Oleh: Ahsanul Huda
A. Muqodimah
Diantara nikmat Allah terbesar yang diberikan kepada seorang Muslim adalah memberi mereka hidayah kepada hal yang dicintai dan diridhaiNya. Allah berfirman :
بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلْإِيمَانِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
"Sebenarnya Allah, dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar."[1]
Namun demikian, bukan berarti setelah kita diberi petunjuk oleh Allah berupa keimanan yang menancap dan telah mengakar dihati kita, lantas Allah akan membiarkan kita begitu saja tanpa ada ujian yang harus kita terima. Barang siapa yang meniatkan dirinya secara tulus untuk memikul beban berupa keimanan dan hidayah dengan menginginkan kemuliaan disisi Allah dengan keimanan tersebut maka ia harus rela menebus status mulia itu dengan menanggung beban-beban berat, baik berupa keletihan, kelelahan, kepahitan maupun ujian yang berupa kesengsaraan.
Maka dari itu kami sedikit memaparkan kapada pembaca yang budiman tentang masalah ISTIQOMAH sehingga kita betul- betul mengetahui tentang hakekat istiqomah agar kita senantiasa bisa berpegang teguh di atas jalan Nya, mengingat banyaknya godaan fitnah syahwat maupun fitnah syubhat, yang semua ini hanya akan menjerumuskan kita kedalam lubang kehancuran.
B. Pengertian
Bahasa
Secara bahasa Itiqomah di ambil dari kata إستقام – يستقيم yang artinya lurus, lawan kata dari melampaui batas, artinya berpegang teguh kepada Al- Qur'an dan As- Sunnah.
Istilah
Di dalam buku, "Jaami'ul 'Uluum Wal Hikam" ( hal 311 –Al-muntaqa ), Ibnu rajab Al Hambali, mengatakan, " Istiqomah adalah menempuh jalan yang lurus, tanpa membengkokkannya ke kanan maupun ke kiri. Dan hal itu mencakup ketaatan secara kseluruhan, baik secara lahir maupun batin, serta meninggalkan segala bentuk larangan." Jadi yang dimaksud dengan istiqomah adalah teguh pendirian dalam tauhid dan tetap beramal yang saleh. Sebagaimana Abu bakar ash-shidiq ketika ditanya tentang istiqomah ia menjawab bahwa istiqomah adalah kemurnian tauhid tidak boleh menyetukan Alah.
Allah Ta'ala berfirman :
فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ
"…Maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya…"[2]
Firman Allah diatas menunjukkan secara pasti adanya sikap menggampangkan dalam istiqomah yang diperintahkan, sehingga hal itu mengharuskan seseorang untuk memohon ampunan yang berupa taubat dan kembali kepada istiqomah."
Sabda Rasul Saw
قل آمنت با الله ثم استقم
Katakan," Aku beriman kepada Allah," kemudian beristiqamahlah" ( HR. Muslim )[3]
Perkataan sahabat," Katakanlah kepadaku ungkapan tentang islam, dimana aku tidak lagi akan menanyakanya kepada seorang pun, selain engkau. Nabi kemudian menjawab," Katakan, Aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah !" Iman kepada Allah dengan hati, sedang istiqamah dengan amal. Dalam hal ini, Nabi Saw hanya menyampaikan dua kata yang mencakup seluruh muatan agama. Kata amantu billah ( aku beriman kepada Allah ) mencakup iman kepada segala yang dikabarkan Allah mengenai diriNya, iman kepada hari akhir, rasul- rasulnya dan mengenai ajaran yang dibawa oleh para rasul itu. Demikian juga, ia mengandung makna tunduk dan patuh. Oleh karena itu, beliau bersabda," Kemudian beristiqamahlah!" ini dibangun di atas dasar iman. Itulah rahasianya Nabi Saw menggunakan kata tsumma ( kemudian ) yang menunjukkan makna berurutan, yaitu istiqamah dan berpegang pada jalan yang lurus. Maksud jalan yang lurus adalah jalanya orang- orang dianugrahi nikmat oleh Allah, yang terdiri dari para Nabi, shidiqin, syuhada', dan shalihin. Jika manusia sudah membangun hidupnya di atas dua kalimat ini maka dia akan hidup bahagia di dunia dan akherat.
C. Komentar Salaf Tentang Istiqomah
· Al- Ustadz Abu Al- Qosim Al- Qusyairi berkata, " Istiqamah adalah sebuah tingkatan yang menjadi pelengkap dan penyempurna segala urusan. Karena istiqamah inilah, segala kebaikan dengan semua aturanya dapat diwujudkan. Orang yang tidak istiqamah dalam melakukan usahanya sudah tentu akan sia- sia dan gagal"
· Al- Wasithi berkata," Istiqamah adalah sifat yang bisa menjadikan sempurnanya kebaikan, jika ia hilang maka kebaikan- kebaikan itu menjadi buruk"[4]
· Syekh Al- Fadhil Sayyid bin Husain Al- Affani hafidzullah berkata, " Istiqamah adalah sebuah kata yang menyeluruh, yang menghimpun seluruh muatan agama.
· Abu Bakar As- Shidiq berkata ketika beliau ditanya tentang istiqamah," Istiqomah adalah kemurnian tauhid tidak boleh menyetukan Allah" Maksud beliau adalah keistiqamahan didalam bertauhid secara murni
· Al- Faruq didalam menafsiri istiqamah ," Istiqamah di dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan serta tidak condong seperti condongnya rubah
· Sedangkan Ustman bin Affan menafsirkanya dengan ," Mengikhlaskan amal kepada Allah"
· Kemudian Ibnu Taimiyyah menafsirkanya dengan," Cinta dan penghambaan sehingga mereka tidak akan menoleh atau menyimpang darinya ke kann atau ke kiri
· Ustadz Shallaah Ahmad ath Thunuby memaknainya dengan"Tegak diatas jalan Allah dan senantiasa konsisten dalam menapaki petunjuknya, terus mengikat diri dengan ikatanNya, had-hadNya dan menjawab seluruh perintahNya dan menghentikan diri dari berbuat apa yang Dia haramkan"
· Imam an-Nawawi berkata "Istiqamah adalah beriltizam dan konsiten pada suatu jalan dengan merealisasikan kewajiban dan menjauhi segala larangan"
D. Kewajiban Untuk Istiqomah ( Berpegang Teguh Pada Jalan Yang benar )
Karena orang yang meminta petunjuk kepada jalan yang lurus berarti meminta sesuatu yang kebanyakan orang menyimpang darinya, dan akan sedikit teman yang akan menyertainya dalam perjalanan ini, sementara itu hati pun bertabiat untuk senatiasa mengikuti hawa nafsu belaka. Bergantinya masa dan bergesernya waktu menjadikan semakin beragamnya fitnah yang ada dimuka bumi ini. Karena masa yang kita tempuh ini telah mencapai usia senja bahkan hampir mendekati masa akhir dimana jagat raya akan hancur berkeping-keping, maka hal itu menjadikan semakin beragamnya fitnah yang harus kita hadapi, karena hal itu merupakan salah satu dari tanda datangnya hari akhir tersebut.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam telah mengkhabarkan, bahwa termasuk dari tanda-tanda hari Kiamat adalah munculnya fitnah yang sangat besar, fitnah yang mencampur adukkan antara yang haq dan yang bathil, fitnah yang membuat keimanan seseorang menjadi goncang sehingga pada pagi hari ia mukmin tapi pada sore harinya ia sudah menjadi kafir, dan di sore harinya ia mukmin tapi pada pagi harinya ia sudah berubah menjadi kafir. Fitnah-fitnah ini akan terus berlanjut dan disusul dengan fitnah-fitnah lain sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.
Al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda :
ستكون فتنة القاعد فيها خير من القائم، والقائم خير من المــاشى، والماشى فيها خير من الساعى، من تشرف لها تستشرفه فمن وجد ملجأ أو معاذا فليذ به.
"Akan terjadi suatu fitnah dimana orang yang duduk lebih baik dari orang yang berdiri, yang berdiri lebih baik dari pada yang berjalan, yang berjalan lebih baik daripada yang berlari dan barang siapa yang mendekat akan tertarik olehnya. Oleh karena itu, siapa yang mendapatkan tempat berlindung hendaklah ia berlindung dengannya." (HR Bukhari)[5]
Maka Allah memerintahkan kepada hambanya untuk senantiasa berpegang teguh pada jalan yang benar.
Allah Swt Berfirman :
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang Telah Taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan."[6]
Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi memerintahkan Rasul-Nya agar tetap teguh dan senantiasa beristiqomah, sebagaimana diperintahkan dan dijelaskannya.
Allah Ta'ala berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (30) نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ (31) نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ (32)
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu". Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."[7]
Allah Ta'ala mengabarkan kepada hamba-hamba-Nya yang telah mengikhlaskan agama mereka bahwa yang haq hanya untuk-Nya serta berjalan diatas jalan Rasul yang mulia tanpa menyimpang ke kiri dan ke kanan ibarat seekor musang, Para malaikat akan memberikan kabar gembira supaya mereka tidak takut pada saat kematian datang, dan tidak pula bersedih atas apa yang mereka tinggalkan di belakang mereka, yaitu berupa anak, keluarga, dan harta benda. Kemudian mereka diberitahukan tentang lenyapnya atau hilangnya keburukan dan tercapainya kebaikan. Kami para malaikat adalah penjaga kalian atas perintah Allah dalam kehidupan di dunia, dan kami akan senantiasa bersama kalian sehingga kalian masuk surga, sehingga di dalamnya kalian akan mendapatkan segala yang kalian inginkan dan segala yang tidak pernah terbersit di dalam hati manusia. Penghormatan seperti itu merupakan pemberin dari Rabb Yang Maha Pengampun atas dosa-dosa kalian, yang mana Dia telah mengampuni, menutup aib, dan menyanyangi kalian, maka segala puji bagi-Nya di dunia dan di akhirat.
Allah Ta'ala berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (13) أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (14)
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", Kemudian mereka tetap istiqamah. Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka Itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang Telah mereka kerjakan."[8]
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : قاربوا وسددوا , واعلموا أنه لن ينجو أحد منكم بعمله . قالوا : ولا أنت يا رسول الله ؟ قال : ولا أنا إلا أن يتغمدني الله برحمة منه وفضل
“Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : " Usahakanlah untuk mendekati yang benar dan upayakanlah untuk menepati yang benar itu. Dan ketahuilah bahwasannya tidak ada seorang pun diantara kalian yang selamat (dari siksa ) karena amal perbuatannya." Para sahabat bertanya, :" Termasuk Engkau ya Rasulullah?" Beliau smenjawab," Termasuk juga aku, hanya saja Allah telah meliputi diriku dengan rahmat dan karunia-Nya." (H.R. Muslim)[9]
E. Contoh Keistiqomahan salaf
Telah berlaku dalam sunatullah bagi manusia bahwasanya Allah l akan memberikan ujian kepada manusia untuk membuktikan keteguhan keimanan seseorang, sehingga benarlah orang yang benar dan dustalah para pembohong terhadap apa yang mereka katakan. Allah l berfirman
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta." [10]
Rasullullah pernah ditanya tentang manusia yang paling hebat dan dasyat cobaanya, maka Beliau bersabda
" Para Nabi, kemudian orang yang dibawahnya dan di bawahnya " ( HR. At- Tirmizdi dan Ibnu Majah )[11]
Cobaan dan ujian telah diberikan kepada Imam Ahmad bin Hambal menunjukkan kekuatan dan keagungan imanya kepada Allah swt telah berfirman
" Dan Sesungguhnya kami Telah berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat), Maka janganlah kamu (Muhammad) ragu menerima (Al-Quran itu) dan kami jadikan Al-Kitab (Taurat) itu petunjuk bagi Bani Israil " [12]
Secara silih berganti dan berurutan, Ahmad bin Hambal menghadapi cobaan dari empat penguasa sekaligus. Diantara keempatnya ada yang mengancam dan menteror , ada yang memukul dan ada yang memasukkanya kedalam penjara, ada yang menggiring dan berlaku kasar kepadanya dan yang terakhir mengiming- imingi kekuasaan dan harta kekayaan.
Menjelang akhir usia Al- Makmun, tepatnya sewaktu pasukan Al- Makmun keluar dari bagdad hendak menyerang tentara Romawi, pada saat itulah, Al- Makmun menulis surat kepada Ishaq bin Ibrahim bin Mus'ab yang saat itu sebagai perwira tertinggi tentaranya agar mengajak kepada seluruh rakyatnya untuk mengikuti golonganya, yaitu golongan yang menganggap bahwa Al- Qur'an itu makhluk.
Kemudian Ishaq bin Ibrahiom menyeru para ulam', hakim dan para imam ahli Hadist agar mengikuti seruan Al- Makmun, namun orang – orang yang menerima seruan itu menolaknya. Akhirnya, merekapun menempuh jalan kekerasan dan paksaan, sehingga kebanyakan dari orang – orang tersebut pun mengikutinya dengan paksa. Akan tetapi, Ahmad bin Hambal tetap menolaknya sehingga Al- Makmun semakin geram dan marah. Pada saat Ahmad bin Hambal jelas- jelas menolak itulah, akhirnya dia dibawa dengan unta untuk dihadapkan kepada khlifah Al- Makmun.
Ahmad bin Hambal lalu diseret untuk dihadapkan kepada Khalifah Al- Makmun. Dalam kesempatan itu Al- Makmun sudah menetapkan hukuman bagi Ahmad bin Hambal untuk dibunuh kalau dia masih tidak mau menerima pendapat bahwa Al- Qur'an adalah makhluk. Setelah ketentuan hukuman Imam Ahmad bin Hambal sudah jelas, dia dibawa kembali untuk dimasukkan penjara guna menunggu kapan hukuman mati yang ditetapkan Al- Makmun dilaksanakan.
Sewaktu dalam perjalanan terali besi inilah, Imam Ahmad bin Hambal berdo'a agar tidak dipertemukan lagi dengan Al- Makmun. Belum lama berselang sewaktu Imam Ahmad bin Hambal masih dalam perjalanan, terdengan kabar bahwa Al- Makmun telah meninggal.
Sepeninggal Al- Makmun tapuk pemerintahan jatuh ditangan Al- Mu'tasim. Pada masa Al- Mu'tasim ini, Ahmad bin Hambal didera hukuman dengan cambukan yang pelaksanaanya terjadi dihadapanya.
Pada deraan yang pertama, Imam Ahmad bin Hambal mengucapkan, " Bismillah ( dengan nama Allah )." Pada cambukan yang kedua dia berkata, " La Haula wa la quwwata illa billah ( tidak ada daya dan kuasa selain dari Allah )." Pada cambukan yang ketiga dia berkata," Al- Qur'an adalah firman Allah dan bukan makhluk." Pada deraan cambukan yang keempat, dia berkata dengan mengutip ayat Al- Qur'an
"Katakanlah," sekali- kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah"[13]
Akibatnya, Al- Mu'tasim memerintahkan agar cambukan diperkeras lagi. Ketika sudah sampai pada cambukan yang ketiga belas, Al- Mu'tasim bangkit dari tempat duduknya berjalan mendekati Imam Ahmad bin Hambal dan berkata," wahai Ahmad, apa rasa sakit telah mematikan jiwamu? Harus dengan apa kamu ingin mengakhiri hidupmu? Demi Allah, sesungguhnya aku sangat kasihan melihatmu begini. Apakah kamu ingin mengalahkan mereka semua!"
Lalu Imam Ahmad menjawab," Wahai amirul Mukminin, berikanlah kepadaku dalil dari Al- Qur'an dan hadist Nabi sehingga aku mengatakan sebagaiman paduka." Al- Mu'tasim pun kembali ketempat duduknya. Dia perintahkan memperkeras cambukanya, akibatnya Imam Ahmad bin Hambal tidak sadarkan diri.
Pada saat tidak sadarkan diri itulah, badan Ahmad bin Hambal ditaruh di atas tikar milik seseorang. Ketika sudah sadar, maka mereka memberikan bubur kepadanya untuk makan dan minum. Namun Imam Ahmad bin Hambal berkata" Aku tidak akan memakan dan meminumnya. Aku tidak ingin membatalkan puasaku ."
Lalu, mereka membawa Imam Ahmad bin Hambal ke rumah Ishaq bin Ibrahim. Imam Ahmad menunaikan shalat zhuhur di sana dan Ibnu Sam'ah menjadi makmumnya. Setelah shalat Ibnu Sam'ah berkata, " wahai Ahmad, kamu menunaikan shalat sedang darah mengalir membasahi bajumu? " Maka Imam Ahmad menjawab," Umar bin Al- Khottob telah menunaikan shalat, sedang lukanya tetap mengalirkan darah.
Setelah Al- Mu'tasim meninggal, naiklah Abu Ja'far Al- Watsiq Harun bin Al- Mu'tashim sebagai khalifah. Biarpun Abu Ja'far tidak menderanya dengan cambukan, akan tetapi dia telah mengasingkan Imam Ahmad bin Hambal. Tahanan ini bermula dari pengasingan di suatu daerah, kemudian Ahmad dipindah kerumahnya dan ditetapkan dengan tahanan rumah. Imam Ahmad tetap bersabar dengan hukuman itu sampai pada akhirnya Al- Watsiq meninggal.
Setelah Al- Watsiq mangkat, maka naiklah Al- Mutawakkil sebagai Khalifah. Nama Al- Mutawakkil adalah Abu Fadhl Ja'far bin Al- Mu'tashim. Corak kepemimpinan Al- Mutawakkil ini berbeda dengan para pendahulunya. Al- Ma'mun, Al- Mu'tashim, dan Al- Watsiq dalam hal aqidah. Dia justru mencela para pendahulunya yang mengatakan bahwa Al- Qur'an adalah makhluk dan melarang para masyarakat untuk memperdebatkan masalah tersebut.
Sebagai gantinya, dia membuka lebar- lebar bagi ulama' ahli hadist untuk menyebarkan dan meriwayatkan hadist. Akibatnya, berkibarlah bendera akidah Ahlu Sunnah dan matilah bid'ah. Semua ulama' yang dahulu dipenjarakan karena masalah Al- Qur'an makhluk, dibebaskan. Sebagai penggantinya, muncullah surat keputusan yang berisi surat penahanan terhadap Muhammad bin Abdil Malik Az- Ziyat Al- Wazir yang akhirnya di penjarakan di Tanur sampai meninggal.
Demikianlah orang – orang mukmin yang benar imanya akan bertambah kadar iman dan ketundukanya kepada Allah dengan adanya cobaan dan ujian yang menimpanya. Sedang orang- orang munafik akan takut dengan cobaan tersebut sebagaimana disebutkan dalam firman Allah l
يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ
" Mereka mengira bahwa tiap- tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka."[14]
F. Sifat Orang Yang Beristiqamah
Istiqamah menimbulkan keberanian. Pemberani bukan nekat tanpa perhitungan dan pertimbangan. Keberanian yang timbul dalam istiqamah didasari pertimbangan matang dan penuh perhitungan untuk meraih ridha Allah. Berikut beberapa sifat yang dimiliki oleh orang yang beristiqamah di jalan Allah :
Memiliki daya tahan yang kokoh. Seseorang yang mempunyai sifat istiqamah, dia memiliki daya tahan yang sangat kokoh dalam menghadapi kesulitan, penderitaan dan berbagai resiko lainnya.
Berterus terang dalam kebenaran “Qulil haq walau kaana murran” (katakan yang benar meskipun itu pahit). Hanya orang yang istiqamah yang memiliki keteguhan dan keberanian menanggung resiko berterus terang dalam kebenaran. Seorang Muslim yang istiqomah, dia berani menampakkan sebuah kebenaran yang ia ketahui dan ia berani merealisasikannya dalam kehidupan meskipun ia harus menanggung celaan, hinaan, cibiran, keterasingan bahkan kematian sekalipun ia sanggup menghadapinya demi untuk mempertahankan agamanya.
kemampuan menyimpan rahasia. Seorang Muslim yang istiqamah mampu bekerja dengan baik, cermat dan penuh perhitungan terutama dalam memperjuangkan agamanya. Ia mampu merencanakan, mengatur, dan menyimpan rahasia dengan baik.
Mengakui kesalahan. Seorang Muslim yang istiqomah berani mengakui kesalahan mau meminta maaf, bersedia mengoreksi kesalahan dan bertanggung jawab atas perbuatan yang ia lakukan.
bersifat objektif terhadap diri sendiri. Seorang Muslim yang benar istiqamahnya tidak menganggap dirinya baik, sempurna dan tidak memiliki kelemahan. Tetapi ia juga tidak merasa rendah diri, merasa tidak mampu dan tidak berbuat apapun di jalan Allah.
Menahan nafsu di saat amarah. Seorang Muslim yang istiqamah dapat mengendalikan diri dan menahan hatinya, mulutnya dan tangannya walaupun punya kemampuan dan peluang untuk melampiaskan amarah. Ia tidak mudah mencela dan mencerca orang lain meskipun ia dalam keadaan marah.
Seorang Muslim yang istiqamah dalam kebenaran memiliki keberanian dan kemampuan dalam menanggung resiko terbesar dalam hidup yaitu mati di jalan Allah.
G. Langkah-Langkah Agar Dapat Istiqamah
Berikut ini adalah beberapa langkah yang mudah-mudahan bisa membantu kita agar tetap istiqamah di jalan Allah, terutama pada zaman yang sarat dengan fitnah ini :
Beramal dan melakukan optimalisasi. Allah berfirman dalam QS. Al-Hajj : 78, yang artinya :
”Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. dia (Allah) Telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. dia adalah Pelindungmu, Maka dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong. Maksudnya: dalam kitab-kitab yang Telah diturunkan kepada nabi-nabi sebelum nabi Muhammad s.a.w.”
Sesunggguhnya ketika seorang Muslim memperbanyak amal shalih baik berupa shalat, puasa dan yang lainnya, maka itu menunjukkan terus berlanjutnya kontak antara dirinya dengan Allah. Dalam hal ini terdapat peningkatan dan penguatan terhadap keimanannya. Dan dalam waktu yang sama itu merupakan indikasi sanpai sejauh mana kecintaannya kepada Allah.
Berlaku seimbang antara tindakan melampaui batas dan menyia-nyiakan. Allah berfirman dalam QS. Al-Furqan : 67, yang artinya :
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
Dan Abdullah bin Amru, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Setiap amal memiliki puncaknya dan setiap puncak pasti mengalami kefuturan,. Maka barangsiapa yang pada masa futurnya kembali kepada sunnahku, maka ia beruntung, dan barangsiapa yang pada masa futurnya kembali kepada selain itu, maka berarti ia telah celaka.” (HR. Imam Ahmad)
Tidak melampaui batas yang telah digariskan ilmu pengetahuannya. Allah berfirman dalam QS. Al-Israa’ : 36, yang artinya :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
Ikhlas karena Allah dalam segala amalan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Bayyinah : 5, yang artinya :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
Mengikuti sunnah. Rasulullah saw bersabda,”Siapa di antara kalian yang masih hidup setelahku maka dia pasti akan melihat perbedaan yang keras, maka hendaklah kalian mengikuti sunahku dan sunah para khalifah rasyidin (yang lurus), gigitlah dengan gigi gerahammu” (HR. Abu Dawud)
Imam Sufyan berkata,”Tidak diterima suatu perkataan kecuali bila disertai amal, dan tidaklah lurus perkataan, amal dan niat kecuali bila sesuai dengan sunnah".
Menuntut Ilmu Syar'i. Sesungguhnya kehadiran seorang Muslim dalam pelajaran Ilmu yang bermanfaat di dalam masjid dan keterlibatan mereka di dalamnya yang diiringi pengaharapan akan pahala dalam langkah-langkah yang ia ayunkan dari rumah ke masjid serta bertolak dari niat yang ikhlas karena Allah dan tekat yang tulus untuk bekerja keras dalam rangka mempelajari ilmu yang dengan itu ia mengenal Allah sekaligus terwujudnya rasa takut seorang Muslim kepada Rabbnya, kedua hal ini benar-benar merupakan perangkat terpenting juga dalam meneguhkan dirinya di atas jalan hidayah.
Sesungguhnya seorang muslim adalah yang berusaha mengambil bagian besar dari Ilmu sar'i. berangkat dari firman Allah dalam surat Thaahaa ayat 114:
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
"Dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."
Namun yang sangat disayangkan banyak sekali manusia yang sangat memperhatikan akan ilmu duniawi, mereka bersemangat sekali bahkan rela mengerahkan segenap waktu dan energinya demi mendapatkan status sosial yang tinggi dihadapan masyarakat atau demi mendapatkan pekerjaan yang layak dikemudian hari. Sayang sekali tidak ada dari mereka yang menanyakan tentang masalah agama mereka, kalaupun ada itupun hanya sebagian kecil saja. Mudah-mudahan kita adalah bagian dari yang sedikit itu.
Selalu mengintrospeksi diri. Sesungguhnya diantara perangkat yang membantu untuk tetap istiqomah di atas jalan hidayah adalah hendaknya seorang muslim menyendiri kemudian ia teliti ulang dan introspeksi dirinya dan ia lihat kondisinya. Apa yang telah ia lakukan dan mengapa? Apa yang ia katakan dan mengapa? Apa bekal yang yang sudah ia persiapkan untuk menyongsong hari akhir nanti? Hal itu akan menjadikan ia berusaha untuk menambal kekurangan yang ada dalam dirinya, memperbaiki kesalahannya dan menyegerakan taubat ketika ia berbuat dosa. Adapun jika ia meremehkan introspeksi dirinya, maka dalam sikap seperti itu terdapat kehancuran bagi dirinya.
Zuhud terhadap dunia dan memperpendek angan-angan, karena diantara sarana yang membawa seoang muslim kepada kelalaian dan meninggalkan istiqomah serta menuruti hawa nafsu adalah sikap penerimaannya terhadap dunia, baik berupa pakaian, perhiasan, makanan dan minuman yang ia bersikap berlebihan dan ada pengikat dan syarat yang menjadikan dirinya bisa hidup di dunia. Maka untuk mengaggapai istiqomah hendaknya kita meninggalkan semua itu.
Memperbanyak mengingat mati dan takut akan su'ul khatimah (buruk diakhir kehidupan). Tidak diragukan lagi bahwa mengingat kematian akan mencegah dari perbuatan-perbuatan maksiat, melunakkan hati yang keras, menggugah hati yang lalai memperpendek akan seorang hamba tentang dunia, dan membawanya kepada ketaatan serta tunduk kepada perintah-perintah Allah.
H. Penutup
Demikian makalah ini kami buat semoga kita bisa tetap komitmen dengan ajaran yang dibawa rasul, mengingat banyaknya celaan, cobaan, dan godaan fitnah dunia (harta, wanita, kekuasaan dll) yang menghadang.
Makanya Rassulullah memisalkannya orang yang berpegang teguh terhadap apa yang ia yakini dari kebenaran seperti halnya orang yang memegang bara api yang sangat panas. Jika ia tahan maka hasilnya akan ia petik di hari akhir nanti dan jika ia melepaskannya maka sama halnya ia telah berlepas diri dari jalan yang lurus menuju jalan yang menyesatkan.
Semoga kita senantiasa mendapatkan hidayah dan inayahnya, sehingga kita mendaptkan kebahagiaan di dunia dan akherat. Amien
Daftar Pustaka
1. Al- Qur'an
2. Al- Hadits
3. Madarijus Shalihin karya Ibnu Taimiyyah Juz 1
4. Al- Istiqomah karya Dr. Muhammd Risyad Salim
5. Syarkh Riyadhussholihin karya Syekh Al- Utsaimin
6. Manhaj Aqidah Imam Asy- Syafi'I karya Dr. Muhammad AW. Al Aqil
7. Syarkh Hadist Arba'in karya Imam Nawawi
[1] Al- Hujurat : 17
[2] Fusilat : 6
[3] Diriwayatkan oleh Muslim 38
[4] Syarakh An- Nawawi ala Shahih Muslim 2 / 9
[5] Shahih al Bukhari bab al Fitan 8/92
[6] Huud : 112
[7] Fusilat : 30 -32
[8] Al- Ahqof : 13 - 14
[9] Shahih Al- Bukhori ( 5673 ) dan Shahih Muslim ( 2816 )
[10] Al- Ankabut : 2-3
[11] At- Tirmidzi 9 / 243 , Ibnu Majah 4023
[12] Maksudnya: sebagaimana Telah diberikan kepada Musa, Taurat, begitu juga diberikan kepada Muhammad Al-Quran. dan sebagaimana Taurat dijadikan petunjuk bagi Bani Israil, Maka dijadikan Al-Quran petunjuk bagi ummatmu.
[13] At- Taubah : 15
[14] Al- Munafiqun : 4
Kata Mutiara
Sahabat adalah keperluan jiwa yang mesti dipenuhi.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau subur dengan penuh rasa terima kasih.
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu. Kerana kau menghampirinya
saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa memerlukan kedamaian.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau subur dengan penuh rasa terima kasih.
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu. Kerana kau menghampirinya
saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa memerlukan kedamaian.
Posting Komentar