HUKUM MEMINTA SYAFAAT KEPADA NABI SAW

Diposting oleh Ahsanul Huda Senin, 31 Mei 2010

Oleh: Ahsanul Huda

Sebagai pelengkap untuk mengetahui pendapat Ahlu Sunnah dalam masalah syafaat, saya melihat perlu menjelaskan hukum-hukum penting dalam masalah ini, yang berkaitan erat dengan pembahasan syafaat yang lalu.

Pertama: Jika saat Beliau masih hidup dan dihadapan Beliau, maka boleh dan pernah terjadi. Ini termasuk permintaan do’a dari orang yang shaleh. Para sahabat Nabi, dulu bertawasul kepada Allah dengan do’a Beliau.[1] Ibnu Taimiyyah telah mengutip kesepakatan umat Islam atasnya.

Beliau berkata, “Adapun syafaat dan do’a beliau untuk orang-orang yang beriman, maka itu bermanfaat di dunia dan dalam agama sesuai dengan kesepakatan umat Islam.[2]

Di antara dalil yang meninjukkan permintaan sahabat terhadap sahabat Nabi saw saat beliau masih hidup, riwayat yang ada di sunan Tirmidzi dan lainya dari Anas bin Malik, berkata, “Aku memohon kepada Nabi untuk memberiku syafaat pada hari Kiamat”. Maka beliau berkata, “Akan aku lakukan”. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, dimana aku akan mencarimu? “Beliau berkata, “Carilah aku saat pertama kali engkau mencari aku di saat shirat.[3]

Diantara hal yang seyogyanya diketahui, bahwa tidak mesti syafaat akan terealisasi untuk orang yang memintanya dari Nabi saat Baliau hidup. Tetap harus terpenuhi syarat-syaratnya supaya berhaq mendapatkanya.

Oleh karena itu, Allah melarang Rasulullah untuk memintakan ampunan untuk pamanya Abu Thalib, juga tidak mengizinkan untuk memintakan ampunan baut ibu Beliau.

Allah swt berfirman kepada Nabi saw tentang orang-orang munafik.

اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. yang demikian itu adalah Karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” (QS. At-Taubah: 80)

Kedua: Bila permintaan syafaat kepada Beliau setelah beliua wafat, maka tidak boleh.

Justu ini termasuk bid’ah yang baru. Tidak ada dalil yang membolehkanya. Seluruh ibadah bertumpu pada ittiba’ (Meneladani Rasulullah), tidak berdasarkan hawa nafsu ataupun perbuatan bid’ah. Perkara ini juga tidak dikenal di era sahabat. Padahal mereka adalah orang yang paling antusias terhadap kebaikan, demikian juga generasi selanjutnya. Maka tidak boleh meiminta syafaat setelah Beliau meninggal sebelum hari kiamat, tidak di dekat kubur beliau atau dari tempat yang jauh.

Ibnu Taimiyyah berkata, “Meminta syafaat, do’a dan ampunan kepada Beliua setelah wafat dan disamping kuburnya, tidak disyariatkan menurut seorang imam umat Islam pun dari Imam yang empat, demikian pula para murid senior mereka tidak pernah menyinggungnya. Adapun yang menyinggungnya adalah sebagian ulama muta’akhirin.[4]

Jika meminta syafaat kepada Rasulullah tidak boleh setelah beliau wafat, demikian juga halnya dengan orang lain, dari kalangan para nabi, orang shaleh sesudah mereka meninggal, dan para Malaikat karena tidak mampu mengabulkan.

Ketiga: Berkaitan dengan permohonan syafaat kepada Rasulullah pada hari Kiamat, maka telah ditegaskan dalam nash-nash syariat bahwa manusia akan memintanya kepada Beliau.

Ini sudah disinggung dalam pembahasan tentang syafaat udzma. Bahwa orang-orang mendatangi untuk bertawasul dengan beliau dengan tujuan agar member syafaat bagi mereka kepada Rabb mereka supaya diputuskan perkara mereka dan penghuni surga akan memasuki surga.

Permohonan syafaat kepada beliau pada hari Kiamat persis seperti permintaan dan tawasul mereka kepada Beliau saat masih hidup. Mereka akan memohon syafaat dari Beliau pada hari Kiamat agar member syafaat atas izin Allah, sebagaimana yang mereka lakukan kepada Beliau di Dunia, meminta kepada Beliau untuk mendo’akan mereka dalam istisqa’ dan perkara lainya.

Ringkasnya, permintaan syafaat dari Nabi saat Beliau masih hidup boleh dan terjadi. Baik itu permintaan syafaat dalam perkara duniawi atau permintaan dalam syafaat ukhrawi. Sedangkan meminta syafaat dari Nabi setelah Beliua wafat, maka jenis ini tidak boleh dimintakan sekarang ini kecuali pada Allah swt.

Disarikan Dari kitab meraih syafaat Nabi saw karangan DR. Nashir bin Abdurrahman Al-Juda’i.

[1] Ibnu Taimiyyah, Ar-Raddu ‘Ala Al-Bakry, hal. 328

[2] Ibnu Taimiyyah, Majmu’ Fatawa: 1/148

[3] HR. Tirmidzi di Sunnan: 4/621, kitab hari kiamat.

[4] Di antara kitab yang mengulas pendapat orang-orang muta’akhirin dan memegangi pendapat itu kitab yang berjudul Syawahidu Al-Haqqi Fil Istighasah Bi Sayyidi Al-Khalqi karya Yusuf bin Ismail An-Nabhani. Syaikh Muhammad Syukri Al-Alusi telah membantah kitab itu dengan kitab Ghayatul Amani Fi Ar-Raddi ‘Ala An-Nabhani.

0 komentar

Posting Komentar