I. PENDAHULUAN
Wanita wajib untuk dilindungi dan dijaga melebihi penjagaan dan perlindungan terhadap kaum pria, maka karena itulah kewajiban untuk berhijab, larangan untuk menampakkan perhiasan serta kewajiban meninggalkan tabarruj merupakan kekhususan mereka dan karena itulah wajib menutup dirinya dengan pakaian dan tetap tinggal dirumah, yang mana hal ini tidak diwajibkan bagi laki-laki, karena terbukanya (kebebasan ) kaum wanita merupakan sebab timbulnya fitnah dan karena laki-laki pemimpin bagi mereka.
Situasi situasi dimana seorang wanita diperintahkan oleh Alloh untuk mengenakan hijab adalah yang diduga bisa menimbulkan fitnah. Firman Alloh :
“Yang demikian itu lebih suci bagi mereka.” ( QS. An Nur: 30 )
Bisa jadi kesucian bisa diperoleh tanpa melalui jalan itu, tetapi yang demikian akan menjadikannya lebih suci. Maka apabila memandang atau menampakkan perhiasan itu bisa menghilangkan kesucian, karena bisa menimbulkan syahwat hati dan kenikmatan pandangan. Maka meninggalkan itu dan mengenakan hijab lebih utama untuk diwajibkan. (Ibnu Taimiyah, Hijab dan pakaian muslimah dalam sholat, hal 59).
II.TA'RIF (Pengertian)
Menurut bahasa : “ An naqshu” ( kekurangan, aib )
Menurut Syar’I :
(Apa yang wajib ditutupi dan haram untuk dilihat).
III. BATASAN AUROT
Ada perbedaan bagian-bagian badan yang harus ditutup ketika melakukan sholat dan diluar sholat. Mengenakan perhiasan dalam sholat adalah berkaitan dengan hak Alloh. Maka tidak seorangpun thowaf di Baitulloh dalam keadaan telanjang, sekalipun seorang diri dan di waktu malam, demikian juga ia tidak boleh melaksanakan sholat dalam keadaan telanjang sekalipun seorang diri . Ketahuilah bahwa mengenakan “pakaian yang indah” sholat tidak sama mengenakan hijab dari pandangan orang. Keduanya merupkan hal yang memiliki hukum yang berbeda sama yang lain.
Karena itu kadang orang yang melakukan sholat harus menutupi apa yang boleh diperlihatkan diluar sholat dan terkadang ada bagian tubuh yang dperlihatkan seorang wanita dalam sholat yang mestinya ditutupi dari pandangan seorang pria melaksanakan sholat dengan hanya satu kain sedang diatas pundaknya tidak terdapat sedikitpun. Ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dalam sholat sedangkan diluar sholat ia boleh memperlihatkan kedua pundaknya dihadapan kaum laki-laki.
Demikian pula halnya wanita merdeka, ia harus mengenakan khimar (kerudung) dalam sholat, padahal ia tidak berkewajiban mengenakan khimar dihadapan suami mereka dan orang-orang yang mempunyai hubungan mahrom dengan mereka, juga dihadapan muslimah.
Kebalikannya adalah mengenai wajah, dua tangan dan dua telapak kaki seorang wanita menurut pendapat yang paling shohih (benar) diantara dua pendapat yang ada tidak boleh menampakkan bagian-bagian tubuh tersebut kepada kaum pria ajnabi (asing/bukan mahrom) bahkan tidak boleh menampakkan apapun selain pakaian, tidak sebagaimana hukum sebelum adanya nash (dalil). (Ibnu Taimyah, Hijab Dan Pakaian Wanita Muslimah Dalam Sholat, Hal 36.)
Sedang Batas Aurot Menurut Pendapat Ulama adalah:
a. Di Dalam Sholat : Seluruh badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan (dan kedua telapak kaki menurut madzab hanafi)
b. Diluar sholat:
ü Dihadapan laki–laki ajnabi (asing/bukan mahrom) : seluruh badan
ü Dihadapan kerabat dekat (mahrom) atau muslimah: dalam hal ini ada beberapa pendapat di kalangan para Ulama diantaranya adalah menurut :
1. Madzab Hanafi Dan Syafi’I : Antara pusar dan lutut.
2. Madzhab Malikiyah : Seluruh badan kecuali wajah dan atrof ( kepala, leher, kedua tangan, dan kedua kaki)
3. Madzab Hambali : Seluruh tubuh kecuali tengkuk kepala, kedua tangan dan kedua telapak kaki, betis.
ü Dihadapan orang kafir : Menurut jumhur ulama seluruh badan kecuali yang biasa tampak pada pekerjaan-pekerjaan rumah tangga.
Suara wanita menurut jumhur ulama bukan merupakan aurat, tetapi diharamkan mendengar suaranya yang indah-indah, walaupun tilawatul Qur’an, disebabkan takut terjadi fitnah.
IV. MASYRU'IYYAH MENUTUP AUROT DAN HIJAB
1. Al Ahazab : 53
“Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi) maka mintalah dari belakang tabir . cara itu lebih suci bagi kamu dan bagi mereka.”
2. Al A’arof : 31
“ Pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid.”
3. An Nuur : 31
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah manutupi kain kerudung kedadanya.”
4. Al Ahzab : 59
“ Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal , karena itu mereka tidak diganggu dan adalah Allah maha pengampun lagi maha penyayang".
5. An Nuur : 60
“ Dan perempuan-perempuan yang telah terhenti ( dari haidlh dan mengandung) yang tiada ingin kawin lagi tiadalah atas mereka menanggalkan pakaian mereka dengan tidak bermaksud menampakkan perhiasan dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka.”
6. Hadits Abdulloh
“Dari Abdulloh Ra dari Nabi Saw bersabda : Sesungguhnya wanita itu aurot apabila keluar dari rumah maka syaithon membaguskannya dan sedekat-dekat dirinya dengan Rabbnya adalah ketika berada dalam rumahnya.”
7. Hadits Aiysah
Berkata Ibnu Syihab dari Auroh dari Aisyah berkata : “Semoga Alloh memberi rahmat (kasih sayang) kepada wanita-wanita Muhajirin yang pertama”, yang tatkala Alloh menurunkan firmannya ( “Dan hendaklah mereka menutup khimar-khimar mereka itu pada juyub mereka )”.lantas mereka merobek kain tak berjahit (muruth) yang mereka kenakan itu.( Al Bukhori 2: 182 )
V. PENJELASAN
1. Para ulama berbeda pendapat tentang ma’na jilbab :
Ibnu Mas’ud, Qotadah, Hasan Al Bashri dan yang lain berkata : Jilbab adalah rida’(selendang) yang diletakkan diatas khimar.
Ubaidah dan ulama berkata : Jilbab adalah pakaian yang menutup anggota tubuh mulai dari bagian atas kepala sehingga hanya dua matanya saja yang tampak ( sejenis dengan niqob / cadar )
Sedang masyarakat umum menyebut izar, yaitu semacam baju kurung besar yang menutup kepala dan menutup seluruh tubuh wanita.
Al Qurtubi berkata : Yang shohih jilbab adalah pakaian yang menutup seluruh badan.
2. Ayat hijab ( perintah untuk berhijab ) berlaku untuk seluruh wanita, tidak khusus hanya untuk istri Nabi, walaupun ayat tersebut turun berkenaan dengan istri-istri beliau. Qoidah Ushul mengatakan :
“ Hukum diambil berdasar lafal nash (dalil) yang umum, bukan berdasar sebab nuzul/wurud (turun) yang khusus.”
3. Para ulama berbeda pendapat tentang perhiasan dhohir (yang nampak) dan perhiasan batin (yang tidak nampak).
Ibnu Katsir : Mereka ( Para wanita ) tidak boleh menampakkan perhiasannya kepada ajnabi (orang asing) kecuali hal-hal yang tidak mungkin menutupinya.
Ibnu Mas’ud dan ulama lain berkata: Perhiasan yang biasa nampak adalah pakaian.
Ibnu Abbas dan yang sependapat dengannya : “ Perhiasan yang biasa nampak “ yang dimaksud adalah perhiasan yang terdapat pada wajah dan dua telapak tangan seperti cincin atau celak..
Ibnu Taimiyah : Jika mereka disuruh mengenakan jilbab agar tidak dikenal, artinya mereka disuruh untuk menutup wajah dengan niqob, maka wajah dan kedua telapak tangan itu termasuk perhiasan yang tidak boleh mereka perlihatkan kepada pria ajnabi. Jadi yang boleh dilihat pria ajnabi tinggallah pakaian yang nampak saja, dengan demikian Ibnu Mas’ud menyebutkan hukum yang final ( hukum akhir ) sedangkan Ibnu Abbas menyebutkan hukum yang pertama.
6. Firman Alloh ) Ahzab : 59 ) adalah khobar yang bermakna amar (perintah) sebagaimana firman Alloh dalam Qs Ibrahim : 31
"Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang Telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat ".
dimana qorinahnya (hubungannya)” qul li’ibaadiil ladzina amanuu yuqiimuunash sholaata “
Maka menutup wajah dengan memanjangkan ( mengulurkan ) jilbab hukumnya wajib. Firman Alloh :
“ Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal , karena itu mereka tidak diganggu dan adalah Allah maha pengampun lagi maha penyayang".
Maksudnya adalah supaya mereka dikenal sebagai orang merdeka bukan budak atau perempuan ahli kitab.
5. Bagi perempuan-perempuan yang telah berhenti haidl dan sudah tidak bisa punya anak lagi dan tidak ada lagi keinginan untuk menikah diberi keringanan untuk menanggalkan jilbab “ An yadho’na tsiyaabahunna “ hal ini menjadi dalil yang jelas bahwa perempuan–perempuan yang masih bisa haidh dan masih mempunyai keinginan untuk menikah, maka tidak ada keringanan untuk menanggalkan jilbab. Maka berarti ia harus menggunakan jilbab ( ketika berada diantara laki-laki ajnabi ).
6. Hadits yang mengatakan bahwa wanita adalah aurot menjadi dalil bahwa yang setiap dikatakan aurot maka lazim untuk ditutupi dan tidak boleh untuk dilihatnya.
VI. DALIL YANG DIJADIKAN SANDARAN DIBOLEHKANNYA WANITA MEMBUKA WAJAH DAN KEDUA TANGAN
1. Hadits dari Kholid bin Darik
Dari kholid bin darok dari Aisyah rodhiallohu anha bahwasaya Asma binti Abi Bakar masuk kerumah Nabi saw sedang dia memakai baju tipis maka Rosululloh berpaling darinya dan bersabda : Ya Asma sesungguhnya seorang perempuan bila telah haidl (alamat ia telah baligh) tidak boleh dilihat kecuali ini ( menunjukkan pada wajahnya dan kedua telapak tangannya) .”
Hadits ini dhoif dilihat dari dua hal :
ü Keadaanya mursal karena kholid bin Darik tidak mendengar dari Aisyah, sebagaimana perkatan Abu Daud, Abu Hatim dan Ar Rozi.
ü Di dalam sanadnya ada Said bin Basyir Al Azdi dikatakan bahwa orang tersebut dhoif
ü Hadits tersebut bertentangan dengan nash yang lain yang memerintahkan menutup wajah dan kedua telapak tangannya dan seandainya hadits iu kuat, kemungkinan hadits tersebut sebelum turun perintah hijab.
B. Hadits Jabir
“ Dari Jabir Al Tsabit ia berkata :” Aku menyaksikan bersama Rasulullah Sholat Ied. Beliau memulai dengan sholat sebelum berkhutbah tanpa memakai adzan dan iqamah. Kemudian beliau berdiri bersandar kepada Bilal. Beliau mewasiatkan untuk bertaqwa kepada Allah dan menghasung untuk melakukan ketaatan dan memberi nasehat manusia. Kemudian beliau mendatangi kaum wanita dan memberi mereka nasehat dan mendatanginya dan berkata,”Shodaqohlah kalian karena kebanyakan kalian sebagai kayu bakar di jahannam.” Mendengar itu maka berdirilah seorang perempuan dari kerumunan para perempuan kehitam-hitaman pipinya. Dia bertanya,” Kenapa ya Rosululloh ? Berkata Rosululloh,” Karena kalian banyak mengadu dan ingkar kepada suami.” Maka para wanita tadi mensedekahkan perhiasaan (anting-anting dan cincin mereka) dan melemparkannya ke hamparan kain Bilal. “
Dalam hadits tersebut ada tiga permasalahan:
I Perkataan Jabir “ kehitam hitaman pipinya” bukan merupakan dalil bahwa Nabi melihatnya dalam keadaan terbuka, tetapi hadits tersebut menunjukkan bahwa Jabir melihat wajahnya dan tidak berarti bahwa perempuan tersebut membuka wajahnya secara sengaja.
II Kisah tersebut tidak hanya diriwayatkan oleh Jabir saja, seorang perowi-perowi lainnya tidak menyebut bahwa perempuan tersebut membuka wajahnya sebagaimana disebutkan Muslim dalam shohihnya, dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan lain-lain.
III Penyebutan Jabir itu bukan berarti Jabir memuji perempuan tersebut ( Karena kecantikanya) tetapi sebaliknya penyebutan tersebut menampakkan bahwa perempuan itu tidak cantik dan tidak menarik, sebagaimana orang arab menyebutkan bahwa “ kehitam hitaman pipinya” maksudnya bahwa orang tersebut hitam dan wajahnya berubah karena sakit, terkena musibah atau sehabis melakukan perjalanan yang melelahkan , yang mana sebagian ahlu Ilmi mangatakan :
“ Seorang yang jelek wajahnya, dan karena kejelekannya tersebut laki-laki tidak tertarik kepadanya, maka baginya hukum.”
C. Hadits Ibnu Abbas
Dari Ibnu Abbas beliau berkata), “ Rosululloh memboncengkan Al-Fadl bin Abbas, pada hari iedul Adha padahal unta beliau lemah. Fadhl adalah seorang pemuda ganteng, Nabi berhenti untuk memberi fatwa kepada masyarakat. Tiba-tiba datang seorang perempuan cantik dari suku Khats’am meminta fatwa kepada Rasulullah. Al Fadl melihat wanita itu dan kagum dengan kecantikannya. Maka Rosululloh memegang dagu al Fadl dan memalingkannya dari memandang perempuan itu. Perempuan itu bertanya,” Allah mewajibkan haji pada hamba-hambanya, padahal ayah saya sudah tua renta ..?
Wanita wajib untuk dilindungi dan dijaga melebihi penjagaan dan perlindungan terhadap kaum pria, maka karena itulah kewajiban untuk berhijab, larangan untuk menampakkan perhiasan serta kewajiban meninggalkan tabarruj merupakan kekhususan mereka dan karena itulah wajib menutup dirinya dengan pakaian dan tetap tinggal dirumah, yang mana hal ini tidak diwajibkan bagi laki-laki, karena terbukanya (kebebasan ) kaum wanita merupakan sebab timbulnya fitnah dan karena laki-laki pemimpin bagi mereka.
Situasi situasi dimana seorang wanita diperintahkan oleh Alloh untuk mengenakan hijab adalah yang diduga bisa menimbulkan fitnah. Firman Alloh :
yذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ
“Yang demikian itu lebih suci bagi mereka.” ( QS. An Nur: 30 )
Bisa jadi kesucian bisa diperoleh tanpa melalui jalan itu, tetapi yang demikian akan menjadikannya lebih suci. Maka apabila memandang atau menampakkan perhiasan itu bisa menghilangkan kesucian, karena bisa menimbulkan syahwat hati dan kenikmatan pandangan. Maka meninggalkan itu dan mengenakan hijab lebih utama untuk diwajibkan. (Ibnu Taimiyah, Hijab dan pakaian muslimah dalam sholat, hal 59).
II.TA'RIF (Pengertian)
Menurut bahasa : “ An naqshu” ( kekurangan, aib )
Menurut Syar’I :
مَا يَجِبُ سَتْرُهُ وَمَا يُحْرَمُ نَظْرُ إِلَيْهِ
(Apa yang wajib ditutupi dan haram untuk dilihat).
III. BATASAN AUROT
Ada perbedaan bagian-bagian badan yang harus ditutup ketika melakukan sholat dan diluar sholat. Mengenakan perhiasan dalam sholat adalah berkaitan dengan hak Alloh. Maka tidak seorangpun thowaf di Baitulloh dalam keadaan telanjang, sekalipun seorang diri dan di waktu malam, demikian juga ia tidak boleh melaksanakan sholat dalam keadaan telanjang sekalipun seorang diri . Ketahuilah bahwa mengenakan “pakaian yang indah” sholat tidak sama mengenakan hijab dari pandangan orang. Keduanya merupkan hal yang memiliki hukum yang berbeda sama yang lain.
Karena itu kadang orang yang melakukan sholat harus menutupi apa yang boleh diperlihatkan diluar sholat dan terkadang ada bagian tubuh yang dperlihatkan seorang wanita dalam sholat yang mestinya ditutupi dari pandangan seorang pria melaksanakan sholat dengan hanya satu kain sedang diatas pundaknya tidak terdapat sedikitpun. Ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dalam sholat sedangkan diluar sholat ia boleh memperlihatkan kedua pundaknya dihadapan kaum laki-laki.
Demikian pula halnya wanita merdeka, ia harus mengenakan khimar (kerudung) dalam sholat, padahal ia tidak berkewajiban mengenakan khimar dihadapan suami mereka dan orang-orang yang mempunyai hubungan mahrom dengan mereka, juga dihadapan muslimah.
Kebalikannya adalah mengenai wajah, dua tangan dan dua telapak kaki seorang wanita menurut pendapat yang paling shohih (benar) diantara dua pendapat yang ada tidak boleh menampakkan bagian-bagian tubuh tersebut kepada kaum pria ajnabi (asing/bukan mahrom) bahkan tidak boleh menampakkan apapun selain pakaian, tidak sebagaimana hukum sebelum adanya nash (dalil). (Ibnu Taimyah, Hijab Dan Pakaian Wanita Muslimah Dalam Sholat, Hal 36.)
Sedang Batas Aurot Menurut Pendapat Ulama adalah:
a. Di Dalam Sholat : Seluruh badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan (dan kedua telapak kaki menurut madzab hanafi)
b. Diluar sholat:
ü Dihadapan laki–laki ajnabi (asing/bukan mahrom) : seluruh badan
ü Dihadapan kerabat dekat (mahrom) atau muslimah: dalam hal ini ada beberapa pendapat di kalangan para Ulama diantaranya adalah menurut :
1. Madzab Hanafi Dan Syafi’I : Antara pusar dan lutut.
2. Madzhab Malikiyah : Seluruh badan kecuali wajah dan atrof ( kepala, leher, kedua tangan, dan kedua kaki)
3. Madzab Hambali : Seluruh tubuh kecuali tengkuk kepala, kedua tangan dan kedua telapak kaki, betis.
ü Dihadapan orang kafir : Menurut jumhur ulama seluruh badan kecuali yang biasa tampak pada pekerjaan-pekerjaan rumah tangga.
Suara wanita menurut jumhur ulama bukan merupakan aurat, tetapi diharamkan mendengar suaranya yang indah-indah, walaupun tilawatul Qur’an, disebabkan takut terjadi fitnah.
IV. MASYRU'IYYAH MENUTUP AUROT DAN HIJAB
1. Al Ahazab : 53
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi) maka mintalah dari belakang tabir . cara itu lebih suci bagi kamu dan bagi mereka.”
2. Al A’arof : 31
خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“ Pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid.”
3. An Nuur : 31
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah manutupi kain kerudung kedadanya.”
4. Al Ahzab : 59
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“ Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal , karena itu mereka tidak diganggu dan adalah Allah maha pengampun lagi maha penyayang".
5. An Nuur : 60
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“ Dan perempuan-perempuan yang telah terhenti ( dari haidlh dan mengandung) yang tiada ingin kawin lagi tiadalah atas mereka menanggalkan pakaian mereka dengan tidak bermaksud menampakkan perhiasan dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka.”
6. Hadits Abdulloh
“Dari Abdulloh Ra dari Nabi Saw bersabda : Sesungguhnya wanita itu aurot apabila keluar dari rumah maka syaithon membaguskannya dan sedekat-dekat dirinya dengan Rabbnya adalah ketika berada dalam rumahnya.”
7. Hadits Aiysah
Berkata Ibnu Syihab dari Auroh dari Aisyah berkata : “Semoga Alloh memberi rahmat (kasih sayang) kepada wanita-wanita Muhajirin yang pertama”, yang tatkala Alloh menurunkan firmannya ( “Dan hendaklah mereka menutup khimar-khimar mereka itu pada juyub mereka )”.lantas mereka merobek kain tak berjahit (muruth) yang mereka kenakan itu.( Al Bukhori 2: 182 )
V. PENJELASAN
1. Para ulama berbeda pendapat tentang ma’na jilbab :
Ibnu Mas’ud, Qotadah, Hasan Al Bashri dan yang lain berkata : Jilbab adalah rida’(selendang) yang diletakkan diatas khimar.
Ubaidah dan ulama berkata : Jilbab adalah pakaian yang menutup anggota tubuh mulai dari bagian atas kepala sehingga hanya dua matanya saja yang tampak ( sejenis dengan niqob / cadar )
Sedang masyarakat umum menyebut izar, yaitu semacam baju kurung besar yang menutup kepala dan menutup seluruh tubuh wanita.
Al Qurtubi berkata : Yang shohih jilbab adalah pakaian yang menutup seluruh badan.
2. Ayat hijab ( perintah untuk berhijab ) berlaku untuk seluruh wanita, tidak khusus hanya untuk istri Nabi, walaupun ayat tersebut turun berkenaan dengan istri-istri beliau. Qoidah Ushul mengatakan :
“ Hukum diambil berdasar lafal nash (dalil) yang umum, bukan berdasar sebab nuzul/wurud (turun) yang khusus.”
3. Para ulama berbeda pendapat tentang perhiasan dhohir (yang nampak) dan perhiasan batin (yang tidak nampak).
Ibnu Katsir : Mereka ( Para wanita ) tidak boleh menampakkan perhiasannya kepada ajnabi (orang asing) kecuali hal-hal yang tidak mungkin menutupinya.
Ibnu Mas’ud dan ulama lain berkata: Perhiasan yang biasa nampak adalah pakaian.
Ibnu Abbas dan yang sependapat dengannya : “ Perhiasan yang biasa nampak “ yang dimaksud adalah perhiasan yang terdapat pada wajah dan dua telapak tangan seperti cincin atau celak..
Ibnu Taimiyah : Jika mereka disuruh mengenakan jilbab agar tidak dikenal, artinya mereka disuruh untuk menutup wajah dengan niqob, maka wajah dan kedua telapak tangan itu termasuk perhiasan yang tidak boleh mereka perlihatkan kepada pria ajnabi. Jadi yang boleh dilihat pria ajnabi tinggallah pakaian yang nampak saja, dengan demikian Ibnu Mas’ud menyebutkan hukum yang final ( hukum akhir ) sedangkan Ibnu Abbas menyebutkan hukum yang pertama.
6. Firman Alloh ) Ahzab : 59 ) adalah khobar yang bermakna amar (perintah) sebagaimana firman Alloh dalam Qs Ibrahim : 31
قُلْ لِعِبَادِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا يُقِيمُوا الصَّلَاةَ
"Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang Telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat ".
dimana qorinahnya (hubungannya)” qul li’ibaadiil ladzina amanuu yuqiimuunash sholaata “
Maka menutup wajah dengan memanjangkan ( mengulurkan ) jilbab hukumnya wajib. Firman Alloh :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“ Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal , karena itu mereka tidak diganggu dan adalah Allah maha pengampun lagi maha penyayang".
Maksudnya adalah supaya mereka dikenal sebagai orang merdeka bukan budak atau perempuan ahli kitab.
5. Bagi perempuan-perempuan yang telah berhenti haidl dan sudah tidak bisa punya anak lagi dan tidak ada lagi keinginan untuk menikah diberi keringanan untuk menanggalkan jilbab “ An yadho’na tsiyaabahunna “ hal ini menjadi dalil yang jelas bahwa perempuan–perempuan yang masih bisa haidh dan masih mempunyai keinginan untuk menikah, maka tidak ada keringanan untuk menanggalkan jilbab. Maka berarti ia harus menggunakan jilbab ( ketika berada diantara laki-laki ajnabi ).
6. Hadits yang mengatakan bahwa wanita adalah aurot menjadi dalil bahwa yang setiap dikatakan aurot maka lazim untuk ditutupi dan tidak boleh untuk dilihatnya.
VI. DALIL YANG DIJADIKAN SANDARAN DIBOLEHKANNYA WANITA MEMBUKA WAJAH DAN KEDUA TANGAN
1. Hadits dari Kholid bin Darik
Dari kholid bin darok dari Aisyah rodhiallohu anha bahwasaya Asma binti Abi Bakar masuk kerumah Nabi saw sedang dia memakai baju tipis maka Rosululloh berpaling darinya dan bersabda : Ya Asma sesungguhnya seorang perempuan bila telah haidl (alamat ia telah baligh) tidak boleh dilihat kecuali ini ( menunjukkan pada wajahnya dan kedua telapak tangannya) .”
Hadits ini dhoif dilihat dari dua hal :
ü Keadaanya mursal karena kholid bin Darik tidak mendengar dari Aisyah, sebagaimana perkatan Abu Daud, Abu Hatim dan Ar Rozi.
ü Di dalam sanadnya ada Said bin Basyir Al Azdi dikatakan bahwa orang tersebut dhoif
ü Hadits tersebut bertentangan dengan nash yang lain yang memerintahkan menutup wajah dan kedua telapak tangannya dan seandainya hadits iu kuat, kemungkinan hadits tersebut sebelum turun perintah hijab.
B. Hadits Jabir
“ Dari Jabir Al Tsabit ia berkata :” Aku menyaksikan bersama Rasulullah Sholat Ied. Beliau memulai dengan sholat sebelum berkhutbah tanpa memakai adzan dan iqamah. Kemudian beliau berdiri bersandar kepada Bilal. Beliau mewasiatkan untuk bertaqwa kepada Allah dan menghasung untuk melakukan ketaatan dan memberi nasehat manusia. Kemudian beliau mendatangi kaum wanita dan memberi mereka nasehat dan mendatanginya dan berkata,”Shodaqohlah kalian karena kebanyakan kalian sebagai kayu bakar di jahannam.” Mendengar itu maka berdirilah seorang perempuan dari kerumunan para perempuan kehitam-hitaman pipinya. Dia bertanya,” Kenapa ya Rosululloh ? Berkata Rosululloh,” Karena kalian banyak mengadu dan ingkar kepada suami.” Maka para wanita tadi mensedekahkan perhiasaan (anting-anting dan cincin mereka) dan melemparkannya ke hamparan kain Bilal. “
Dalam hadits tersebut ada tiga permasalahan:
I Perkataan Jabir “ kehitam hitaman pipinya” bukan merupakan dalil bahwa Nabi melihatnya dalam keadaan terbuka, tetapi hadits tersebut menunjukkan bahwa Jabir melihat wajahnya dan tidak berarti bahwa perempuan tersebut membuka wajahnya secara sengaja.
II Kisah tersebut tidak hanya diriwayatkan oleh Jabir saja, seorang perowi-perowi lainnya tidak menyebut bahwa perempuan tersebut membuka wajahnya sebagaimana disebutkan Muslim dalam shohihnya, dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan lain-lain.
III Penyebutan Jabir itu bukan berarti Jabir memuji perempuan tersebut ( Karena kecantikanya) tetapi sebaliknya penyebutan tersebut menampakkan bahwa perempuan itu tidak cantik dan tidak menarik, sebagaimana orang arab menyebutkan bahwa “ kehitam hitaman pipinya” maksudnya bahwa orang tersebut hitam dan wajahnya berubah karena sakit, terkena musibah atau sehabis melakukan perjalanan yang melelahkan , yang mana sebagian ahlu Ilmi mangatakan :
“ Seorang yang jelek wajahnya, dan karena kejelekannya tersebut laki-laki tidak tertarik kepadanya, maka baginya hukum.”
C. Hadits Ibnu Abbas
Dari Ibnu Abbas beliau berkata), “ Rosululloh memboncengkan Al-Fadl bin Abbas, pada hari iedul Adha padahal unta beliau lemah. Fadhl adalah seorang pemuda ganteng, Nabi berhenti untuk memberi fatwa kepada masyarakat. Tiba-tiba datang seorang perempuan cantik dari suku Khats’am meminta fatwa kepada Rasulullah. Al Fadl melihat wanita itu dan kagum dengan kecantikannya. Maka Rosululloh memegang dagu al Fadl dan memalingkannya dari memandang perempuan itu. Perempuan itu bertanya,” Allah mewajibkan haji pada hamba-hambanya, padahal ayah saya sudah tua renta ..?
Dalam hadits tersebut terdapat beberapa masalah :
ü Dalam hadits itu tidak dijelaskan bahwa itu membuka wajahnya bahkan dalam riwayat lain disebutkan bahwa keadaan wanita tersebut adalah cantik dan dikenal bahwa wanita itu cantik, tidak dinyatakan bahwa ia membuka wajahnya dengan sengaja, mungkin terbuka dengan tidak sengaja sehingga terlihat oleh beberapa laki-laki ( secara tidak sengaja )
ü Bahwa Abdulloh bin Abbas ( Yang meriwayatkan hadits ) ketika itu tidak hadir bersama Fadl, ketika dia melihat perempuan tersebut dan Fadl tidak mengatakan bahwa wanita tersebut membuka wajahnya, sedangkan Fadl memandang karena dikenal cantiknya, tidak diterangkan ia membukanya secara sengaja, atau barangkali ia telah melihatnya sebelum ini atau telah mengetahui kecantikannya.
ü Perkataan “ wa’jabaha hasanaha “ bukan merupakan dalil yang jelas bahwa ia melihat wajahnya karena kecantikan seseorang biasanya dikenal kemudian dia melihatnya karena dia mengetahui kecantikannya.
ü Mayoritas ( kalau tidak mau dikatakan semua ) Sahabat Nabi adalah orang yang waro’ dan tidak melihat perempuan, maka secara akal, syar’i dan keadilan tidak akan menolak bahwa tidak seorangpun diantara mereka melihat perempuan. Seandainya ada yang melihat perempuan maka akan dikatakan kepada Nabi sebagaimana Fadl melihat perempuan. Dapat dipahami bahwa Nabi sholallohu ‘alaihi wa salam memalingkan Fadl dari memandang wanita tersebut karena tidak ada jalan bagi seorang ajanabi untuk memandang perempuan muda, dan tidak seorang musafir sebagaimana hadits diatas.
Maka jelaslah dalil diatas bahwa perempuan tersebut mengenakan hijab pada seluruh badannya.
VII. PENUTUP
Berkata As Sangkiti : Sangat jauh sekali ( sangat tidak mungkin ) bahwa syari’at Alloh mengizinkan seorang wanita untuk membuka wajahnya didepan pria ajnabi, karena wajah merupakan dasar dari kecantikan. Maka memandang perempuan muda dan cantik adalah merupakan tabiat, perangai kemanusiaan yang sangat jelek dan membawa kepada fitnah dan itu sangat tidak diharapkan.
Dan sebagai penutup bahwa jika seorang bertambah ilmunya tetapi tidak tambah amalannya, maka Alloh tidak menambah kecuali kesesatan..
Wallohu A’lam bish Showab.
ü Dalam hadits itu tidak dijelaskan bahwa itu membuka wajahnya bahkan dalam riwayat lain disebutkan bahwa keadaan wanita tersebut adalah cantik dan dikenal bahwa wanita itu cantik, tidak dinyatakan bahwa ia membuka wajahnya dengan sengaja, mungkin terbuka dengan tidak sengaja sehingga terlihat oleh beberapa laki-laki ( secara tidak sengaja )
ü Bahwa Abdulloh bin Abbas ( Yang meriwayatkan hadits ) ketika itu tidak hadir bersama Fadl, ketika dia melihat perempuan tersebut dan Fadl tidak mengatakan bahwa wanita tersebut membuka wajahnya, sedangkan Fadl memandang karena dikenal cantiknya, tidak diterangkan ia membukanya secara sengaja, atau barangkali ia telah melihatnya sebelum ini atau telah mengetahui kecantikannya.
ü Perkataan “ wa’jabaha hasanaha “ bukan merupakan dalil yang jelas bahwa ia melihat wajahnya karena kecantikan seseorang biasanya dikenal kemudian dia melihatnya karena dia mengetahui kecantikannya.
ü Mayoritas ( kalau tidak mau dikatakan semua ) Sahabat Nabi adalah orang yang waro’ dan tidak melihat perempuan, maka secara akal, syar’i dan keadilan tidak akan menolak bahwa tidak seorangpun diantara mereka melihat perempuan. Seandainya ada yang melihat perempuan maka akan dikatakan kepada Nabi sebagaimana Fadl melihat perempuan. Dapat dipahami bahwa Nabi sholallohu ‘alaihi wa salam memalingkan Fadl dari memandang wanita tersebut karena tidak ada jalan bagi seorang ajanabi untuk memandang perempuan muda, dan tidak seorang musafir sebagaimana hadits diatas.
Maka jelaslah dalil diatas bahwa perempuan tersebut mengenakan hijab pada seluruh badannya.
VII. PENUTUP
Berkata As Sangkiti : Sangat jauh sekali ( sangat tidak mungkin ) bahwa syari’at Alloh mengizinkan seorang wanita untuk membuka wajahnya didepan pria ajnabi, karena wajah merupakan dasar dari kecantikan. Maka memandang perempuan muda dan cantik adalah merupakan tabiat, perangai kemanusiaan yang sangat jelek dan membawa kepada fitnah dan itu sangat tidak diharapkan.
Dan sebagai penutup bahwa jika seorang bertambah ilmunya tetapi tidak tambah amalannya, maka Alloh tidak menambah kecuali kesesatan..
Wallohu A’lam bish Showab.
Kata Mutiara
Sahabat adalah keperluan jiwa yang mesti dipenuhi.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau subur dengan penuh rasa terima kasih.
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu. Kerana kau menghampirinya
saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa memerlukan kedamaian.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau subur dengan penuh rasa terima kasih.
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu. Kerana kau menghampirinya
saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa memerlukan kedamaian.
Posting Komentar