KRONOLOGI MUNCULNYA KEBID'AHAN DALAM AQIDAH

Diposting oleh Ahsanul Huda Senin, 24 Mei 2010

Oleh : Taqiyudin Al-Hazmi


KONDISI MASYARAKAT ARAB KETIKA MUHAMAD SAW. DIUTUS SEHINGGA MENJADI UMAT YANG SATU


( PERIODE PERTAMA : 0 – 37 HIJRIYAH )


Allah Ta'ala mengutus Muhamad n sebagai nabi dan rasul penutup, beliau diutus kepada bangsa Arab yang ketika itu terbagi menjadi dua kelompok ;

1.      Sebagian mereka masih berpegang dengan kitab terdahulu yang sudah mengalami distorsi.
2.      Sebagian mereka ada dalam kebodohan dan keterbelakangan. Mereka berada dalam keadaan buta huruf, baik dari bahasa Arab atau non-Arab, mereka menyembah apa yang mereka anggap baik dan dapat memberi manfaat, seperti bintang, berhala, kuburan, patung dan yang semisalnya.

Masyarakat pada umumnya ketika itu benar-benar dalam keadaan bodoh, sehingga perkataan yang bodoh mereka anggap sebuah ilmu, dan perbuatan yang buruk mereka anggap baik.

Kemudian Allah menunjuki mereka dengan kenabian Muhamad n dan dengan apa yang beliau bawa berupa keterangan dan petunjuk. Allah mengutus Rasulullah agar mereka membuka mata-mata yang telah buta, telinga-telinga yang telah tuli dan hati yang telah terkunci, lalu menghimpun mereka di atas agama yang lurus, agama tauhid, millah Islam, setelah sekian lama mereka bercerai berai di atas  permusuhan yang dahsyat, lalu Allah melembutkan hati mereka dengan nikmatnya persaudaraan. Patung-patung dan berhala yang mereka sembah selain Allah telah dihancurkan, sehingga murnilah agama itu hanyalah milik Allah.[1]

Ketika Al-Qur'an turun selama duapuluh tiga tahun kepada Rasulullah, kemudian beliau menyampaikannya kepada para sahabat, mereka mau mendengarkan, memahami maknanya, mengimani dan beramal dengan apa yang telah disyariatkan itu.

Mereka sangat memahami apa yang disampaikan oleh Rasulullah, mereka selalu bertanya dan meminta penjelasan tentang apa yang tidak diketahui, Ibnu Abbas mengatakan, sebaik-baik generasi adalah para sahabat, mereka tidak bertanya kepada Rasulullah sampai beliau wafat kecuali tigabelas pertanyaan, semuanya terdapat di dalam Al-Qur'an, diantaranya ; mereka bertanya tentang Haidh, Syahrul Haram, Anak Yatim dan yang lainnya.

Para sahabat berada pada akidah yang satu karena mereka mendapati masa turunnya wahyu, sehinga mereka tidak pernah berselisih tentang Asma' Sifat dan Perbuatan Allah, mereka hanya berselisih tentang masalah hukum syara saja.

Para sahabat pernah terperangkap dalam masalah qadar pada masa Rasulullah, tapi kemudian mereka tidak mengulanginya. Bahkan mereka membantah dan berpaling dari pendapat Qadariyah dengan kebid'ahan mereka.

Atau ketika Shabigh bin Asal yang bertanya tentang ayat mutasyabihat di dalam Al-Qur'an, lalu Umar mengetahuinya dan memukulnya sehingga ia bertaubat.

Maka telah jelas, pada periode ini akidah umat telah bersih dari kebid'ahan dan penyimpangan.[2]

Kesesatan dan kesyirikan kepada Allah Ta'ala telah sirna, maka berkibarlah panji tauhid di korta-kota dan desa-desa, gunung serta lembah-lembah, sehingga  masuklah manusia kedalam agama Allah dengan berbondong-bondong.

Kemudian Allah menyempurnakan nabi-Nya sehingga Islam berada di front yang paling depan dengan kemenangan yang sempurna, dan menampakkan agama-Nya seutuhnya, sehingga meluaslah bumi yang telah dimenangkan Islam dengan kekuatan, baik di timur atau pun di barat.

Setelah Rasulullah wafat kekhilafahan pertama dipegang oleh Abu Bakar As-Shidiq, dan kekhalifahan kedua dipegang oleh Umar bin Khathab Al-Faruq, semakin lama kekuatan Islam semakin kokoh, tak ada kekuatan lain yang dapat mengalahkannya, jadilah Islam sebagai pemerintahan yang besar dengan dua kekuatan dari dua kota, Paris dan Romawi,[3] Setelah pemerintahan Umar berakhhir, datanglah Utsman menggantikan Umar bin Khathab. Utsman berhasil memenangkan negeri-negeri timur dan barat. Sebelumnya di negeri-negeri itu telah tersebar fitnah, maka atas kepemimpinan Utsman kaum Muslimin berhasil menepisnya karena keikhlasan mereka dengan kepemimpinan Utsman, tapi ada sebagian dari para sahabat yang tidak menerima kepemimpinannya, diantaranya Mu'awiyah.

AWAL MUNCULNYA FITNAH DAN PERPECAHAN


PERIODE KEDUA : 37 – 100

Periode ini dimulai sejak pertengahan pemerintahan Ali r.a. pada periode inilah mulai bermunculan para pencetus kebid'ahan, kebid'ahan yang muncul diantaranya ;

1.      Khawarij

Kelompok ini muncul pada tahun 37 H. mereka benci jika pemerintahan dipegang oleh Ali, dan mereka lebih memilih Mu'awiyah. Mereka menghukumi orang yang melakukan dosa besar telah kafir dan halal darahnya.

2.      Syi'ah

Awalnya kelompok ini bersikap adil, dengan mendahulukan Ali atas Utsman dalam pemerintahan tanpa mencela dan men-jarh khalifah sebelumnya. Kemudian muncullah seorang Yahudi penduduk Hirah bernama Abdullah bin Saba, ia juga disebut Ibnu Sauda', ia mendakwahkan Islam dengan pengklaiman mencintai Ahlul Bait dan berlebih-lebihan terhadap Ali r.a., ia juga mengklaim, kekhilafahan itu telah diwashiatkan kepada Ali sehingga ia mengangkatnya kepada pengkultusan.

3.      Qadariyah

Kelompok semacam ini telah muncul sebelum Islam, seperti yang pernah dilakukan oleh Musyrikin Quraisy, Allah Ta'ala berfirman :

"Dan berkatalah orang-orang musyrik: "Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apapun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatupun tanpa (izin)-Nya". Demikianlah yang diperbuat orang-orang sebelum mereka; maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang."[4]

Pembicaraan tentang qadar tidak muncul kecuali setelah sekitar pertengahan genarasi pertama yang dimunculkan oleh Ma'bad Al-Juhni, ia telah mengadopsinya dari seorang Nasrani bernama Susan, lalu lalu Ghailan mengadopsinya dari Ma'bad.

Kebid'ahan Qadariyah adalah ; (1) mengingkari ilmu Allah yang telah lalu dari yang baru, (2) seorang hambalah yang mewujudkan perbuatan dirinya.

4.      Murji'ah

Murji'ah adalah orang yang mengakhirkan perbuatan dari keimanan tanpa memperhatikan tambahan dan pengurangannya, kelompok ini tidak mengkategorikan amalan sebagai iman, mereka muncul sebagai sikap penolakan terhadap pengkafiran kelompok Khawarij. Orang yang pertamakali mengatakannya adalah Al-Hasan bin Muhamad bin Al-Hanafiyah yang tewas pada tahun 99 H.[5] kelompok ini terbagi menjadi empat golongan;

1.      Murji'ah Jahmiyah, mereka adalah orang-orang yang sangat berlebih-lebihan, dan Iman menurut mereka adalah; pengetahuan dengan hati saja, walaupun kekufuran telah nampak dari mulutnya, adapun setan, Fir'aun, Qarun, Haman dan semisal mereka, telah beriman menurut mereka.

2.      Murji'ah Karamiyah, mereka juga telah berlebih-lebihan, iman menurut mereka; pengakuan dengan lisan saja, sedangkan Munafik menurut mereka telah beriman dalam agama, tapi mereka akan kekal di neraka di akhirat nanti.

3.      Murji'ah Maturidiyah Asy'ariyah, mereka juga termasuk yang bnerlebih-lebihan, iman menurut mereka; pembenaran dalam hati saja, adapun pengikraran degan lisan dan perbuatan itu bukan sarat, dan tidak ada pembagiannya, akan tetapi pengikraran dengan lisan merupakan sarat untuk pelaksanaan hukum duniawi saja, dan barang siapa yang membenarkan dengan hatinya tapi tidak mengikrarkan dengan lisannya maka dia adalah seorang muslim yang selamat di hadapan Allah.

4.      Murji'ah Fuqaha, mereka menyerupai para imam seperti ; Abu Hanifah, sahabatnya dan  At-Thahawi, iman menurut mereka ; pembenaran dengan hati dan pengikraran dengan lisan sedangkan amalan berada di luar iman, keterbelakangan mereka lebih rendah.[6]


PERIODE KETIGA : 100 – 150

          Pada permualaan abad kedua ini muncullah empat pencetus kebid'ahan, mereka adalah :

1.       Washil bin Atha (131 H), ia adalh pendiri kelompok Mu'tazilah, ia memunculkan dua macam kebid'ahan, (1) menghukumi orang yang melakukan dosa besar berada di antara dua posisi, yang bukan muslim bukan pula kafir, (2) mereka telah mencela para sahabat sehingga tidak menerima persaksian seorang pun dari mereka.

2.       Ja'd bin Dirham (124 H), ia adalah orang pertama kali yang mengatakan Al-Qur'an makhluk, mereka mengingkari bahwa Allah berbicara dan Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Ia juga orang yang pertama kali bicara tentang sifat Allah dan mengingkarinya.

Ja'd bin Dirham hidup di masa Tabi'in, ia tinggal di negeri Syam, ia adalah orang yang pertama kali mencetuskan ta'til[7] di dalam Islam, ia mengatakan Al-Qur'an makhluk, ia seorang yang membuat kebid'ahan yang sesat, ia mengklaim bahwa Allah tidak menjadikan nabi Ibrahim sebagai kekasih dan Dia tidak berbicara kepada nabi Musa, karenanya ia dibunuh dengan disembelih oleh Khalid bin Abdullah Al-Kisri[8] di Irak pada hari Nahr, sebelum melakukan eksekusi Khalid berpidato seusai shalat Iedul Adha di depan orang banyak dan mengatakan, "Wahai sekalian manusia sembelihlah hewan kurban kalian, semoga Allah menerima sembelihan kalian, sementara aku akan menyembelih Al-Ja'd bin Dirham, karena dia telah mengklaim bahwa Allah f tidak menjadikan Ibrahim sebagai khalil-Nya dan Allah tidak mengajak Nabi Musa berbicara, Mahatinggi Allah dari yang dikatakan Ja'd bin Dirham," kemudian Khalid turun dari mimbarnya dan menyembelih Ja'd di dekat mimbarnya dengan tangannya sendiri, peristiwa itu terjadi pada tahun 124 Hijriyah berdekatan dengan hari penyaliban Hisyam ibnu Abdil Malik di Damaskus karena kasus yang serupa.

Pengadopsian Kebid'ahan Ja'd bin Dirham


Ibnu Asakir menyebutkan, Ja'd mengadopsi kebid'ahan itu dari Bayan[9] bin Sam'an, Bayan mengadopsinya dari Thalut, anak perempuannya Lubaid ibnu A'sham, ia telah menikahkan puterinya dengan Ibnu Sam'an, dan Lubaid bin A'sham mengadopsinya dari seorang penyihir Yahudi dari Yaman, ia adalah orang yang telah menyihir Rasulullah n. Kemudian Ja'd bin Dirham mengajari Marwan al-Himar, Khalifah terakhir Bani Umayah, sehingga ia disebut Marwan Al-Ja'di sebagai penisbatan kepadanya, Ja'd juga guru dari Jahm bin Shafwan.

Ja'd pernah tinggal di negeri Hiran, di sana ia hidup bersama di kalangan Shabi'ah dan para Filosof yang mewarisi agama penduduk Namrudz, Namrudz adalah seorang raja dari kalangan Shabi'ah Kildaniyah, mereka adalah orang-orang musyrik, praktik kesyirikan di kalangan Shabi'ah hanya sedikit, sedangkan ulama mereka adalah dari kalangan Filosof, jadi Ja'd juga mengadopsi ajarannya dari kelompok Shabi'ah dan Filosof, dari sini berarti Ja'd telah mengadopsi ajarannya dari Yahudi Shabi'ah yang Musyrik.[10]

Sesudah peristiwa pengekeksekusian Ja'd bin Dirham, kebid'ahan dan kesesatan tidak terdengar lagi beberapa waktu. Hingga kemudian marak kembali melalui tangan Al-Jahm bin Shafwan yang mengoleksi bid'ah dan kesesatan generasi pendahulunya serta menambah bid'ah baru, orang yang mengikutinya dinisbatkan dengan kelompok Jahmiyah yang mereka mengatakan, "Sesungguhnya Allah bersama Dzat-Nya di mana pun Dia berada", Mahatinggi Allah dari perkataan mereka.[11]

3.       Jahm bin Shafwan (128 H), ia membangun pemikiran Ja'd bin Dirham dalam persepsi Al-Qur'an sebagai makhluk, lalu ia menambahi kebid'ahan lain, diantaranya; (1) mereka mengkalim, manusia tidak mampu melakukan seseuatu, ia hanya dipaksa oleh perbuatannya sendiri, (2) mereka mengatakan, iman adalah pengetahuan tentang Allah Ta'ala saja, dan kekufuran hanyalah klarena kebodohan saja, (3) mereka mengatakan, sorga dan neraka itu adalah fana, (4) mereka mengatakan, ilmu Allah itu adalah baru, Dia tidak mengetahui sesuatu sebelum diciptakan.

 4.       Muqatil bin Sulaiman (150 H), ia menetapkan sifat Allah secara berlebihan dengan pengingkaran Jahm terhadap sifat Allah, sehingga ia menyerupakan. Ia mengadopsi pemikiran itu dari Yahudi dan Nasrani tentang ilmu Al-Qur'an yang sesuai dengan kitab mereka yang menyerupakan Rabb dengan makhluk, itu adalah suatu kedustaan dalam hadits.
 
Terpengaruhinya pemikiran Imam Abu Hanifah

Pada periode inilah pemikiran Imam Abu Hanifah terpengaruhi oleh pemikiran mereka, sehingga beliau mengatakan kebid'ahan itu. Imam Abu Hanifah[12] pernah mengatakkan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk, tapi kemudian bertaubat dan kembali kepada keyakinan Ahlus Sunnah dan istiqamah dengan keyakinan itu.[13]

Sebab-Sebab Terpengaruhinya Pemikiran Abu Hanifah

Pertama; Imam Abu Hanifah terlalu mengurusi dan mendalami ilmu skolastika, sehingga anak laki-lakinya mengisyaratkan kepadanya, maka Allah mengembalikannya dari ilmu itu sehingga beliau mencelanya, sedangkan pengikutnya makin terjerumus kedalam ilmu itu.

Kedua; banyak kalangan Hanafiyah dari para pembesar dan pemimpin-pemimpin, hingga mengakuinya Maturidiyah, bahkan Kautsariyah, sehingga banyak orang yang tertipu karena mereka, sehingga pasar-pasar menjadi ramai, dan karenanya merambatlah penyimpangan Jahmiyah ke tubuh Maturidiyah dan sahabat-sahabat mereka dari kalangan Asy'ariyah.

Ketiga; Abu Hanifah lebih sedikit mempelajari Hadits, dan lebih banyak mempelajari Qiyas, pendapat, perhatian dalam pengambilan hukum, dengan berbagai penelitian tanpa menyertakan hadits atau atsar, maka dari itu ia di beri laqab Ahlu Ra'yi.[14]

 Pada periode ini pula telah muncul benih-benih tasawuf. Kecenderungan kelompok ini sangat kuat terhadap perilaku zuhud dan yang menguasai deunia Islam ketika itu. Ketika itu, zuhud masih bernafaskan Islam murni, jauh dari pengaruh ajaran luar Islam.[15]


PERIODE KEEMPAT : 150 – 234

Pada periode ini tidak ada kebid'ahan baru, hanya saja kebid'ahan yang satu bercampur dengan kebid'ahan yang lain dari empat golongan, (1) Khawarij, (2) Syi'ah, (3) Mu'tazilah, dan (4) Murji'ah.

Kelompok Syi'ah mengadopsi kebid'ahannya dari kelompok Mujassimah, Mu'tazilah mengadopsi Qadariyah dan sebagian dari Jahmiyah, Jabariyah memasuki Murji'ah dan kelompok lainnya.


Penyimpangan Dan Perpecahan Kalangan Hanafiyah


Banyak dari kalangan Hanafiyah yang tidak berjalan diatas jalan yang ditempuh oleh beliau, sehingga akidah yang batil merasuk di antara mereka dalam waktu yang singkat, maka rusaklah dakwah mereka, dengan pengingkaran, di antara pembesar-pembesar Ahlul bida' wal Ahwa, hingga nampaklah perpecahan di antara mereka, di antaranya;


1.      Hanafiyah Jahmiyah                           6. Hanafiyah Karamiyah Musyabihah[16]


2.      Hanafiyah Mu'tazilah                          7. Hanafiyah Karamiyah Musyabihah[17]


3.      Hanafiyah Murji'ah                             8. Hanafiyah Muraisiyah


4.      Hanafiyah Syi'ah                                 9. Hanafiyah shufiyah atau Maushufah[18]


5.      Hanafiyah Zaidiyah                            10. Hanafiyah Quburiyah[19]


                                                                  11. Hanafiyah Maturidiyah.[20]


Di masa inilah kelompok Mu'tazilah makin mengepakkan sayapnya, dengan mempelajari dan menelaah kitab-kitab filsafat Yunani yang telah diterjemahkan di masa pemerintahan Al-Ma'mun (198 – 218 H), sehingga tercampurlah pemahaman antara Mu'tazilah dan dengan ilmu Skolastik. Diantara pemahaman yang muncul dalam kitab filsafat yang tercampur dengan Mu'tazilah diantaranya ;

1. Pengklaiman, Allah tidak mempunyai sifat Al-Qudrah dalam kejahatan dan maksiat dan pensifatan lain yang menganggap Allah itu  lemah,

2.  Pengingkaran kemukjizatan Al-Qur'an dan mukjizat yang dimiliki oleh Rasulullah,

3.  Mereka mencela para sahabat Rasulullah.[21]

Dari kalagan mereka ada dua tokoh Ashabun Nidzam yang menela'ah kitab-kitab filsafat, keduanya adalah Ahmad bin Khabith dan Al-Fadhil Al-Haditsi, madzhab An-Nidzam bergerak dengan tiga bid'ah, yaitu ;

1.      Menetapkan hukum ketuhanan terhadap Isa Al-Masih,

2.      Tentang penitisan ruh,

3.      Pemahaman terhadap keterangan tentang pandangan terhadap Allah dengan pandangan akal.

Kelompok Mu'tazilah bergerak pada periode ini dengan pembahasan dan pendalaman serta diskusi, baik tentang masalah ringan atau berbobot dengan teoritis logika dan mencampurinya dengan teoritis filsafat Yunani.

Pada Masa Imam Ahmad Bin Hanbal

Pada periode ini pula Imam Ahmad bin Hanbal[22] hidup, tepatnya pada masa pemerintahan Al-Ma'mun, mereka memandang bahwa Al-Quran adalah makhluk. Pendirian ini begitu kuatnya di kalangan pemerintahan, sehingga siapa saja yang berani menentang pemerintah pasti akan mendapat siksaan.

Sebelum Al-Ma'mun ini, pada pemerintahan Harun Al-Rasyid, ada seorang tokoh bernama Basyar Al-Murisi, ia mengadopsi idiologi dari Ja'd bin Dirham dengan pandangannya bahwa Al-Quran adalah makhluk. Khalifah Harun Al-Rasyid tidak mau menerima pendapat tersebut, bahkan ia akan menghukum siapa saja yang mengikuti pandangan bid'ah itu, kerana ancaman itu akhirnya Basyar melarikan diri dari Baghdad.

Khalifah Harun Al-Rasyid pernah berkata: “Jika aku diberi umur panjang lalu aku dapat mengangkap Basyar, aku akan bunuh dia dengan cara yang belum pernah aku lakukan kepada yang lainnya”. Selama 20 tahun lamanya Basyar menyembunyikan diri dari kekuasaan Khalifah.

Tetapi setelah Khalifah Harun Al-Rasyid meninggal dunia, kemudian diganti oleh puteranya bernama Al-Amin, barulah Basyar keluar dari persembunyiannya dan kembali menyebarkan pendapatnya itu. Sedangkan Al-Amin sependirian dengan ayahnya yang tidak setuju dengan pendapat tersebut. Ia mengancam berat terhadap orang yang mengatakan Al-Quran makhluk.

Lalu kepemimpinan dikuasai oleh saudara Al-Amin bernama Al-Ma'mun. Pada masa pemerintahan inilah pendapat tentang Al-Quran makhluk mulai diterima. Al-Ma'mun telah terpengaruh dan ikut berpendapat demikian. Pernah suatu kali Al-Ma'mun mengadakan pertemuan dianatara para tokoh untuk membincangkan permasalahan itu, tapi mereka tetap kukuh dalam pendirian menyimpang itu dan Al-Ma'mun mengharapkan supaya pendapat itu diterima orang ramai.

Al-Ma'mun telah dikuasai oleh golongan Mu'tazilah[23] yang mencoba menyimpangkannya dari pemikiran yang benar, yang telah dipertahankan oleh para khalifah sebelumnya, baik dari kalangan bani Umayah ataupun bani Abasiyah, dari mereka tidak ada yang menyimpang dari manhaj Ahlus Sunah.

Karena keberaniannya dalam menampakkan pemahaman Ahlus Sunnah, dengan menggenggam bara api Al-Qur'an kalamullah, bukan makhluk, beliau mendapatkan julukan Imam Ahlus Sunah..[24]


PENYEBAB UTAMA KEBID'AH DAN PENYIMPANGAN

1.      Berlebih-Lebihan (Ghuluw)

Sikap ini telah dilakukan oleh kelompok Khawarij, mereka berlebih-lebihan memahami ayat-ayat ancaman dan berpaling dari ayat-ayat pengharapan dan janji ampunan dan taubat seperti firman Allah :

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. [25]

Dan seperti sabda Rasulullah saw. yang beliau beriatakan dari Rabbnya, dari Anas r.a beliau bersabda :


يَابنَ آدم إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لاَ تُشْرِكَ بِي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً.

Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula”.[26]

Begitu juga kelompok lain, seperti Syi'ah yang dipelopori oleh Abdullah bin Saba, orang yang pertama kali mengibarkan bendera itu dengan menuhankan Ali r.a.

2.      Menolak Bid'ah Dengan Bid'ah Yang Semisalnya Atau Lebih Buruk Darinya

Sepeti yang dilakukan oleh kelompok Murjio'ah, Mu'tazilah, Musyabihah dan Jahmiyah.

Kelompok Musyabihan menolak sikap kelompok Jahmiyah yang menta'tilkan sifat-sifat Allah yang dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, lalu bangkitlah Muqatil bin Sulaiman untuk menolaknya, dengan menetapkan sifat-sifat Allah hingga berhenti pada penyeruapaan Allah dengan makhluknya.

Sedangkan kelompok Qadariyah membuat kebid'ahan bahwa setiap hambalah yang menciptakan perbuatannya, bukan Allah Ta'ala, kemudian datanglah Jahm bin Shafwan sebagai pengusung bendera Jahmiyah hendak menolak  kebid'ahan itu dengan memutar balik total ketetapan itu, ia mengatakan, Allah itu Yang menciptakan segala yang ada, sedangkan setiap hamba dipaksa untuk melakukan perbuatannya, ia tidak mempunyai kekuatan untuk menolak dan berikhtiar. Mereka hendak menolak kebid'ahan, tapi dengan kebid'ahan lain sehingga makin besarlah kerusakan yang muncul darinya.

3.      Mengikuti Agama Lain

Sikap mengikuti pengusung-pengusung agama dan madzhab lain dalam bidang akidah yang terpecah belah dan agama yang menyimpang lalu mengikutinya, telah ditempuh oleh beberapa kelompok, seperti; Syi'ah Qadariyah dan Jahmiyah.

Kelompok Syi'ah yang dipelopori oleh Abduillah bin Saba' Al-Yahudi adalah orang yang pertamakali mencetuskan ghuluw terhadap Ali r.a.

Al-Baghdadi berkata : Para peneliti dari kalangan Ahlu Sunah berkata : "Ibnu Sauda – yakni Abdullah bin Saba – berada di atas kendali agama Yahudi yang menginginkan kerusakan terhdap kaum Muslimin dan agama mereka, dengan ta'wilnya terhadap Ali r.a. dan keturunannya, agar mereka berkeyakinan seperti keyakinan orang-orang Nasrani terhadap Isa a.s.

Maka Ibnu Saba meningkari kematian Ali r.a. dan ia menatakan, Ali telah naik ke lagit seperti naiknya Isa bin Maryam, dan ia akan turun ke dunia dan ia akan membalas musuh-musuhnya.

4.      Menghukumi Ketetapan Syariat Dengan Akal

Imam As-Syatibi telah memaparkan dalam sebagian teoritisnya dalam beristidlal di kalangan Mubtadi'ah. Ia menyebutkan, mereka menolak hadits-hadits yang tidak sesuai dengan logika untuk kepentingan mereka dan madzhab mereka, menudian mereka mengklaimnya tidak sesuai dengan logika dan tidak sesuai dengan ketetapan dalil dan harus ditolak, seperti pengingkaran mereka tentang adzab kubur.
5.      Menterjemahkan Kitab-Kitab Filsafat

Menterjemahkan kitab-kitab filsafat dan selainnya dari kitab-kitab akidah kuno pada pemerintahan Al-Ma'mun, telah dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin sehingga mereka terpedaya membahas panduan-panduan dan manhajnya, mereka menjadikannya sebagai ukuran dalam mentahkik syari'at, dan mereka menta'wilkan apa yang datang dari Al-Qur'an dan As-Sunnah supaya sesuai dengan panduan filsafat, sehingga berakhir dengan musibah yang besar dan penyimpangan yang berbahaya.[27]

6.      Barpaling dari mentadaburi kalamullah dan rasul-Nya

Penyebab utama kesesatan adalah barpaling dari mentadaburi kalamullah dan rasul-Nya, kemudian menyibukkan diri dengan kalam Yunani dan pendapat-pendapat yang berragam.

 Siapa saja yang berkata menurut akal, perasaan, dan politiknya daripada nash, atau bahkan menentang nash dengan kontekstual maka sungguh ia telah menyerupai iblis yang enggan ketika diperintah Allah bahkan ia menyombongkan dirinya dengan logika, Allah mengabadikan kesombongannya dalam firman-Nya,

Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".[28]

7.      Menyembunyikan Kitabullah Di Belakang Punggung Mereka

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Sebab-sebab terjadinya kesesatan dan kebodohan itu karena banyaknya muta'akhirin yang menyembunyikan kitabullah di belakang punggung mereka, mereka berpaling dari petunjuk dan keterangan yang dibawa oleh Rasulullah, lalu meninggalkan pembahasan tentang jalan yang telah ditempuh oleh para sabiqin dan tabi'in dan juga karena mereka mengambil imu mengenal Allah dari orang-orang yang tidak memahaminya".[29]




REFERENSI

1.   Al-Qur'anul-Utsmani

2.   Syuaib Al-Arna'uth – Syarh Akidah Thahawiyah – Mu'assasah ar-Risalah – cet.13 – tahun 2000 M/1421 H Beirut – Libanon.

3.   Syaikh As-Salifi Al-Afghani – Al-Maturidiyah – Desertasi Magister perguruan Tinggi – cet, 2 thn. 1998 M/1419 H.

4.   Syaikul Islam Ibnu Taimiyah – Majmu'atul Fatawa – jld. 11 – Maktabah Al-'Abikan Kerajaan Arab Saudi – cet. 3 1998 M/1419 H. Rhiyad.

5.  Abu Bakar Al-Jaza'iry – Ilmu Dan Ulama – PUSTAKA AZZAM Jakarta Indonesia.

6.  Dr. Manna bin Khalil Al-Qathan – Tarikh Tasyri'il Islami – Maktabah Wahbah cet. 5 – thn. 2001 M./1422 H.

7.  Al-Imam Ad-Dzahabi – Siyaru A'laminnubala' – jld. 9 – Darul Fikr cet. 1 – thn.  1997 M/1417 H. – Beirut  Libanon.

8.   Abil Fath As-Syahrastani – Al-Milal wan-Nihal – Daar Maktabah al-Mutanabi, cet.2 thn. 1992 M Beirut – Libanon.

9.  Dr. Mani' bin Hammad Al-Jahni – Al-Mausu'ah Al-Muyassarah – Darun Nadwah Al-Aalimiyah lit Tiba'ah wan-Nasyr wat Tauzi' – cet.3 than. 1997 M/1418 H Riyadh.

10. Dr. Ahmad Said Hamdan – Tarikh Dluhurul Bida' fil 'Aqa'id – Idarah Syu'uni at-Ta'limiyah, Ma'had Ali An-Nuur cet. 1 thn. 1420 – Surakarta – Indonesia

11. Dr. Abdul Fattah Sayyid Ahmad – Tasawuf antara Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah – KHALIFA cet. 1 thn, 1420 H./2000 H. Jakarta Indonesia.






[1] Al-Maturidiyah, 1/166-167

[2] Tarikh Dluhurul Bida' fil Aqa'id, 3-6

[3] Al-Maturidiyah 1/167

[4] Qs. An-Nahl, 16 : 35

[5] Tarikh Dluhurul Bida' fil Aqa'id, 6-14

[6] Al-Maturudiyah, 1/172-173

[7] Ta'thil diadopsi dari kata Al-'Athalu, berarti meninggalkan. Yang dimaksud ta'thil di sini adalah meniadakan sifat keuluhiyahan Allah dan mengingkari tegak-Nya dengan Dzat-Nya, atau mengingkari sebagiannya. Ada tiga macam ta'thil ; (1) ta'thilterhadap kesempurnaan Allah Yang Suci dengan menta'thilkan asma' dan shifat-Nya, seperti yang dita'thilkan Jahmiyah dan Mu'tazilah, (2) ta'thil terhadap perbuatan-perbuatan-Nya dengan meninggalkan pengabdian kepada-Nya atau mengabdi kepada selain-Nya, (3) ta'thil terhadap karya yang telah dibuat-Nya seperti kaum Filosof yang mengklaim bahwa segala ciptaan itu ada sejak dulu dan bergerak dengan sendirinya, ini adalah paling bathilnya yang bathil. (Al-Kawasyif al-jaliyyah 'an Ma'anil Washithiyah, 87)

[8] Ia adalah pemimpin besar, ia bernama Abu Hitsam Khalid bin Abdilllah bin Yazid bin Asad bin Kurzi Al-Bajli Al-Qisri Ad-damasqi, ia adalah pemimpinnya orang-orang Iraq, ia wafat pada tahun 126 H (Syarh Aqidah Thahawiyah 2/395)

[9] Dalam keterangan lain Aban bin sam'an. (Al-Kawasyif al-Jaliyah 'an Ma'anil Washithiyah, 77)

[10]  Al-Kawasyif al-Jaliyah 'an Ma'anil Washithiyah, 77

[11] (Syarh Aqidah Thahawiyah 2/395) (Al-Bidayah wan Nihayah 9/284)

[12] Ia adalah Al-Imam yang faqih dalam agama sekaligus Ilmuwan Iraq, ia adalah Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit bin Zautha At-Taimi, Al-Kufi, ia tuannya Taimullah bin Tsa'labah, ia lahir pada tahun ke 80 H. pada masa Sahabat-sahabat kecil, ia pernah melihat Anas bin Malik ketika datang ke Kufah. Ia wafat pada tahun ke 150 H. dalam usia 70 tahun. Ia mempunyai kubah dan masyhad yang besar dan megah di Baghdad (Siyarul Alam Nubala 6/529 – 538.

[13] Al-Maturudiyah, 1/171

[14] Al-Maturudiyah, 1/177-178

[15] Tasawuf antara Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah, hlm. 37

[16] Mereka adalah golongan yang berlebih-lebihan seperti Murji'ah yang dinisbatkan kepada imam mereka, Muhamad bin Karam As-sajastani (255 H) mereka semuanya Mujassimah Hanafiyah dalam masalah furu'.

[17] Mereka adalah golongan yang berlebih-lebihan seperti Murji'ah yang dinisbatkan kepada imam mereka, Muhamad bin Karam As-sajastani (255 H) mereka semuanya Mujassimah Hanafiyah dalam masalah furu'.

[18] Di bawah mereka ada empat tarekat yang telah masyhur diketahui, di antaranya;

Qadariyah, dinisbatkan kepada syaikh imam Abdul Qadir bin Abi Shalih bin Abdillah Al-Jaili Al-Baghdadi Al-Hanbali (561 H) ia berakidah salafi dalam hal sifat, Jusytiyah, dinisbatkan keapda Mu'inudin Hasan bin Al-Hasan As-Sajzi Al-Justi (628 H) perpuratan thariqah ini dengan menyaringkan dzikir, hati mereka terikat dengan syaikh, menetapi puasa, kiyamull lail, menyedikitkan perekataan, makan, tidur dan selainnya dari hal-hal yang bid'ah. Tarekat ini pertama kali diambil oleh penduduk India, sehingga berkembanglah dinegeri itu.

Suhruridiyah, dinisbatkan kepada Abu Hafsh syihabuddin Umar bin Muhamad As-Suhruridi As-syafi'i, ia adalah murid imam Abdul Qadir Zailani (W-632 H)

Naqsyabandiyah, dinisbatkan kepada Khawajah Buha'uddin Muhamad bin Muhamad Al-Bukahari (791 H).

Hululiyah dan Ittihadiyah, keduanya golongan yang berlebih-lebihan yang pengingkarannya menyebabkan kepada kekufuran, sedangkan Hululiyah lebih sedikit kekufurannya dari Ittihadiyah.

[19] Mereka adalah ahlu bid'ah yang membahayakan, mereka menjalani macam-macam khurafat dengan bernadzar untuk penghuni kuburan dan meminta pertolongan kepada mereka, mereka juga meyakini bahwa para nabi dan para wali mengetahui hal-hal gaib, dan mereka membolehkan membangun kubah atau mesjid di atas kuburan. Hanafiyah quburiyah terpecah menjadi dua golongan; (1) Bariluwiyah, mereka adalah Watsaniyah, (2) Kautsariyah, Muhamad Zahid Al-Kautsari Al-Jarkasi (1371 H)

[20] Al-Maturidiyah, 1/172-176.

[21] Tarikh Dluhurul Bida' fil Aqa'id, 18-20

[22] Imam Ahmad bin Hanbal adalah sebaik-baik Imam sekaligus tokoh islam yang jujur. Beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhamad bin Hanbal Ibnu Hilal bin Asad bin Idris bin Abdilah bin Hayan bin Abdilah bin Anas bin Auf bin Qasith Ibnu Mazin bin Syaiban bin Dzuhli bin Tsa'labah bin Ukabah bin Sha'bi bin Ali bin Bakr bin Wa'il Ad-Dzuhli As-Syaibani Al-Marwazi Al-Baghdadi. Imam Ahmad dilahirkan pada bulan Rabi'ul Awal tahun 164 H. beliau berasal dari  keturunan Arab tulen, Ayahnya bernama Muhamad bin Hanbal, ia datang ke Baghdad sebagai imigran yang breasal dari koa Marwa. Imam Ahmad dilahirkan dan besar di kota Bagdad sehingga nama beliau dinisbatkan kepada kota tersebut. Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Beliau adalah Imam yang keempat dari para fuqaha Islam.

Beliau seorang yang berwajah tampan, berperawakan tinggi kurus dan berkulit kecoklatan. Dikenal dengan kezuhudannya, kekuatan hafalannya, kehalusan adabnya dan selalu menjaga kebersihan tubuh dan pakaiannya. Ahmad bin Hanbal telah terbiasa hidup degan kemiskinan, kerana ayahnya hanya meninggalkan sebuah rumah kecil dan tanah yang sempit. Beliau terpaksa melakukan berbagai pekerjaan, seperti; bekerja di tukang jahit, mengambil upah menulis, menenun kain dan kadangkala menjadi kuli angkat barang. Beliau lebih mementingkan makanan yang halal lagi baik dan beliau tidak senang menerima hadiah-hadiah.  

[23] Mu'tazilah; Secara etimologi; Mu'tazilah atau I'tizaal adalah kata yang dalam bahasa Arab menunjukkan kesendirian, kelemahan dan keterputusan. Secara Terminologi Para Ulama; Satu kelompok dari Qadariyah yang menyelisihi pendapat umat Islam dalam permasalahan hukum pelaku dosa besar yang dipimpin oleh Waashil bin Atho' dan Amr bin Ubaid pada zaman Al Hasan Al Bashry. Dan kalau kita melihat kepada definisi secara etimologi dan terminologi didapatkan adanya hubungan yang sangat erat dan kuat, karena kelompok ini berjalan menyelisihi jalannya umat Islam khususnya Ahlus Sunnah dan bersendiri dengan konsep akalnya yang khusus sehingga Akhirnya membuat mereka menjadi lemah, tersembunyi dan terputus.

[24] Al-Bidayah wan Nihayah, 10/283-286.

[25] Qs. An-Nisa, 4:48.

[26] HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih

[27] Tarikh Dluhurul Bida' fil Aqa'id, 23-30

[28] Al-A'raf,7:12

[29] Majmu'atul Fatawa, 3/11.

0 komentar

Posting Komentar