya, Ja'd juga guru dari Jahm bin Shafwan.

Ja'd pernah tinggal di negeri Hiran, di sana ia hidup bersama di kalangan Shabi'ah dan para Filosof yang mewarisi agama penduduk Namrudz, Namrudz adalah seorang raja dari kalangan Shabi'ah Kildaniyah, mereka adalah orang-orang musyrik, praktik kesyirikan di kalangan Shabi'ah hanya sedikit, sedangkan ulama mereka adalah dari kalangan Filosof, jadi Ja'd juga mengadopsi ajarannya dari kelompok Shabi'ah dan Filosof, dari sini berarti Ja'd telah mengadopsi ajarannya dari Yahudi Shabi'ah yang Musyrik.[10]

Sesudah peristiwa pengekeksekusian Ja'd bin Dirham, kebid'ahan dan kesesatan tidak terdengar lagi beberapa waktu. Hingga kemudian marak kembali melalui tangan Al-Jahm bin Shafwan yang mengoleksi bid'ah dan kesesatan generasi pendahulunya serta menambah bid'ah baru, orang yang mengikutinya dinisbatkan dengan kelompok Jahmiyah yang mereka mengatakan, "Sesungguhnya Allah bersama Dzat-Nya di mana pun Dia berada", Mahatinggi Allah dari perkataan mereka.[11]

3.       Jahm bin Shafwan (128 H), ia membangun pemikiran Ja'd bin Dirham dalam persepsi Al-Qur'an sebagai makhluk, lalu ia menambahi kebid'ahan lain, diantaranya; (1) mereka mengkalim, manusia tidak mampu melakukan seseuatu, ia hanya dipaksa oleh perbuatannya sendiri, (2) mereka mengatakan, iman adalah pengetahuan tentang Allah Ta'ala saja, dan kekufuran hanyalah klarena kebodohan saja, (3) mereka mengatakan, sorga dan neraka itu adalah fana, (4) mereka mengatakan, ilmu Allah itu adalah baru, Dia tidak mengetahui sesuatu sebelum diciptakan.

 4.       Muqatil bin Sulaiman (150 H), ia menetapkan sifat Allah secara berlebihan dengan pengingkaran Jahm terhadap sifat Allah, sehingga ia menyerupakan. Ia mengadopsi pemikiran itu dari Yahudi dan Nasrani tentang ilmu Al-Qur'an yang sesuai dengan kitab mereka yang menyerupakan Rabb dengan makhluk, itu adalah suatu kedustaan dalam hadits.
 
Terpengaruhinya pemikiran Imam Abu Hanifah

Pada periode inilah pemikiran Imam Abu Hanifah terpengaruhi oleh pemikiran mereka, sehingga beliau mengatakan kebid'ahan itu. Imam Abu Hanifah[12] pernah mengatakkan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk, tapi kemudian bertaubat dan kembali kepada keyakinan Ahlus Sunnah dan istiqamah dengan keyakinan itu.[13]

Sebab-Sebab Terpengaruhinya Pemikiran Abu Hanifah

Pertama; Imam Abu Hanifah terlalu mengurusi dan mendalami ilmu skolastika, sehingga anak laki-lakinya mengisyaratkan kepadanya, maka Allah mengembalikannya dari ilmu itu sehingga beliau mencelanya, sedangkan pengikutnya makin terjerumus kedalam ilmu itu.

Kedua; banyak kalangan Hanafiyah dari para pembesar dan pemimpin-pemimpin, hingga mengakuinya Maturidiyah, bahkan Kautsariyah, sehingga banyak orang yang tertipu karena mereka, sehingga pasar-pasar menjadi ramai, dan karenanya merambatlah penyimpangan Jahmiyah ke tubuh Maturidiyah dan sahabat-sahabat mereka dari kalangan Asy'ariyah.

Ketiga; Abu Hanifah lebih sedikit mempelajari Hadits, dan lebih banyak mempelajari Qiyas, pendapat, perhatian dalam pengambilan hukum, dengan berbagai penelitian tanpa menyertakan hadits atau atsar, maka dari itu ia di beri laqab Ahlu Ra'yi.[14]

 Pada periode ini pula telah muncul benih-benih tasawuf. Kecenderungan kelompok ini sangat kuat terhadap perilaku zuhud dan yang menguasai deunia Islam ketika itu. Ketika itu, zuhud masih bernafaskan Islam murni, jauh dari pengaruh ajaran luar Islam.[15]


PERIODE KEEMPAT : 150 – 234

Pada periode ini tidak ada kebid'ahan baru, hanya saja kebid'ahan yang satu bercampur dengan kebid'ahan yang lain dari empat golongan, (1) Khawarij, (2) Syi'ah, (3) Mu'tazilah, dan (4) Murji'ah.

Kelompok Syi'ah mengadopsi kebid'ahannya dari kelompok Mujassimah, Mu'tazilah mengadopsi Qadariyah dan sebagian dari Jahmiyah, Jabariyah memasuki Murji'ah dan kelompok lainnya.


Penyimpangan Dan Perpecahan Kalangan Hanafiyah


Banyak dari kalangan Hanafiyah yang tidak berjalan diatas jalan yang ditempuh oleh beliau, sehingga akidah yang batil merasuk di antara mereka dalam waktu yang singkat, maka rusaklah dakwah mereka, dengan pengingkaran, di antara pembesar-pembesar Ahlul bida' wal Ahwa, hingga nampaklah perpecahan di antara mereka, di antaranya;


1.      Hanafiyah Jahmiyah                           6. Hanafiyah Karamiyah Musyabihah[16]


2.      Hanafiyah Mu'tazilah                          7. Hanafiyah Karamiyah Musyabihah[17]


3.      Hanafiyah Murji'ah                             8. Hanafiyah Muraisiyah


4.      Hanafiyah Syi'ah                                 9. Hanafiyah shufiyah atau Maushufah[18]


5.      Hanafiyah Zaidiyah                            10. Hanafiyah Quburiyah[19]


                                                                  11. Hanafiyah Maturidiyah.[20]


Di masa inilah kelompok Mu'tazilah makin mengepakkan sayapnya, dengan mempelajari dan menelaah kitab-kitab filsafat Yunani yang telah diterjemahkan di masa pemerintahan Al-Ma'mun (198 – 218 H), sehingga tercampurlah pemahaman antara Mu'tazilah dan dengan ilmu Skolastik. Diantara pemahaman yang muncul dalam kitab filsafat yang tercampur dengan Mu'tazilah diantaranya ;

1. Pengklaiman, Allah tidak mempunyai sifat Al-Qudrah dalam kejahatan dan maksiat dan pensifatan lain yang menganggap Allah itu  lemah,

2.  Pengingkaran kemukjizatan Al-Qur'an dan mukjizat yang dimiliki oleh Rasulullah,

3.  Mereka mencela para sahabat Rasulullah.[21]

Dari kalagan mereka ada dua tokoh Ashabun Nidzam yang menela'ah kitab-kitab filsafat, keduanya adalah Ahmad bin Khabith dan Al-Fadhil Al-Haditsi, madzhab An-Nidzam bergerak dengan tiga bid'ah, yaitu ;

1.      Menetapkan hukum ketuhanan terhadap Isa Al-Masih,

2.      Tentang penitisan ruh,

3.      Pemahaman terhadap keterangan tentang pandangan terhadap Allah dengan pandangan akal.

Kelompok Mu'tazilah bergerak pada periode ini dengan pembahasan dan pendalaman serta diskusi, baik tentang masalah ringan atau berbobot dengan teoritis logika dan mencampurinya dengan teoritis filsafat Yunani.

Pada Masa Imam Ahmad Bin Hanbal

Pada periode ini pula Imam Ahmad bin Hanbal[22] hidup, tepatnya pada masa pemerintahan Al-Ma'mun, mereka memandang bahwa Al-Quran adalah makhluk. Pendirian ini begitu kuatnya di kalangan pemerintahan, sehingga siapa saja yang berani menentang pemerintah pasti akan mendapat siksaan.

Sebelum Al-Ma'mun ini, pada pemerintahan Harun Al-Rasyid, ada seorang tokoh bernama Basyar Al-Murisi, ia mengadopsi idiologi dari Ja'd bin Dirham dengan pandangannya bahwa Al-Quran adalah makhluk. Khalifah Harun Al-Rasyid tidak mau menerima pendapat tersebut, bahkan ia akan menghukum siapa saja yang mengikuti pandangan bid'ah itu, kerana ancaman itu akhirnya Basyar melarikan diri dari Baghdad.

Khalifah Harun Al-Rasyid pernah berkata: “Jika aku diberi umur panjang lalu aku dapat mengangkap Basyar, aku akan bunuh dia dengan cara yang belum pernah aku lakukan kepada yang lainnya”. Selama 20 tahun lamanya Basyar menyembunyikan diri dari kekuasaan Khalifah.

Tetapi setelah Khalifah Harun Al-Rasyid meninggal dunia, kemudian diganti oleh puteranya bernama Al-Amin, barulah Basyar keluar dari persembunyiannya dan kembali menyebarkan pendapatnya itu. Sedangkan Al-Amin sependirian dengan ayahnya yang tidak setuju dengan pendapat tersebut. Ia mengancam berat terhadap orang yang mengatakan Al-Quran makhluk.

Lalu kepemimpinan dikuasai oleh saudara Al-Amin bernama Al-Ma'mun. Pada masa pemerintahan inilah pendapat tentang Al-Quran makhluk mulai diterima. Al-Ma'mun telah terpengaruh dan ikut berpendapat demikian. Pernah suatu kali Al-Ma'mun mengadakan pertemuan dianatara para tokoh untuk membincangkan permasalahan itu, tapi mereka tetap kukuh dalam pendirian menyimpang itu dan Al-Ma'mun mengharapkan supaya pendapat itu diterima orang ramai.

Al-Ma'mun telah dikuasai oleh golongan Mu'tazilah[23] yang mencoba menyimpangkannya dari pemikiran yang benar, yang telah dipertahankan oleh para khalifah sebelumnya, baik dari kalangan bani Umayah ataupun bani Abasiyah, dari mereka tidak ada yang menyimpang dari manhaj Ahlus Sunah.

Karena keberaniannya dalam menampakkan pemahaman Ahlus Sunnah, dengan menggenggam bara api Al-Qur'an kalamullah, bukan makhluk, beliau mendapatkan julukan Imam Ahlus Sunah..[24]


PENYEBAB UTAMA KEBID'AH DAN PENYIMPANGAN

1.      Berlebih-Lebihan (Ghuluw)

Sikap ini telah dilakukan oleh kelompok Khawarij, mereka berlebih-lebihan memahami ayat-ayat ancaman dan berpaling dari ayat-ayat pengharapan dan janji ampunan dan taubat seperti firman Allah :

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. [25]

Dan seperti sabda Rasulullah saw. yang beliau beriatakan dari Rabbnya, dari Anas r.a beliau bersabda :


يَابنَ آدم إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لاَ تُشْرِكَ بِي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً.

Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula”.[26]

Begitu juga kelompok lain, seperti Syi'ah yang dipelopori oleh Abdullah bin Saba, orang yang pertama kali mengibarkan bendera itu dengan menuhankan Ali r.a.

2.      Menolak Bid'ah Dengan Bid'ah Yang Semisalnya Atau Lebih Buruk Darinya

Sepeti yang dilakukan oleh kelompok Murjio'ah, Mu'tazilah, Musyabihah dan Jahmiyah.

Kelompok Musyabihan menolak sikap kelompok Jahmiyah yang menta'tilkan sifat-sifat Allah yang dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, lalu bangkitlah Muqatil bin Sulaiman untuk menolaknya, dengan menetapkan sifat-sifat Allah hingga berhenti pada penyeruapaan Allah dengan makhluknya.

Sedangkan kelompok Qadariyah membuat kebid'ahan bahwa setiap hambalah yang menciptakan perbuatannya, bukan Allah Ta'ala, kemudian datanglah Jahm bin Shafwan sebagai pengusung bendera Jahmiyah hendak menolak  kebid'ahan itu dengan memutar balik total ketetapan itu, ia mengatakan, Allah itu Yang menciptakan segala yang ada, sedangkan setiap hamba dipaksa untuk melakukan perbuatannya, ia tidak mempunyai kekuatan untuk menolak dan berikhtiar. Mereka hendak menolak kebid'ahan, tapi dengan kebid'ahan lain sehingga makin besarlah kerusakan yang muncul darinya.

3.      Mengikuti Agama Lain

Sikap mengikuti pengusung-pengusung agama dan madzhab lain dalam bidang akidah yang terpecah belah dan agama yang menyimpang lalu mengikutinya, telah ditempuh oleh beberapa kelompok, seperti; Syi'ah Qadariyah dan Jahmiyah.

Kelompok Syi'ah yang dipelopori oleh Abduillah bin Saba' Al-Yahudi adalah orang yang pertamakali mencetuskan ghuluw terhadap Ali r.a.

Al-Baghdadi berkata : Para peneliti dari kalangan Ahlu Sunah berkata : "Ibnu Sauda – yakni Abdullah bin Saba – berada di atas kendali agama Yahudi yang menginginkan kerusakan terhdap kaum Muslimin dan agama mereka, dengan ta'wilnya terhadap Ali r.a. dan keturunannya, agar mereka berkeyakinan seperti keyakinan orang-orang Nasrani terhadap Isa a.s.

Maka Ibnu Saba meningkari kematian Ali r.a. dan ia menatakan, Ali telah naik ke lagit seperti naiknya Isa bin Maryam, dan ia akan turun ke dunia dan ia akan membalas musuh-musuhnya.

4.      Menghukumi Ketetapan Syariat Dengan Akal

Imam As-Syatibi telah memaparkan dalam sebagian teoritisnya dalam beristidlal di kalangan Mubtadi'ah. Ia menyebutkan, mereka menolak hadits-hadits yang tidak sesuai dengan logika untuk kepentingan mereka dan madzhab mereka, menudian mereka mengklaimnya tidak sesuai dengan logika dan tidak sesuai dengan ketetapan dalil dan harus ditolak, seperti pengingkaran mereka tentang adzab kubur.
5.      Menterjemahkan Kitab-Kitab Filsafat

Menterjemahkan kitab-kitab filsafat dan selainnya dari kitab-kitab akidah kuno pada pemerintahan Al-Ma'mun, telah dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin sehingga mereka terpedaya membahas panduan-panduan dan manhajnya, mereka menjadikannya sebagai ukuran dalam mentahkik syari'at, dan mereka menta'wilkan apa yang datang dari Al-Qur'an dan As-Sunnah supaya sesuai dengan panduan filsafat, sehingga berakhir dengan musibah yang besar dan penyimpangan yang berbahaya.[27]

6.      Barpaling dari mentadaburi kalamullah dan rasul-Nya

Penyebab utama kesesatan adalah barpaling dari mentadaburi kalamullah dan rasul-Nya, kemudian menyibukkan diri dengan kalam Yunani dan pendapat-pendapat yang berragam.

 Siapa saja yang berkata menurut akal, perasaan, dan politiknya daripada nash, atau bahkan menentang nash dengan kontekstual maka sungguh ia telah menyerupai iblis yang enggan ketika diperintah Allah bahkan ia menyombongkan dirinya dengan logika, Allah mengabadikan kesombongannya dalam firman-Nya,

Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".[28]

7.      Menyembunyikan Kitabullah Di Belakang Punggung Mereka

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Sebab-sebab terjadinya kesesatan dan kebodohan itu karena banyaknya muta'akhirin yang menyembunyikan kitabullah di belakang punggung mereka, mereka berpaling dari petunjuk dan keterangan yang dibawa oleh Rasulullah, lalu meninggalkan pembahasan tentang jalan yang telah ditempuh oleh para sabiqin dan tabi'in dan juga karena mereka mengambil imu mengenal Allah dari orang-orang yang tidak memahaminya".[29]




REFERENSI

1.   Al-Qur'anul-Utsmani

2.   Syuaib Al-Arna'uth – Syarh Akidah Thahawiyah – Mu'assasah ar-Risalah – cet.13 – tahun 2000 M/1421 H Beirut – Libanon.

3.   Syaikh As-Salifi Al-Afghani – Al-Maturidiyah – Desertasi Magister perguruan Tinggi – cet, 2 thn. 1998 M/1419 H.

4.   Syaikul Islam Ibnu Taimiyah – Majmu'atul Fatawa – jld. 11 – Maktabah Al-'Abikan Kerajaan Arab Saudi – cet. 3 1998 M/1419 H. Rhiyad.

5.  Abu Bakar Al-Jaza'iry – Ilmu Dan Ulama – PUSTAKA AZZAM Jakarta Indonesia.

6.  Dr. Manna bin Khalil Al-Qathan – Tarikh Tasyri'il Islami – Maktabah Wahbah cet. 5 – thn. 2001 M./1422 H.

7.  Al-Imam Ad-Dzahabi – Siyaru A'laminnubala' – jld. 9 – Darul Fikr cet. 1 – thn.  1997 M/1417 H. – Beirut  Libanon.

8.   Abil Fath As-Syahrastani – Al-Milal wan-Nihal – Daar Maktabah al-Mutanabi, cet.2 thn. 1992 M Beirut – Libanon.

9.  Dr. Mani' bin Hammad Al-Jahni – Al-Mausu'ah Al-Muyassarah – Darun Nadwah Al-Aalimiyah lit Tiba'ah wan-Nasyr wat Tauzi' – cet.3 than. 1997 M/1418 H Riyadh.

10. Dr. Ahmad Said Hamdan – Tarikh Dluhurul Bida' fil 'Aqa'id – Idarah Syu'uni at-Ta'limiyah, Ma'had Ali An-Nuur cet. 1 thn. 1420 – Surakarta – Indonesia

11. Dr. Abdul Fattah Sayyid Ahmad – Tasawuf antara Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah – KHALIFA cet. 1 thn, 1420 H./2000 H. Jakarta Indonesia.






[1] Al-Maturidiyah, 1/166-167

[2] Tarikh Dluhurul Bida' fil Aqa'id, 3-6

[3] Al-Maturidiyah 1/167

[4] Qs. An-Nahl, 16 : 35

[5] Tarikh Dluhurul Bida' fil Aqa'id, 6-14

[6] Al-Maturudiyah, 1/172-173

[7] Ta'thil diadopsi dari kata Al-'Athalu, berarti meninggalkan. Yang dimaksud ta'thil di sini adalah meniadakan sifat keuluhiyahan Allah dan mengingkari tegak-Nya dengan Dzat-Nya, atau mengingkari sebagiannya. Ada tiga macam ta'thil ; (1) ta'thilterhadap kesempurnaan Allah Yang Suci dengan menta'thilkan asma' dan shifat-Nya, seperti yang dita'thilkan Jahmiyah dan Mu'tazilah, (2) ta'thil terhadap perbuatan-perbuatan-Nya dengan meninggalkan pengabdian kepada-Nya atau mengabdi kepada selain-Nya, (3) ta'thil terhadap karya yang telah dibuat-Nya seperti kaum Filosof yang mengklaim bahwa segala ciptaan itu ada sejak dulu dan bergerak dengan sendirinya, ini adalah paling bathilnya yang bathil. (Al-Kawasyif al-jaliyyah 'an Ma'anil Washithiyah, 87)

[8] Ia adalah pemimpin besar, ia bernama Abu Hitsam Khalid bin Abdilllah bin Yazid bin Asad bin Kurzi Al-Bajli Al-Qisri Ad-damasqi, ia adalah pemimpinnya orang-orang Iraq, ia wafat pada tahun 126 H (Syarh Aqidah Thahawiyah 2/395)

[9] Dalam keterangan lain Aban bin sam'an. (Al-Kawasyif al-Jaliyah 'an Ma'anil Washithiyah, 77)

[10]  Al-Kawasyif al-Jaliyah 'an Ma'anil Washithiyah, 77

[11] (Syarh Aqidah Thahawiyah 2/395) (Al-Bidayah wan Nihayah 9/284)

[12] Ia adalah Al-Imam yang faqih dalam agama sekaligus Ilmuwan Iraq, ia adalah Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit bin Zautha At-Taimi, Al-Kufi, ia tuannya Taimullah bin Tsa'labah, ia lahir pada tahun ke 80 H. pada masa Sahabat-sahabat kecil, ia pernah melihat Anas bin Malik ketika datang ke Kufah. Ia wafat pada tahun ke 150 H. dalam usia 70 tahun. Ia mempunyai kubah dan masyhad yang besar dan megah di Baghdad (Siyarul Alam Nubala 6/529 – 538.

[13] Al-Maturudiyah, 1/171

[14] Al-Maturudiyah, 1/177-178

[15] Tasawuf antara Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah, hlm. 37

[16] Mereka adalah golongan yang berlebih-lebihan seperti Murji'ah yang dinisbatkan kepada imam mereka, Muhamad bin Karam As-sajastani (255 H) mereka semuanya Mujassimah Hanafiyah dalam masalah furu'.

[17] Mereka adalah golongan yang berlebih-lebihan seperti Murji'ah yang dinisbatkan kepada imam mereka, Muhamad bin Karam As-sajastani (255 H) mereka semuanya Mujassimah Hanafiyah dalam masalah furu'.

[18] Di bawah mereka ada empat tarekat yang telah masyhur diketahui, di antaranya;

Qadariyah, dinisbatkan kepada syaikh imam Abdul Qadir bin Abi Shalih bin Abdillah Al-Jaili Al-Baghdadi Al-Hanbali (561 H) ia berakidah salafi dalam hal sifat, Jusytiyah, dinisbatkan keapda Mu'inudin Hasan bin Al-Hasan As-Sajzi Al-Justi (628 H) perpuratan thariqah ini dengan menyaringkan dzikir, hati mereka terikat dengan syaikh, menetapi puasa, kiyamull lail, menyedikitkan perekataan, makan, tidur dan selainnya dari hal-hal yang bid'ah. Tarekat ini pertama kali diambil oleh penduduk India, sehingga berkembanglah dinegeri itu.

Suhruridiyah, dinisbatkan kepada Abu Hafsh syihabuddin Umar bin Muhamad As-Suhruridi As-syafi'i, ia adalah murid imam Abdul Qadir Zailani (W-632 H)

Naqsyabandiyah, dinisbatkan kepada Khawajah Buha'uddin Muhamad bin Muhamad Al-Bukahari (791 H).

Hululiyah dan Ittihadiyah, keduanya golongan yang berlebih-lebihan yang pengingkarannya menyebabkan kepada kekufuran, sedangkan Hululiyah lebih sedikit kekufurannya dari Ittihadiyah.

[19] Mereka adalah ahlu bid'ah yang membahayakan, mereka menjalani macam-macam khurafat dengan bernadzar untuk penghuni kuburan dan meminta pertolongan kepada mereka, mereka juga meyakini bahwa para nabi dan para wali mengetahui hal-hal gaib, dan mereka membolehkan membangun kubah atau mesjid di atas kuburan. Hanafiyah quburiyah terpecah menjadi dua golongan; (1) Bariluwiyah, mereka adalah Watsaniyah, (2) Kautsariyah, Muhamad Zahid Al-Kautsari Al-Jarkasi (1371 H)

[20] Al-Maturidiyah, 1/172-176.

[21] Tarikh Dluhurul Bida' fil Aqa'id, 18-20

[22] Imam Ahmad bin Hanbal adalah sebaik-baik Imam sekaligus tokoh islam yang jujur. Beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhamad bin Hanbal Ibnu Hilal bin Asad bin Idris bin Abdilah bin Hayan bin Abdilah bin Anas bin Auf bin Qasith Ibnu Mazin bin Syaiban bin Dzuhli bin Tsa'labah bin Ukabah bin Sha'bi bin Ali bin Bakr bin Wa'il Ad-Dzuhli As-Syaibani Al-Marwazi Al-Baghdadi. Imam Ahmad dilahirkan pada bulan Rabi'ul Awal tahun 164 H. beliau berasal dari  keturunan Arab tulen, Ayahnya bernama Muhamad bin Hanbal, ia datang ke Baghdad sebagai imigran yang breasal dari koa Marwa. Imam Ahmad dilahirkan dan besar di kota Bagdad sehingga nama beliau dinisbatkan kepada kota tersebut. Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Beliau adalah Imam yang keempat dari para fuqaha Islam.

Beliau seorang yang berwajah tampan, berperawakan tinggi kurus dan berkulit kecoklatan. Dikenal dengan kezuhudannya, kekuatan hafalannya, kehalusan adabnya dan selalu menjaga kebersihan tubuh dan pakaiannya. Ahmad bin Hanbal telah terbiasa hidup degan kemiskinan, kerana ayahnya hanya meninggalkan sebuah rumah kecil dan tanah yang sempit. Beliau terpaksa melakukan berbagai pekerjaan, seperti; bekerja di tukang jahit, mengambil upah menulis, menenun kain dan kadangkala menjadi kuli angkat barang. Beliau lebih mementingkan makanan yang halal lagi baik dan beliau tidak senang menerima hadiah-hadiah.  

[23] Mu'tazilah; Secara etimologi; Mu'tazilah atau I'tizaal adalah kata yang dalam bahasa Arab menunjukkan kesendirian, kelemahan dan keterputusan. Secara Terminologi Para Ulama; Satu kelompok dari Qadariyah yang menyelisihi pendapat umat Islam dalam permasalahan hukum pelaku dosa besar yang dipimpin oleh Waashil bin Atho' dan Amr bin Ubaid pada zaman Al Hasan Al Bashry. Dan kalau kita melihat kepada definisi secara etimologi dan terminologi didapatkan adanya hubungan yang sangat erat dan kuat, karena kelompok ini berjalan menyelisihi jalannya umat Islam khususnya Ahlus Sunnah dan bersendiri dengan konsep akalnya yang khusus sehingga Akhirnya membuat mereka menjadi lemah, tersembunyi dan terputus.

[24] Al-Bidayah wan Nihayah, 10/283-286.

[25] Qs. An-Nisa, 4:48.

[26] HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih

[27] Tarikh Dluhurul Bida' fil Aqa'id, 23-30

[28] Al-A'raf,7:12

[29] Majmu'atul Fatawa, 3/11.

Seri Fathul Majid

Diposting oleh Ahsanul Huda

SYIRIK MAHABBAH ( KECINTAAN )


I.   Pembagian Cinta


Syeikh Utsaimin membagi macam – macam cinta sebagai berikut :

1.      Cinta ibadah :  cinta semacam ini menuntut untuk ketundukan dan pengagungan, dan hendaknya seseorang dapat tegak dengan hatinya dalam pengagungan yang dicintai dengan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya. Cinta semacam ini hanya khusus bagi Allah saja, maka barangsiapa mencintai selain Allah dengan cintai seperti ini, berarti ia telah melakukan kesyirikan besar. Ada sebagian ulama' menyebut cinta semacam ini dengan mahabbah khashash ( cinta khusus )

2.      cinta selain ibadah pada dasarnya. Dan cinta semacam ini dibagi menjadi beberapa bagian pula, diantaranya :

a.       Cinta ( kepada seseorang ) untuk Allah atau Karena Allah. Misalnya hal ini adalah mencintai para Nabi dan orang – orang sholeh. Seseorang tidak mencintai mereka kecuali karena hanya untuk Allah.

b.      Cinta kasih sayang. Misalnya cinta seorang bapak kepada putranya dan kepada anak kecil atau kaum dhu'afa' dan lain – lain.

c.       Cinta penghormatan. Hal ini seperti cintanya seorang kepada bapak, guru dan lain – lain.

d.      Cinta tabi'at. Seperti seseorang mencintai makanan,baju, tempat tinggal, atau pakaian dan lain – lain.


II.     Hakikat Cinta Orang Mukmin

Allah berfirman ,"

Sesungguhnya barangsiapa yang mencintai selain Allah seperti ia mencintai Allah, maka sesungguhnya ia telah menjadikan hal tersebut tandingan bagi Allah. Dan inilah tandingan dalam kecintaan bukan dalam pencintaan maupun ketuhanan.

Adapun maksud firman Allah ( Adapun orang – orang yang beriman lebih besar cintanya kepada Allah ) mempunyai dua sisi makna :

1.      Orang – orang yang beriman cintanya kepada Allah lebih besar dari pada cintanya orang – orang penyembah tandingan – tandingan terhadap tandingan – tandingan dan tuhan – tuhan yang mereka mencintai dan mengagunkannya selain Allah.

2.      Orang – orang yang beriman lebih besar cintanya kepada Allah dari pada cintanya orang musyrik kepadaNya, karena kecintaan orang mukmin murni, sedangkan cinta orang – orang musyrik telah terbagi dengan tandingan – tandingan mereka. Cinta yang murni lebih kuat dari pada yang terbagi – bagi.

Ada yang mengatakan bahwa makna firman Allah     adalah sebagai berikut :

3.      Orang musyrik mencintai tandingan – tandingan sebagaimana mereka mencintai Allah.

4.      Mereka orang musyrik mencintai tandingan – tandingan tersebut sebagaimana orang –orang mukmin mencintai Allah.

Inilah hakekat cinta orang – orang yang beriman, bahwa cinta mereka kepada Allah melebihi segala –segalanya. Hal ini tentunya berbeda dengan orang – orang musyrik, mereka menyamakan cintanya kepada Allah dengan cintanya kepada berhala atau melebihkan cintanya terhadap berhala dari pada cinta kepada Nya, atau bahkan tidak mencintai Allah sama sekali, mereka hanya mencintai berhala – berhala mereka.

Berkata Yahya bin Mu'adz, " hakikat cinta kepada Allah ialah, tidak bertambah cinta dengan bertambah kebaikan yang diterima, dan tidak berkurang karena kekasaran yang diterima.

III.      Ancaman bagi Orang Yang Melebihkan Cinta Kepada Selain Allah Dan RasulNya


Sesungguhnya orang – orang yang beriman lebih mencintai Allah dari pada selain Nya, baik dalam bentuk cinta ibadah ataupun cinta di luar ibadah. Misalnya cinta terhadap anak. Karena barangsiapa yang anak dan keluarganya menghalanginya dalam ketaatan kepada Allah, maka berarti ia telah mencintainya melebihi cintanya kepada Allah.

           Berikut akibat – akibat bagi yang mengutamakan cintanya kepada selain Allah :

1.      Terjurumus dalam kesyirikan besar, firman Allah, "

2.      Mendapat ancaman dari Allah

3.      mengurangi kesempurnaan iman.

Adapun alasan melebihkan cinta kepada Rasul atau seluruh makhluk adalah :

a.  karena Beliau adalah utusan Allah. Ketika engkau mencintai Allah lebih dari segalanya, maka hendaklah engkau mencintai utusan Nya lebih dari pada cintamu terhadap seluruh makhluk.

b.  Beliau tegak dengan ibadah kepada Allah dan menyampaikan risalahNya kepada manusia.

c.  Karena Allah telah menganugrahkan kepada beliau akhlaq dan amal perbuatan yang bijak.

d.  Karena Beliau merupakan sebab pentunjuk atas orang beriman.


I.    Cara – Cara Menumbuhkan Cinta Kepada Allah

Syeihkul islam  menyebutkan, bahwa sebab – sebab yang dapat mendatangkan kecintaan kepadaNya ada sepuluh macam :

1.  Membaca Al Qur’an dengan menghayarti dan memahami arti dan apa yang dapat dimaksudkannya.

2.  Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan amalan sunnah setelah melakukan amalan fardhu.

3. selalu berdzikir pada setiap waktu, dengan lisan, hati, perbuatan, dan perilaku. Maka kecintaan Allah kepadanya sebesar kecintaannya kepada Allah.

4. Mendahulukan apa yang dicintai Allah atas apa yang disenangi dirinya sendiri pada saat hawa nafsu menguasai.

5. Membiasakan hati untuk selalu memahami, menghayati nama – nama dan sifat- sifat Nya, juga selalu menghadirkan diri dalam masalah pengetahuan ini.

6. Selalu mengakui dan bersyukur atas kebaikan dan nikmat – nikmat Nya, baik yang dhahir maupun yang batin.

7.  Merendahkan hati dihadapan Nya.

8.  Berkhalwat waktu turunnya sang Rabb dan membaca kitabnya kemudian menutupnya dengan beristighar dan bertaubat.

9.  Berkumpul bersama orang – orang yang cinta Allah dengan kejujuran selalu mengambil hikmah dari perkataan mereka. tidak berbicara kecuali dngan perkataan yang membawa maslahat dan yang diyakininya dapat peningkatan dirinya dan dapat mendatangkan manfaat bagi orang lain.

10.  Menjauhi segala sebab yang dapat menghalangi antara hati dan Allah .

Maka dengan sepuluh sarana ini, orang – orang mencintai Allah akan sampai pada derajat kecintaan yang paling tinggi dan dapat masuk mendekat keharibaan Allah yang menjadi tumpuan cintanya.


II.     Tuntutan – Tuntutan dan Ciri – Ciri Orang Yang Mencintai Allah

Mencintai Allah bukan hanya sekedar ucapan lisan tanpa diikuti dengan realita amal, karena orang – orang yang mencintai Allah mempunyai ciri – ciri khusus, sebagaimana disebutkan dalam ayat dan hadits. Ciri – ciri mereka sebagai berikut :

1.      Mencintai Rasulullah dan menerima pasrah dan mengikuti semua yang Beliau bawa.

2.      Bersikap lemah lembut terhadap orang – orang mukmin.

3.      Bersikap keras terhadap orang – orang kafir.

4.      Senantiasa berjihad di jalan Allah dengan jiwa, tangan, harta, dan lisan.

5.      Mereka dalam urusan Allah tidak memperdulikan celaan orang yang mencela.

Keempat syarat terakhir terhimpun dalam firman Allah

III.     Buah Bagi Orang Yang Melebihkan Cintanya Kepada Allah dan RasulNya


1.      Selamat dari kesyirikan mahabbah.

2.      Mendapat kesempurnaan iman.

3.      Selamat dari ancaman Allah berupa adzab.

4.      Mendapatkan manisnya iman.

5.      Mendapat perwalian dari Allah.

IV.     Larangan Berwali Dan Bersikap Lemah Lembut Terhadap Orang –Orang Kafir

Bersabda Rasulullah, “ Ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah

Sesungguhnya termasuk ciri – ciri orang yang mencintai Allah adalah bersikap lemah lembut terhadap orang – orang mukmin dan bersikap keras terhadap orang – orrang kafir, ini adalah sebagaimana disebutkan dalam surah Al Maidah : 54

Adapun dalil – dalil yang melarang berwali dan bersikap lemah lembut terhadap orang – orang kafir adalah sebagai berikut :

Berkata Hudzaifah, “ hendaknya kalian takut menjadi seorang yahudi atau nashrani, sedang ia tidak merasa, hal ini karena firman Allah

Bahkan dalam ayat yang lain Allah memerintahkan untuk memerangi mereka, serta bersikap keras terhadap mereka,

Syeikh Sulaiman menyebutkan beberapa perbuatan yang dilarang dilakukan terhadap orang –orang kafir :

1.  Berwala’ kepada mereka secara  umum ( mengambil mereka sebagai penolong atau kerabat karib )

2.  Kasih sayang dan kecintaan secara khusus.

3.  Cenderung sedikit kepada mereka.

4.  Mudahanah ( cari muka dengan bersikap lembut )

5.  Menaati yang mereka katakan dan tunjukkan.

6.  Berdekatan dengan mereka karena sebab ( sama – sama ) duduk di pemerintahan islam.

7.  Bermusyawarah dengan mereka.

8.  Melibatkan mereka dengan urusan kaum muslimin, seperti sekretaris dan lain lain.

9.  Menjadikan mereka teman khusus ( bithanah )

10.  Duduk – duduk dengan mereka atau berkunjung kepada mereka.

11.  Bermuka manis dan cerah terhadap mereka.

12.  Menghormati mereka secara umum

13.  Meminta jaminan keamanan.

14.  Tolong – menolong dengan mereka.

15.  Nasehat - menasehati dengan mereka .

16.  Mengikuti keinginan mereka.

17.  Bersahabat dan bermu’asyarah dengan mereka.

18.  Ridha dengan perbuatan mereka, serta meniru mereka.

19.  Menyebut mereka dengan nama keagungan, seperti sayyid ( tuan ) untuk masing poin di atas disebutkan dalil oleh beliau Syeikh Sulaiman, baik di awal pembahasannya

            Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

ومن الناس من يتخذ من دون الله أندادا يحبونهم كحب الله

Artinya : "Dan Diantara kamu ada yang menjadikan tandingan selain Allah yang mereka mncintainya sebgaimana merka mencintai Allah"

             Mencintai Allah adalah pokok ajaran islam

· Sesungguhnya orang yang mencintai sesuatu selain sebagaimana dia mencintai Allah,maka dia telah menjadikan selain Allah.
·  Tentang taqdir ayat   والذي أمنوا أشد حب الله

1.  Orang – orang beriman lebih besar kecintaannya kepada Allah dari pada kecintaan orang – orang yang menjadikan tandingan untuk Allah.

2.  Kecintaan orang yang beriman ikhlas ( murni ) sedangkan kecintaan orang yang mnjadikan tandingan bagi Allah adalah akan hilang.

· Dalam ayat mahabbah   قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله  mengisyaratkan akan adanya bukti kecintaan,buah,dan faedahnya.

·  Tanda atau bukti kecintaan kita kepada Allah adalah mengikuti sunah rasul Shallallahu alaihi wa sallam

·  Sedangkan buah dari mahabbah itu adalah kecintaan dari yang telah mengutus rasul yaitu Allah.

·  Alamat /tanda benarnya cinta : sebagaimana yang terdapat dalam surat Al Maidah : 54

1. Lemah dan lembut terhadap orang – orang mukmin

2.  Keras terhadap orang kafir

3.  Bejihad di jalan Allah dengan jiwa,tangan,harta,dan lisan

4.  Tidak takut terhadap celaan orang – orang yang mencela
 
Sepuluh sebab yang mendatangkan kecintaan kepada Allah

1.  Membaca Al Qur'an dengan mentadaburinya dan memahaminya

2.  Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan sunh setelah amalan – amalan wajibnya terlaksana.

3.  Senantiasa mengingat Allah dalam setiap keadaan dengan hat,lisanmdan amal.

4.  Mengutamakan kecintaan kepada Allah di atas kecintaanmu ketika kuatnya hawa nafsu

5.  Muthola'atul qulub terhadap asmaNya dan sifatNya.

6.  Menyaksikan kebaikannya dan karuniaNya yang nampak dan yang batin.

8.  Berkhalwat pada waktu turunmya Allah ke langit dunia dan membaca kitabNya,kemudian menutupnya dengan istighfar dan taubat.

9.   Bermajlis dengan orang yang jatuh cinta dengan benar.

10.  Menjauhi sebab – sebab yang menjauhkan antara cinta hati dan cinta Allah Azza Wa  Jalla.

·  Allah subhanu wa ta'ala berfirman surat At Taubah ayat 24

·  Al 'Imad Ibnu Katsir : Apabila kedelapan hal yang terdapat dalam surat At Taubah ayat 24 lebih kamu cintai dari pada Allah dan RasulNya serta jihad  di jalan Allah Maka tunggulah apa yang kalian dapatkan dari siksaNya.

·  Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma berkata : saya mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إذا تبيعتم بالعينة وأخذتم أذنب البقر ورضيتم بالزرع و تركتم الجهاد سلط الله عليكم ذلا لا ينزعه عنكم حتى تراجعوا دينكم

             Maka harus mengutamakan segala apa saja yang dicintai Allah dari hambaNya dan apa yang dia inginkan.Maka wajibmencintai apa yang dicintai oleh Allah dan membenci dan memusuhi karena Allah dan mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

·   Dari Anas Radhiyallahu anhu : Bahwa Rasulullah bersabda :

لايؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من ولده ووا لده و الناس أجمعين ( أخرجه البخاري و مسلم )

·   Maksudnya tidak sempurna keimanan seseorang hamba sehingga ia menjadikan Rasul lebih ia cintai dari pada bapaknya,anakya,dan manusia smuanya bahkan lebih ia cintai dari pada dirinya endiri sbagaiman dalam sebuah hadits disbutkan bahwa Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu berkata : " Wahai Rasulullah sungguh kamu lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku ".Maka Beliau bersabda : " Demi dzat yang jiwaku berada di tanganNya,sesunguhnya engkau sekarang lebih aku cintai dari pada diriku sendiri". Maka beliau bersabda : " Sekarang wahai Umar".

Maka barangsiapa yang mengaku mncintai nabi tanpa mengikuti sunnah – sunnahnya dan mengutamakan perkataan di atas perkataan orang lain maka dia telah dusta.Allah berfirman :

ويقولون أمنا بالله وبالرسول وأطعنا ثم يتولى فريق منهم كم بعد ذلك وما أولئك بالمؤمنين  ( النور : 47 )

Secara umum manusia apabila mereka telah masuk islam ssesudah kekafiran atau dilahirkan dalam keadaan islam kemudian beriltizam kepada syari'at – syari'atNya,maka mereka termasuk golongan orang – orang yang taat kepada Allah dan rasulNya

Diantara bentuk cinta kepada Allah yaitu cinta kepada ahlu tho'at seperti mencintai para Nabi,para Nabi,dan orang – orang sholeh.

Tiga perkara yang apabila terdapat diri seseorang maka ia akan mendapat ]kan manisnya iman yaitu :

1.  Hendaknya menjadikan Allah dan RasulNya lebih ia cintai dari selain keduanya

2.  Hendaklah apabila mencinati seseorang ia tidak mencintainya kecuali mencintai karena Allah>

3.  Hendaknya seseorang benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya dari akan dilemparkan ke dalam neraka.

Barangsiapa mencintai seseorang karena Alah,membenci karena Allah,mencintai dan menolong karena Allah,memusuhi ahlu maksiat karena Allah,maka ia berhaq mendapatkan cinta dan pertolongan Allah.

Ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.