IMAN KEPADA SYAFA’AT

Diposting oleh Ahsanul Huda Senin, 24 Mei 2010

Oleh: Ahsanul Huda


A.   Pendahuluan

Hari kiamat adalah kehidupan di akhirat yang satu harinya sama dengan 50.000 tahun lamanya. Di sana tidak terdapat bangunan, pohon untuk berlindung, dan tidak ada pula pakaian yang menutupi badan. Keadaan pada saat itu saling berdesakan. Allah Ta’ala mengisahkan kejadian pada saat itu dalam firmanya:

يَوْمَئِذٍ يَتَّبِعُونَ الدَّاعِيَ لَا عِوَجَ لَهُ وَخَشَعَتِ الْأَصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ فَلَا تَسْمَعُ إِلَّا هَمْسًا

“Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyeru dengan tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Rabb Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.”[1]

Hari tersebut adalah hari yang sangat dahsyat. Manusia pada saat itu akan menemui kesulitan dan kesusahan yang tidak mampu untuk dihilangkan selain dengan meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala melalui syafa’at. Akhirnya, orang-orang saat itu mendapatkan ilham untuk meminta syafa’at kepada para Nabi untuk menghilangkan kesulitan mereka saat itu.

Di antara bagian iman kepada hari akhir adalah meyakini adanya syafa'at. Syafaat merupakan satu sebab dari sekian sebab yang membuat Allah berbelas kasih kepada orang yang Dia kasihi dari hamba-Nya. Maka yang berhak mendapatlkan syafaat adalah ahli tauhid dan yang terhalang adalah ahli syirik. Allah swt berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”[2]

Dalam ayat ini Allah swt mengabarkan bahwa Allah swt tidak mengampuni perbuatan syirik, dalam arti tidak mengampuni seorang hamba yang menjumpai-Nya (mati) dalam keadaan musyrik. Dan Allah swt mengampuni dosa selain itu, yaitu bagi siapa yang dikehendakinya.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa semua orang membutuhkan bantuan dan ingin urusanya dimudahkan dalam semua hal. Untuk mewujudkan keinginanya tersebut mereka rela melakukan apa saja, walaupun terkadang cara dan jalan yang ditempuh melewati ketentuan-ketentuan yang tidak diridhai oleh Allan swt dan Rasul-Nya.

Salah satu perkara yang sering manusia terkecoh dan banyak melakukan kesalahan padanya adalah dalam masalah syafaat. Banyak kaum muslimin yang belum mengerti hakekat syafaat, jenis-jenisnya, cara memperolehnya, kepada siapa meminta syafaat, dan tujuan dari pada syafaat itu sendiri. Akibatnya, terjadi banyak kekeliruan dalam memahami dan mengamalkanya.

Maka dalam makalah yang singkat ini kami mencoba untuk memaparkanya, sehingga dapat memberi pencerahan bagi setiap muslim yang berupaya untuk menggapai syafaat disisi Allah swt.

B.  Definisi Syafaat

Secara etimologi, berasal dari kata asy-syafa’ (ganda) yang merupakan lawan kata dari Al-witru (tunggal), yaitu menjadikan sesuatu yang tunggal menjadi ganda, seperti membagi satu menjadi dua, tiga menjadi empat, dan sebagainya.

Sedangkan secara terminologi, syafaat berarti menjadi penengah bagi orang lain dengan memberikan manfaat kepadanya atau menolak mudharat, yakni pemberi syafaat itu memberikan manfaat kepada orang itu atau menolak mudharatnya.[3]

Rasulullah saw bersabda:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً

“Nabi saw bersabda: "Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada orang sebelumku; aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sejauh satu bulan perjalanan, dijadikan bumi untukku sebagai tempat sujud dan suci. Maka dimana saja salah seorang dari umatku mendapati waktu shalat hendaklah ia shalat, dihalalkan untukku harta rampasan perang yang tidak pernah dihalalkan untuk orang sebelumku, aku diberikan (hak) syafa'at, dan para Nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia” [4]

Sabda beliau yang lain:

عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ نَبِيٍّ سَأَلَ سُؤْلًا أَوْ قَالَ لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ قَدْ دَعَا بِهَا فَاسْتُجِيبَ فَجَعَلْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Dari Anas dari Nabi saw beliau bersabda: "Setiap Nabi pernah meminta suatu permintaan atau beliau bersabda setiap Nabi mempunyai doa yang telah dikabulkan, sedang aku ingin menyimpan do'aku sebagai syafa'at untuk umatku di hari Kiamat nanti." [5]

Dan sabda beliau:

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

“Orang yang paling berbahagia dengan syafa'atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari hatinya atau jiwanya". [6]

Ibnul Qayyim ra berkata tentang makna hadits Abu Hurairah tadi, “Cermatilah hadits ini, betapa Nabi saw menjadikan penyebab terbesar diterimanya syafaat beliau adalah kemurnian tauhid, ini berlawanan dengan apa yang ada pada kaum musyrikin. Yaitu bahwa syafaat itu bisa diperoleh dengan menjadikan mereka sebagai pemberi syafaat, menyembah mereka dan menjadikan mereka sebagai penolong. Nabi saw membalikkan pernyataan dusta mereka, beliau menggambarkan bahwa penyebab syafaat adalah memurnikan tauhid, karena saat itulah Allah mengizinkan pemberi syafaat untuk memberi syafaat. Termasuk kebodohan orang musyrik adalah keyakinanya bahwa barangsiapa yang menjadikanya penolong atau pemberi syafaat maka ia akan memberinya syafaat dan akan member manfaat disisi Allah, sebagaimana raja atau penguasa dapat memberi syafaat kepada orang-orang yang loyal kepada mereka. Tidaklah mereka mengetahui sesungguhnya tidak ada seorangpun yang dapat member syafaat di sisi Allah kecuali bagi yang diridhai ucapan dan perbuatanya. [7]

C.   Syarat-syarat Untuk Mendapatkan Syafaat


1.         Rihda Allah kepada orang yang memberi syafaat untuk memberikan syafaat.

2.         Ridha Allah kepada orang yang di beri syafaat, dan Allah tidak ridha kecuali kepada Ahlu tauhid. Ridha Allah tidak dapat diperoleh kecuali dengan mengikuti perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Apa yang diperintah adalah diridhai dan apa yang Dia larang adalah dimurkai. Diantara dalilnya adalah:

وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى

“Dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah”[8]

فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ

“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa'at dari orang-orang yang memberikan syafa'at”[9]

3.         Allah mengizinkan pemberi syafaat untuk memberi syafaat.

Sebagaimana firman Allah swt:

وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى

“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).”[10]

يَوْمَئِذٍ لَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلًا

“Pada hari itu tidak berguna syafa'at, kecuali (syafa'at) orang yang Allah Maha Pemurah Telah memberi izin kepadanya, dan dia Telah meridhai perkataannya.”[11]

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ

“Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati Karena takut kepada-Nya.”[12]

مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلَّا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ

“Tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya.” [13]

Agar syafaat seseorang diterima, maka harus memenuhi ketiga syarat di atas. Menurut penjelasan para ulama, syafaat yang diterima, dibagi menjadi dua macam:[14]

1.        Syafaat umum. Makna umum, Allah mengizinkan kepada salah seorang dari hamba-hamba-Nya yang shalih untuk memberikan syafaat kepada orang-orang yang diperkenankan untuk diberi syafaat. Syaaat ini diberikan kepada Nabi Muhammad saw, nabi-nabi lainnya, orang-orang jujur, para syuhada, dan orang-orang shalih. Mereka memberikan syafaat kepada penghuni neraka dari kalangan orang-orang beriman yang berbuat maksiat agar mereka keluar dari neraka.

2.        Syafaat khusus, yaitu syafaat yang khusus diberikan kepada Nabi Muhammad saw dan merupakan syafaat terbesar yang terjadi pada hari Kiamat. Tatkala manusia dirundung kesedihan dan bencana yang tidak kuat mereka tahan, mereka meminta kepada orang-orang tertentu yang diberi wewenang oleh Allah untuk memberi syafaat. Mereka pergi kepada Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa. Tetapi mereka semua tidak bisa memberikan syafaat hingga mereka datang kepada Nabi saw, lalu beliau berdiri dan memintakan syafaat kepada Allah, agar menyelamatkan hamba-hamba-Nya dari adzab yang besar ini. Allah pun memenuhi permohonan itu dan menerima syafaatnya. Ini termasuk kedudukan terpuji yang dijanjikan Allah di dalam firman-Nya : “Dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”[15]

Di antara syafaat khusus yang diberikan kepada Rasulullah Saw adalah syafaatnya kepada penghuni surga agar mereka segera masuk surga, karena penghuni surga ketika melewati jembatan, mereka diberhentikan di tengah jembatan yang ada di antara surga dan neraka. Hati sebagian mereka bertanya-tanya kepada sebagian lain, hingga akhirnya mereka bersih dari dosa. Kemudian mereka baru diizinkan masuk surga. Pintu surga itu bisa terbuka karena syafaat Nabi saw.

D.  Macam-macam Syafaat


Pertama , Syafaat yang didasarkan pada dalil yang kuat dan shahih, yaitu yang ditegaskan Allah Swt dalam Kitab-Nya , atau dijelaskan Rasulullah. Syafaat tidak diberikan kecuali kepada orang-orang yang bertauhid dan ikhlas; karena Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, “Wahai Rasulullah, siapa yang paling bahagia mendapatkan syafaatmu?” Beliau menjawab, “Orang yang mengatakan,’Laa ilaaha illallah’ dengan ikhlas dalam hatinya.”[16]

Syafaat ini ada delapan macam, tiga di antaranya adalah khusus bagi Rasulullah saw dan lima yang lainya adalah untuk selainya seperti para Nabi, Malaikat, Syuhada dan Shalihin.

1.      Syafaat Udzma (Syafaat Agung), yaitu khusus milik Nabi Muhammad saw, yakni yang disebut “maqam mahmud” yang dijanjikan Allah swt dengan firman-Nya:

عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا

“Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji”[17]

Yaitu ketika suasana masyar telah menjadi dasyat. Mereka mencari syafaat agar mereka segera diberi keputusan. Sebagaimana dalam hadits rasulullah saw:

 “Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami Ma'bad bin Hilal Al 'Anazi berkata, "Kami, orang-orang penduduk Bashrah, berkumpul dan pergi menemui Anas bin Malik, lalu kami pergi bersama Tsabit Al Bunani dengan tujuan bertanya tentang hadis Syafaat. Tidak tahunya Anas bin mlik dalam berada istananya, lalu kami temui beliau tepat ketika ia sedang shalat dluha. Kemudian kami meminta ijin dan ia pun memberi ijin yang ketika itu ia tengah duduk di atas kasurnya. Maka kami berkata kepada Tsabit, 'Jangan kamu bertanya kepadanya tentang sesuatu sebelum hadis syafaat.' Lantas Tsabit bertanya, 'Wahai Abu Hamzah, kawan-kawanmu dari penduduk Bashrah datang kepadamu untuk bertanya tentang hadis syafaat.' Lantas Anas berkata, "Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam telah menceritakan kepada kami, beliau bersabda: "Jika hari kiamat tiba, maka manusia satu sama lain saling bertumpukan. Mereka kemudian mendatangi Adam dan berkata, 'Tolonglah kami agar mendapat syafaat Tuhanmu.' Namun Adam hanya menjawab, 'Aku tak berhak untuk itu, namun datangilah Ibrahim sebab dia adalah khalilurrahman (Kekasih Arrahman).' Lantas mereka mendatangi Ibrahim, namun sayang Ibrahim berkata, 'Aku tak berhak untuk itu, coba datangilah Musa, sebab dia adalah nabi yang diajak bicara oleh Allah (kaliimullah).' Mereka pun mendatangi Musa, namun Musa berkata, 'Saya tidak berhak untuk itu, coba mintalah kepada Isa, sebab ia adalah roh Allah dan kalimah-Nya.' Maka mereka pun mendatang Isa. Namun Isa juga berkata, 'Maaf, aku tak berhak untuk itu, namun cobalah kalian temui Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.' Mereka pun mendatangiku sehingga aku pun berkata: "Aku kemudian meminta ijin Tuhanku dan aku diijinkan, Allah mengilhamiku dengan puji-pujian yang aku pergunakan untuk memanjatkan pujian terhadap-Nya, yang jika puji-pujian itu menghadiriku sekarang, aku tidak melafadkan puji-pujian itu. Aku lalu tersungkur sujud kepada-Nya, lantas Allah berfirman 'Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, katakanlah engkau akan didengar, mintalah engkau akan diberi, mintalah keringanan engkau akan diberi keringanan.' Maka aku menghiba 'Wahai tuhanku, umatku-umatku.' Allah menjawab, 'Berangkat dan keluarkanlah dari neraka siapa saja yang dalam hatinya masih terdapat sebiji gandum keimanan.' Maka aku mendatangi mereka hingga aku pun memberinya syafaat. Kemudian aku kembali menemui tuhanku dan aku memanjatkan puji-pujian tersebut, kemudian aku tersungkur sujud kepada-Nya, lantas ada suara 'Hai Muhammad, angkatlah kepalamu dan katakanlah engkau akan didengar, dan mintalah engkau akan diberi, dan mintalah syafaat engkau akan diberi syafaat.' Maka aku berkata, 'Umatku, umatku, ' maka Allah berkata, 'Pergi dan keluarkanlah siapa saja yang dalam hatinya masih ada sebiji sawi keimanan, ' maka aku pun pergi dan mengeluarkannya. Kemudian aku kembali memanjatkan puji-pujian itu dan tersungkur sujud kepada-Nya, lantas Allah kembali berkata, 'Hai Muhammad, angkatlah kepalamu, katakanlah engkau akan didengar, mintalah engkau akan diberi, dan mintalah syafaat engkau akan diberi syafaat.' Maka aku berkata, 'Wahai tuhanku, umatku, umatku.' Maka Allah berfirman: 'Berangkat dan keluarkanlah siapa saja yang dalam hatinya masih ada iman meskipun jauh lebih kecil daripada sebiji sawi, ' maka aku pun berangkat dan mengeluarkan mereka dari neraka." Tatkala kami pulang tempat dari Anas, aku katakan kepada sebagian sahabat kami, 'Duhai, sekiranya saja kita melewati Al Hasan -yang dia menyepi di rumah Abu khalifah-'. Lantas kami menceritakan kepada Al Hasan dengan apa yang telah diceritakan Anas bin Malik kepada kami. Selanjutnya kami pun menemuinya dan kami ucapkan salam, ia mengijinkan kami dan kami katakan, 'Wahai Abu Sa'id, kami datang menemuimu setelah kami kembali dari saudaramu, Anas bin Malik. Belum pernah kami lihat sebagaimana yang ia ceritakan kepada kami tentang syafaat.' Lantas ia berkata, 'Heiih.' Maka hadits tersebut kemudian kami ceritakan kepadanya (Al Hasan), dan berhenti sampai sini. Namun ia berkata, 'Hei…! Hanya sampai situ? ' Kami jawab, 'Dia tidak menambah kami daripada sekedar ini saja.' Lantas ia berkata, 'Sungguh, dia pernah menceritakan kepadaku itu -secara sempurna- kepadaku sejak dua puluh tahun yang lalu, aku tidak tahu apakah dia lupa ataukah tidak suka jika kalian kemudian pasrah.' Kami lalu berkata, 'Wahai Abu Sa'id, tolong ceritakanlah kepada kami! ' Al Hasan kemudian tertawa seraya berkata, 'Sesungguhnya manusia dicipta dalam keadaan tergesa-gesa. Saya tidak menyebutnya selain saya akan menceritakannya kepada kalian. Anas telah menceritakan kepadaku sebagaimana dia ceritakan kepada kalian. Nabi berkata: "Kemudian aku kembali untuk keempat kalinya, dan aku memanjatkan dengan puji-pujian itu kemudian aku tersungkur sujud dan diserukan, 'Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, ucapkanlah engkau didengar, mintalah engkau diberi, dan mintalah syafaat engkau akan diberi syafaat, ' maka aku berkata, 'Wahai Tuhanku, ijinkanlah bagiku untuk orang-orang yang mengucapkan La-Ilaaha-Illallah! ' Maka Allah menjawab, 'Demi kemuliaan, keagungan dan kebesaran-Ku, sungguh akan Aku keluarkan siapa saja yang mengucapkan Laa-Ilaaha-Illallah."[18]

عَنْ آدَمَ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ إِنَّ النَّاسَ يَصِيرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ جُثًا كُلُّ أُمَّةٍ تَتْبَعُ نَبِيَّهَا يَقُولُونَ يَا فُلَانُ اشْفَعْ يَا فُلَانُ اشْفَعْ حَتَّى تَنْتَهِيَ الشَّفَاعَةُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَلِكَ يَوْمَ يَبْعَثُهُ اللَّهُ الْمَقَامَ الْمَحْمُودَ

“Dari Adam bin 'Ali dia berkata; Aku mendengar Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata; Sesungguhnya pada hari kiamat kelak manusia akan menjadi bangkai. Setiap umat akan mengikuti nabinya hingga mereka saling berkata; 'Ya Fulan, berilah aku syafa'at. ya fulan, berilah aku syafa'at.' Sampai akhirnya mereka mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Itulah hari ketika Allah membangkitkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada kedudukan yang terpuji.”[19]

2.      Syafaat untuk penduduk surga agar dapat memasukinya, setelah melewati shirat, maka terbukalah pintu Surga untuk mereka dan yang pertamakali memasuki surga adalah umat Muhammad saw sebagaimana firman Allah swt:

وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ

“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga berombong-rombongan (pula). sehingga apabila mereka sampai ke syurga itu sedang pintu-pintunya Telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! Maka masukilah syurga ini, sedang kamu kekal di dalamnya".[20]

Sabda Rasulullah saw:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا أَوَّلُ النَّاسِ يَشْفَعُ فِي الْجَنَّةِ وَأَنَا أَكْثَرُ الْأَنْبِيَاءِ تَبَعًا

“Dari Anas bin Malik dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku adalah manusia pertama yang memberi syafa'at di surga, dan aku adalah nabi yang paling banyak pengikutnya.”[21]

3.      Syafaat Rasulullah saw untuk pamanya yaitu Abu Thalib, untuk meringankan siksanya di Neraka. Syafaat ini khusus untuk Abu Thalib, adapun orang kafir yang selainya maka sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt dalam firman-Nya:

فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ

“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa'at dari orang-orang yang memberikan syafa'at.”[22]

Syafaat beliau tidak bisa membuatnya keluar dari api Neraka, karena dia meninggal dalam keadaan musyrik, berbeda dengan muwahid (orang-orang yang bertauhid).[23]

Imam Al-Qurthubi berkata: “Syafaat Rasulullah tidak bisa membuatnya keluar dari neraka, sebagaimana palaku maksiat dari golongan muwahid yang dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan kedalam surga.”[24]

Inilah tiga macam syafaat yang hanya dimiliki khusus oleh Rasulullah.

4.      Syafaat Rasululah saw dan selainya untuk mengeluarkan orang-orang islam yang berdosa besar yang telah masuk neraka agar dikeluarkan dari neraka.

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يُخْرِجُ قَوْمًا مِنْ النَّارِ بِالشَّفَاعَةِ قَالَ نَعَمْ

“Dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: 'Sesungguhnya Allah mengeluarkan suatu kaum dari neraka dengan syafa'at? ' Amru menjawab, 'Ya”[25]

فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ

 “Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa'at dari orang-orang yang memberikan syafa'at.”[26]

وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا تَنْفَعُهَا شَفَاعَةٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ

“Dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafa'at kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong.”[27]

Syafaat ini umum, berkali-kali dilakukan oleh Rasulullah saw, juga para Malaikat dan para Nabi serta orang-orang mukmin akan memberi syafaatnya, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits-hadits syafaat.[28]

5.      Syafaat Rasululah dan selainya untuk orang yang sudah diputuskan masuk neraka supaya tidak jadi masuk neraka. Syafaat ini diingkari oleh orang-orang Khawarij dan Mu’tazilah karena keyakinan mereka bahwa orang-orang yang diputuskan masuk Neraka pasti akan masuk Neraka dan tidak bisa keluar darinya.

6.      Syafaat Rasulullah saw dan selainya untuk mengangkat derajat ahli surga di atas yang semestinya.

7.      Syafaat Rasulullah saw dan selainya untuk orang yang jumlah kebaikannya sama dengan dosanya supaya bisa masuk surga.

Dasar syafaat ini, seperti dijelaskan Ibnu Katsir sebuah riwayat dalam Shahihain dan kitab lainya, dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari, diantara kandunganya, bahwa Rasulullah mengutus pamanya Abu Amir memimpin pasukan kedaerah Authas. Abu Amir terkena panah dilututnya. Ia berkata kepada Abu Musa, “Wahai keponakanku, pergilah kepada Rasulullah, sampaikan salamku kepada beliau dan katakana Abu Amir meminta kepada engkau untuk memintakan ampun baginya. Abu Musa berkata, “Abu Amir menjadikanku sebgai pemimpin orang-orang. Tidak berapa lama, ia meninggal. Ketika aku kembali kepada Nabi, aku temuai beliau dan aku beritaukan tentang keadaan kami dan kisah Abu Amir. Aku berkata kepada beliau,” Ia meminta untuk dimintakan ampun (darimu)” Maka Rasulullah meminta air untuk berwudhu dan kemudian menengadahkan kedua tanganya dan berdo’a, “Ya Allah ampunilah Abu Amir”. Sampai aku melihat putihnya ketiak beliau. Kemudian berkata, “Ya Allah jadikanlah ia di atas kedudukan makhluk-Mu atau manusia pada hari kiamat”. Aku berkata, “Aku juga wahai Rasulullah. Mintakan ampun untukku”. Nabi bersabda, “Ya Allah ampunilah dosa Abdullah bin Qais dan masukkanlah ia di hari kiamat ke dalam pintu masuk yang mulia”.[29]

Dalam hadits Ummu Salamah dalam Shahih Muslim, Nabi berdo’a untuk Abu Salamah yang telah meninggal,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأَبِي سَلَمَةَ وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّينَ وَاخْلُفْهُ فِي عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِينَ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ وَافْسَحْ لَهُ فِي قَبْرِهِ وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ

“Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, tinggikan derajatnya di kalangan orang-orang yang terpimpin dengan petunjuk-Mu dan gantilah ia bagi keluarganya yang ditinggalkannya. Ampunilah kami dan ampunilah dia. Wahai Rabb semesta alam. Lapangkanlah kuburnya dan terangilah dia di dalam kuburnya”[30]

Ada yang berpendapat bahwa syafaat jenis ini khusus milik Rasulullah saja. Ada juga yang mengatakan jenis ini tidak khusus milik beliau, namun beliau orang yang paling diutamakan.[31]

8.      Syafaat Rasulullah saw dan selainya untuk orang-orang agar bisa masuk surga tanpa hisab dan adzab.


Diantara dalilnya adalah sabda Rasulullah saw kepada Ukasyah bin Mihsan ketika meminta dari Beliau agar memohon kepada Allah supaya ia dijadikan termasuk golongan 70.000 orang yang akan masuk Surga tanpa hisab.

الَّلهُمَّ اجْعَلْهُ مِنْهُمْ

“Ya Allah, jadikanlah ia termasuk di antara mereka”[32]

Allah swt berfirman kepada Nabi Muhammad dalam hadits syafaat:

أَدْخِلْ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِكَ مَنْ لَا حِسَابَ عَلَيْهِ مِنْ الْبَابِ الْأَيْمَنِ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ

“Masukkanlah dari umatmu orang yang tidak dihisab atasnya dari pintu al-Aiman (paling kanan) dari pintu-pintu surga”[33]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Manusia dalam masalah syafaat terbagi menjadi tiga yaitu;

Orang-orang Musyrik, Nasrani, Mubtadi’ yang ghulad dan selainya, mereka sangat ghuluw dalam masalah syafaat sehingga menjadikan syafaat bagi orang-orang yang dimulyakan disisi Allah swt adalah sebagaimana syafaat di dunia seperti seorang raja yang memberikan syafaat kepada orang yang loyal kepadanya, sehingga mereka meminta syafaat kepada selain Allah.

Mu’tazilah dan Khawarij mereka mengingkari syafaat Rasulullah kepada pelaku dosa besar.

Adapun Ahlu Sunnah wal Jama’ah menetapkan syafaat Rasulullah saw bagi pelaku dosa besar dan selainya, akan tetapi Rasulullah tidak memberikan syafaat kepada seorang pun pada hari kiamat kecuali setelah mendapat izin dari Allah swt akan  tetapi dalam masalah ini ahlu sunnah membatasi sebagaimana shahih tentang masalah syafaat.[34]

Kedua, Syafaat batil yang tidak berguna bagi pemiliknya, yaitu anggapan orang-orang musyrik bahwa tuhan-tuhan mereka dapat memintakan syafaat kepada Allah.[35]

Syafaat semacam ini tidak bermanfaat bagi mereka seperti yang difirmankan-Nya: “Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat.”[36]

Demikian itu karena Allah tidak rela kepada kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik itu dan tidak mungkin Allah memberi izin kepada para pemberi syafaat itu, untuk memberikan syafaat kepada mereka; karena tidak ada syafaat kecuali bagi orang yang diridhai Allah. Allah tidak meridhai hamba-hamba-Nya yang kafir dan Allah tidak senang kepada kerusakan.

Ketergantungan orang-orang musyrik kepada tuhan-tuhan mereka dengan menyembahnya dan mengatakan, “Mereka adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah”,[37] adalah ketergantungan batil yang tidak bermanfaat. Bahkan demikian itu tidak menambah mereka kecuali semakin jauh, karena orang-orang musyrik itu meminta syafaat kepada berhala-berhala itu dengan cara yang batil, yaitu menyembahnya. Itulah kebodohan mereka yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah, tetapi sebenarnya tidak lain hanya menjadikan mereka semakin jauh.

E.   Para Pemberi Syafaat Selain Rasulullah saw[38]

1.      Syafaat Para Malaikat

Dalil atas syafaat ini adalah firman Allah swt:

وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى

“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).”[39]

Dan dalil sunnah nabi saw, hadits yang tertera dalam shahihain dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri yang panjang dengan marfu’: “Allah swt berfirman, “Para Malaikat telah memberi syafaat, para Nabi terlah member syafaat……”

2.      Syafaat Para Nabi

Dalil tentang syafaat ini, sebagiamana termaktub dalam shahihain dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri di atas, yaitu: “Allah swt berfirman, “Para Malaikat telah memberi syafaat, para Nabi terlah member syafaat……”

3.      Syafaat Kaum Mukminin

Di antara dalil-dalilnya adalah:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَشْفَعُ لِلْفِئَامِ مِنْ النَّاسِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَشْفَعُ لِلْقَبِيلَةِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَشْفَعُ لِلْعَصَبَةِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَشْفَعُ لِلرَّجُلِ حَتَّى يَدْخُلُوا الْجَنَّةَ

“Dari Abu Sa'id Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Sesungguhnya diantara ummatku ada yang memberi syafaat kepada sekelompok orang, ada yang memberi syafaat untuk sekabilah, ada yang memberi syafaat untuk segolongan dan ada yang memberi syafaat untuk seseorang hingga mereka masuk surga." [40]

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَيْسَرَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا أُمَامَةَ يَقُولُ لَيَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَةِ الرَّجُلِ الْوَاحِدِ لَيْسَ بِنَبِيٍّ مِثْلُ الْحَيَّيْنِ أَوْ أَحَدِ الْحَيَّيْنِ رَبِيعَةَ وَمُضَرَ قَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَمَا رَبِيعَةُ مِنْ مُضَرَ قَالَ إِنَّمَا أَقُولُ مَا أُقَوَّلُ

“Dari 'Abdur Rahman bin Maisarah berkata; Saya mendengar Abu Umamah berkata; "Akan masuk surga karena syafaat seseorang yang bukan Nabi seperti dua perkampungan atau seperti salah satu dari dua perkampungan; Robi'ah dan Mudhor. Seseorang berkata; Wahai Rasulullah! Apa kemuliaan Robi'ah dari Madhor? Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam bersabda; "Sesungguhnya aku hanya mengucapkan yang aku ucapkan."[41]

إِنَّ اللَّعَّانِينَ لَا يَكُونُونَ شُهَدَاءَ وَلَا شُفَعَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Sesungguhnya para pelaknat itu tidak akan dapat menjadi syuhada' (orang-orang yang menjadi saksi) dan tidak pula dapat memberi syafa'at pada hari kiamat kelak[42]"

4.      Syafaat Syuhada’ (Orang Yang Mati Syahid)

Termasuk dalil tentang syafaat ini, hadits Al-Miqdam bin Ma’dikarib ra di beberapa kitab sunan, berkata, Rasulullah saw bersabda:

لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللَّهِ سِتُّ خِصَالٍ يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ وَيَرَى مَقْعَدَهُ مِنْ الْجَنَّةِ وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَيَأْمَنُ مِنْ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ الْيَاقُوتَةُ مِنْهَا خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا وَيُزَوَّجُ اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً مِنْ الْحُورِ الْعِينِ وَيُشَفَّعُ فِي سَبْعِينَ مِنْ أَقَارِبِهِ

"Orang yang mati syahid di sisi Allah mempunyai enam keutamaan; dosanya akan diampuni sejak darahnya tertumpah di awal kali pertempuran, diperlihatkan tempat duduknya di surga, dijaga dari siksa kubur, diberi keamanan dari ketakutan yang besar saat dibangkitkan dari kubur, diberi mahkota kemuliaan yang satu permata darinya lebih baik dari dunia seisinya, dinikahkan dengan tujuh puluh dua bidadari dan diberi hak untuk memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari keluarganya."[43]

يُشَفَّعُ الشَّهِيدُ فِي سَبْعِينَ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ

"Orang yang syahid diberi hak untuk memberikan syafa'at kepada tujuh puluh penghuni rumahnya."[44]

يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلَاثَةٌ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ

"Tiga golongan yang akan memberi syafa'at kelak di hari Kiamat, yaitu; Para Nabi kemudian para ulama dan para syuhada`."[45]

5.      Syafaat Anak-anak Orang Yang Beriman

Termasuk dalil tentang syafaat anak-anak untuk para orang tua mereka yang beriman pada hari kiamat, riwayat yang ada di dalam Shahih Muslim dari Abu Hasan berkata, “Aku bertanya kepada Abu Hurairah, “Dua anak lelakiku meninggal. Apa yang akan engkau kabarkan kepadaku dari Rasulullah tentang sebuah hadits yang menengkan jiwa kami berkaitan dengan orang yang telah tiada dari kami? Beliau berkata:

نَعَمْ صِغَارُهُمْ دَعَامِيصُ الْجَنَّةِ يَتَلَقَّى أَحَدُهُمْ أَبَاهُ أَوْ قَالَ أَبَوَيْهِ فَيَأْخُذُ بِثَوْبِهِ أَوْ قَالَ بِيَدِهِ كَمَا آخُذُ أَنَا بِصَنِفَةِ ثَوْبِكَ هَذَا فَلَا يَتَنَاهَى أَوْ قَالَ فَلَا يَنْتَهِي حَتَّى يُدْخِلَهُ اللَّهُ وَأَبَاهُ الْجَنَّةَ

Ya; "Anak-anak kecil mereka berlarian di surga dengan bebas, salah seorang dari mereka berjumpa dengan bapaknya atau kedua orang tuanya, lalu dia meraih ujung bajunya, atau beliau mengatakan; 'Dengan tangannya sebagaimana aku memegang ujung bajumu ini, dia tidak akan berpisah dengan bapaknya sehingga Allah memasukkan dia dan bapaknya ke dalam surga."[46]

6.      Syafaat Al-Qur’an

Dalil yang menyatakan syafaat Al-Qur’an di hari Kiamat, yaitu riwayat di dalam Shahih Muslim dari Abu Umamah Al-Bahili berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda:

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلَا تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ

"Bacalah Al Qur`an, karena ia akan datang memberi syafa'at kepada para pembacanya pada hari kiamat nanti. Bacalah Zahrawain, yakni surat Al Baqarah dan Ali Imran, karena keduanya akan datang pada hari kiamat nanti, seperti dua tumpuk awan menaungi pembacanya, atau seperti dua kelompok burung yang sedang terbang dalam formasi hendak membela pembacanya. Bacalah Al Baqarah, karena dengan membacanya akan memperoleh barokah, dan dengan tidak membacanya akan menyebabkan penyesalan, dan pembacanya tidak dapat dikuasai (dikalahkan) oleh tukang-tukang sihir."[47]

7.      Syafaat Puasa

Hadits yang menunjukkan syafaat puasa dihari Kiamat, riwayat yang dibawakan Abdullah bin Umr bahwa Rasulullah bersabda, “Puasa dan Al-Qur’an akan memberi syafaat pada hari Kiamat. Puasa akan berkata, “Wahai Rabbku, aku telah menahannya dari makan dan syahwat di siang hari, maka jadikanlah aku syafaat baginya. Al-Qur’an akan berkata, aku telah menahanya dari tidur di malam hari, maka jadikanlah aku syafaat baginya. Maka mereka(puasa dan Al-Qur’an) member syafaat.[48]

F.   Penutup

Demikianlah pembahasan singkat mengenai syafaat. Semoga Allah swt memberikan kesabaran dan kekuatan kepada kita semua untuk tetap istiqamah dalam meniti jalan-Nya, walaupun banyak godaan, rintangan dan tantangan menghadang di tengah jalan ini.

Alhamdulillah dengan izin Allah makalah ini bisa kami selesaikan. Semoga menjadi amal shalih bagi penulis dan tambahan ilmu bagi yang membaca. Hanya saran dan perbaikanlah yang kami harapkan dari kaum muslimin sekalian.

G.  Daftar Pustaka

1.         Al-Intishar Bisyarh Aqidah Aimmati Al-Amshar, Abu Zur’ah Ar-Razi, Abu Hatim Ar-Razi, (Dar Al-Atsriyah).

2.         Syarh Aqidah At-Thahawiyah, Ibnu Abi Al-Izz, tahqiq Muhammad Nasirudin Al-Bani, (Bairut: Maktabah Al-Islami, 1408 H/ 1988 M)

3.         Fathu Al-Majid Lisyarh  Kitab At-Tauhid, Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahab, (Bairut: Dar  ‘Alim Al-Fawaid, 1420 H)

4.         Syarh Al-Aqidah Al-Wasitiyah, Ibnu Taimiyyah, (Kairo: Dar Ibnu Al-Jauzi)

5.         Kitab At-Tauhid, DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, (An-Nur : Surakarta).

6.         Meraih Syafaat Nabi saw, DR. Nashir bin Abdurrahman Al-Judai, terj. M. Ashim, Lc, (Jakarta: Darus Sunnah, 2006 M)

7.         http//www. majalahtauhid.wordpress.com . Syafaat Rasulullah  saw.











[1] QS. Thaahaa: 108

[2] QS. An-Nisa: 48

[3] Abu Zur’ah Ar-Razi, Abu Hatim Ar-Razi, Al-Intishar BiSyarh Aqidah Aimmati Al-Amshar, (Dar Al-Atsriyah), hal. 246.

[4]  HR. Bukhari

[5]  HR. Bukhari

[6]  HR. Bukhari

[7] Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahab, Fathu Al-Majid Lisyarh  Kitab At-Tauhid, (Bairut: Dar  ‘Alim Al-Fawaid, 1420 H), cet Ke-6, hal. 360-361.

[8] QS. Al-Anbiya’: 28

[9] QS. Al-Muddatsir: 48

[10]  QS. AN-Najm: 26

[11]  QS. Thaha: 109

[12]  QS. Al-Anbiya’: 28

[13]  QS. Yunus: 3

[14] Dikutip dari http//www. majalahtauhid.wordpress.com . Syafaat Rasulullah  saw. Jam 14.30

[15]  QS. Al-Israa’:79

[16]  HR. Al-Bukhri

[17]  QS. Al-Isra’ : 79

[18] HR. Bukhari

[19] HR. Bukhari

[20] QS. Az-Zumar: 73

[21] HR. Muslim

[22] QS. Al-Mudtsir: 48

[23] DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Kitab At-Tauhid, (An-Nur: Surakarta), juz 2, hal. 83.

[24] Ibnu Abi Al-Izz, Syarh Aqidah At-Thahawiyah, tahqiq Muhammad Nasirudin Al-Bani, (Bairut: Maktabah Al-Islami, 1408 H/ 1988 M), cet Ke-9, hal. 233.

[25] HR. Muslim

[26] QS. Al-Mudtsir: 48

[27] QS. Al-Baqarah: 123

[28] Lihat Shahih Bukhari: 9/185-191, dan Shahih Muslim: 1/179-184.

[29] HR. Bukhari

[30] HR. Muslim

[31] DR. Nashir bin Abdurrahman Al-Judai, Meraih Syafaat Nabi saw, terj. M. Ashim, Lc, (Jakarta: Darus Sunnah, 2006 M), cet Ke-1, hal. 57.

[32] HR. Bukhari dan Muslim

[33] HR. Muslim

[34] Abu Zur’ah Ar-Razi, Abu Hatim Ar-Razi, Al-Intishar BiSyarh Aqidah Aimmati Al-Amshar, (Dar Al-Atsriyah), hal. 246-250.

[35] Ibnu Taimiyyah, Syarh Al-Aqidah Al-Wasitiyah, (Kairo: Dar Ibnu Al-Jauzi),  hal 535.

[36] QS. Al-Mudatstsir : 48

[37] QS. Yunus: 18

[38] DR. Nashir bin Abdurrahman Al-Judai, op.cit., hal. 72-81.

[39]  QS. AN-Najm: 26

[40]  HR. Tirmidzi, Abu Isa berkata: Hadits ini hasan.

[41] HR. Ahmad

[42] HR. Muslim

[43] HR. Tirmidzi

[44] HR. Abu Dawud

[45] HR. Ibnu Majah

[46] HR. Muslim

[47] HR. Muslim

[48] HR. Imam Ahmad

0 komentar

Posting Komentar