Barang Siapa Mengamalkan Tauhid Semurni-murninya, Masuk Jannah Tanpa Hisab
Diposting oleh
Ahsanul Huda
Kamis, 13 Mei 2010
Oleh: Ahsanul Huda
Muqoddimah
"Sesungguhnya Ibrohim adalah seorang imam yang menjadi teladan, senantiasa patuh kepada Allah dan menghadapkan diri(hanya kepada-Nya), dan sama sekali ia tidak pernah termasuk orang-orang yang berbuat syirik(kepada Allah).[1]
Allah swt memberi sifat kepada Ibrahim as dengan sifat-sifat yang merupakan sifat yang tertinggi dalam tauhid,
Pertama, bahwa dia adalah imam. Yaitu suri tauladan, pemimpin dan pendidik kebaikan. Hal itu tidak lain adalah karena ibrahim mencapai tingkatan yang sempurna dalam tingkatan kesabaran dan keyakinan yang dengannya kepemimpinan dapat diraih.
Kedua, senantiasa patuh kepada Allah swt (qonitan).
Ketiga, bahwa dia adalah seoarang yang hanif. Yaitu orang yang menghadap sepenuh hati kepada Allah swt, dan berpaling kepada selain-Nya.
Keempat, dia bukanlah termasuk orang yang berbuat syirik. Karena keikhlasannya dan kesempurnaan kejujurannya, dan jauhnya dari syirik.
Kemudian firman Allah swt didalam surat Al mumtahanah : 60, tentang orang yang bersama beliau adalah saudara-saudaranya, yakni para rasul yang mereka adalah sekeyakinan tauhid. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Jarir, "Ketika mereka berkata kepada kaumnya, 'Sesungguhnya kami berlepas diri darimu dan dari sesembahan selain Allah yang kamu sembah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata permusuhan antara kami dan kamu dan kebencian buat selama-selamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja, kecuali perkataan Ibrohim kepada bapaknya, ini adalah awal dakwahnya dan pada waktu itu tidak ada yang bertauhid dimuka bumi ini selain beliau. Ibrohim telah berpisah dari orang-orang musyrik dengan hati, lisan dan anggota badan, mengingkari kemusyrikan mereka kepada Allah dalam beribadah kepada-Nya, dan memecahkan berhala-berhala serta bersabar terhadap apa yang menimpanya karena Dzat Allah swt. Inilah pengamalan tauhid yang merupakan dasar dan inti agama.
Anda banyak menjumpai orang yang bertauhid dan mengaku islam, namun ia melakukan syirik kepada Allah swt dengan cara berdo'a kepada yang tidak memberi bahaya dan tidak memberi manfaat dari orang yang sudah meninggal, yang ghoib, tahghut, jin dan lain-lainnya. Ia mencintai dan membela mereka, takut dan berharap kepada mereka, mengingkari orang yang mengajak untuk bertauhid, menuduh bahwa itu adalah bid'ah yang sesat, memusuhi orang yang mengamalkan dan mencintainya, memusuhi orang yang mengingkari syirik dan membencinya, dan sebagian mereka menganggap bahwa tauhid adalah bukanlah ilmu dan tidak memperdulikan karena kebodohan tentangnya dan tidak ada cinta kepadanya. Maka hanya Allah I lah yang memberi pertolongan.
Arti mengamalkan tauhid
Yaitu berlepas diri dari syirik dan dari orang-orang musyrik serta memisahkan diri, memusuhi dan membenci mereka. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
Firman Allah swt,
"Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu apapun."[2]
Allah swt memberi sifat kepada orang-orang mukmin yang lebih dahulu masuk jannah, dan Dia memuji mereka dengan beberapa sifat, dan sifat yang paling besar adalah bahwa mereka tidak mempersekutukan Allah swt dengan sesuatu apapun. Jika seseorang melakukan sesuatu yang merusak keislamannya, yang berupa syirik nyata atau syirik samar, maka semua itu dinafikan dari mereka. Inilah pengamalan tauhid yang dengan demikian amal mereka menjadi baik, sempurna dan berguna.
Ibnu Katsier berkata, maksud dari ayat diatas adalah bahwa mereka tidak menyembah selain Allah swt bersama-Nya. Akan tetapi mereka mengesakan-Nya, mengetahui bahwa tiada tuhan yang hak melainkan Allah Yang Maha Esa yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak mempunyai istri dan anak dan tidak ada tandingan bagi-Nya.
Mereka yang masuk jannah tanpa hisab
Hadits Hushain bin Abdurrohman menuturkan, "Suatu ketika aku berada disisi Sa'id bin Jubair lalu ia bertanya, "Siapakah diantara kalian melihat bintang yang jatuh semalam." Akupun menjawab: "Aku." Kemudian kataku, ketahuilah, sesungguhnya ketika itu aku tidak dalam keadaan sholat, tetapi terkena sengatan kalajengking." Ia bertanya, "Lalu apa yang perbuat?" jawabku, "Aku meminta ruqyah." Lalu ia bertanya lagi, "Apa yang mendorong dirimu untuk melakukan hal itu?" jawabku yaitu sebuah hadits yang dituturkan oleh As Sya'abi kepada kami. "Ia bertanya lagi, "Da apakah hadits yang dituturkan kepadamu itu?" jawabku, "Dia menuturkan kepada hadits dari Buraidah bin Al Husaib, "Tidak dibenarkan melakukan ruqyah kecauli karena 'Ain atau terkena sengatan."
Said pun berkata, "Sungguh telah melakukan hal yang baik orang yang telah mengamalkan apa yang telah didengarkan." Tetapi Ibnu Abbas menuturkan kepada kami hadits dari Nabi r bahwa beliau bersabda, "Telah dipertunjukkan kepada umat-umat. Aku melihat seorang nabi, bersamanya beberapa orang. Aku juga melihat seorang nabi besamanya satu dan dua orang, serta seorang nabi yang tidak bersama seorang pun. Tib-tiba ditampakkan kepadaku suatu jumlah yang banyak, aku mengira bahwa mereka adalah umatku, tetapi dikatakan kepadaku ini adalah Musa bersama kaumnya, lalu tiba-tiba aku melihat lagi suatu jumlah besar pula, maka dikatakan kepadaku, ini adalah umatmu, dan bersama mereka ada 70.000 orang yang mereka itu masuk jannah tanpa hisab dan tanpa adzab.kemudian bangkitlah beliau dan segera masuk rumahnya. Maka orang-orangpun memperbincangkan tentang siapakah mereka itu. Ada diantara mereka yang berkata, 'mungkin saja mereka itu yang menjadi sahabat nabi.' Ada lagi yang mengatakan, 'mungkin saja mereka orang-orang yang dilahirkan di lingkungan islam, sehingga mereka tidak pernah berbuat syirik sedikitpun kepada Allah.'"Mereka menyebut lagi beberapa perkara yang lain. Ketika rosulullah keluar, mereka memberitakan hal tersebut kepada beliau. Maka beliau bersabda, "Mereka itu orang-orang yang tidak meminta ruqyah, tidak minta supaya lukannya ditempel dengan besi yang dipanaskan, tidak melakukan tatayyur dan mereka bertawakkal kepada Rabb mereka." Lalu berdirilah Ukasyah bin Mihsan dan berkata, "Mohonkanlah kepada Allah agar aku termasuk dari mereka. Beliau menjawab, "Kamu termasuk dari golongan mereka." Kemudian berdirilah seorang yang lain dan berkata, "Mohonkanlah kepada Allah agar aku juga termasuk dari mereka." Beliau menjawab, "Kamu sudah didahului Ukasyah."
Dari hadits diatas dapat disimpulkan bahwa tidak diperbolehkan untuk meminta ruqyah kecuali karena ada sebab-sebab, diantaranya adalah karena terkena penyakit 'ain yaitu semacam magnetisme atau pengaruh seorang terhadap orang lain. Seperti dengan sorotan matanya atau yang lainnya. Dan juga jika kemasukan jin, penyakit panas atau musibah yang lainnya. Dan rasulullah membolehkan dan memerintahkan untuk meruqyah selama didalamnya tidak mengandung unsur syirik sedikitpun. Sebagimana sabda Nabi saw,
"Perlihatkanlah ruqyah kalian kepadaku, tidak mengapa ruqyah selama tidak mengandung syirik."[3]
As Suyuti berkata : "Para ulama' sepakat tentang dibolehkannya ruqyah bila memenuhi tiga syarat. Pertama, hendaknya dilakukan dengan al quran atau dengan asma' dan sifat-Nya. Kedua, dengan bahasa arab atau yang diketahui maknanya. Ketiga, hendaknya diyakini bahwa ruqyah tersebut tidak berpengaruh dengan sendirinya melainkan dengan takdir Allah swt. Sedangkan humah (sengatan) adalah racun kalajegking atau yang sejenisnya.
Al Khattabi berkata, bahwa arti hadits ini adalah tidak ada ruqyah yang lebih menyembuhkan dan lebih utama daripada ruqyah karena 'ain dan sengatan. Nabi telah meruqyah dan diruqyah.
Kemudian hadits tersebut menyebutkan bahwa umat nabi akan masuk dalam 70.000 golongan yang masuk jannah tanpa hisab. Dikarenakan mereka mengamalkan tauhid dengan sebenar-benarnya. Dan mereka adalah :
Orang yang tidak meminta untuk diruqyah.[4]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, "Jibril telah meruqyah nabi dan nabi telah meruqyah para sahabatnya. Ia berkata, "Perbedaan antara orang yang meruqyah dan orang yang meminta untuk diruqyahkan adalah bahwa orang yang meminta diruqyahkan memohon dan menoleh kepada selain Allah dengan hatinya,sedangkan orang yang meruqyah adalah berbuat baik." "maksud hadits ini adalah menggambarkan 70.000 orang itu sebagai hamba-hamba yang bertawaakkal secara sempurna. Mereka tida meminta kepada selainnya supaya meruqyah atau supaya lukanya ditempel dengan besi panas. Ibnu Qoyyim juga mengatakan demikian.
Tidak meminta supaya lukanya ditempel dengan besi yang dipanaskan.
Syaikh Abdurrohman Hasan Alu Syaikh berpendapat jika menempelkan besi pada luka untuk kesembuhan adalah boleh-boleh saja. Sebagaimana hadits Bukhori dari Anas,
"Tabib itu menempelkan besi panas pada orang yang terkena penyakit tumor, sedangkan Nabi masih hidup.
Dan hadits-hadits Bukhori lain yang menerangkan tentang itu.
Ibnu Qoyyim menerangkan bahwa hadits yang berbicara tentang besi panas yang ditempekan ada empat hal. Pertama, bahwa nabi pernah melakukannya. Kedua, beliau tidak menyukainya. Ketiga, beliau memuji orang yang meninggalkannya, dan keempat, beliau melarangnya. Kesemuanya ini tidak saling bertentangan. Tentang beliau melakukannya hal itu menunjukkan diperbolehkannya, tentang beliau tidak menyukainya, hal itu tidak menunjukkan larangan terhadapnya. Tentang beliau memuji kepada orang yang meninggalkannya, hal itu menunjukkan bahwa meninggalkan lebih baik dan lebih utama. Adapun pelarangan dari hal tersebut adalah untuk memberi kebebasan melakukan atau tidak dan menunjukkan kemakruhannya.
Tidak melakukan tathoyyur.
Yaitu mereka tidak memprediksi nasib buruk melalui arah terbangnya burung dan yang sejenisnya. Tiyaroh termasuk syirik yang mengurangi kesempurnaan tauhid, karena ia berasal dari apa yang disampaikan setan berupa godaan dan bisikannya. Yaitu karena ketergantungan hati kepadanya dengan takut dan tunduk, dan karena hilangnya tawakkal kepada Allah swt, yang mana selain-Nya tidak dapat memberi manfaat dan bahaya, dan juga karena meyakini manfaat dan bahaya dalam thiyaroh dan sejenisnya yang itu semua tidak didasari dengan pengetahuan dan tujuan yang jelas. Firman Allah swt,
"ketahuilah, sesungguhnya kesilan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan orang tidak mengetahuinya.[5]
Maka meyakini bahwa gerakan kakanan atau kekiri ini mempunyai pengaruh dalam menarik kebaikan dan menolak bahaya adalah muncul dari akal yang lemah, fitroh yang rusak, khurofat, kebodohan dan kebutaan hati. Dan inilah keyakinan Ahli nujum tentang bintang-bintang yang diatur Allah swt.
Bertawakkal kepada Allah swt.
Inilah inti dari semua perilaku ini, yaitu bertawakal kepada Allah swt, bernaung kepada-Nya dengan kesungguhan dan bersandar kepada-Nya, dengan hatinya yang hal itu mearupakan puncak pengamalan tauhid yang membuahkan segala tingkatan keutamaan, berupa cinta, berharap, takut dan ridlo kepada-Nya sebagai pelindung dan Tuhannya serta ridlo terhadap keputusan-Nya.
Ketahuilah bahwa hadits tersebut tidak menunjukkan bahwa mereka tidak melakukan upaya sarana sama sekali, karena berinteraksi dengan sarana global adalah masalah fitroh dan itu perlu serta tidak bisa terlepas dari seseorang. Bahkan tawakkal sendiri merupakan sarana terbesar. Firman Allah I dalam surat At Tolaq : 3,"Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupakan keperluannya". Maksudnya dia meniinggalkan sesuatu yang dibenci padahal mereka membutuhkannya, untuk niat tawakkal kepada Allah, seperti menempelkan besi yang dipanaskan untuk pengobatan dan meminta diruqyah. Dikap mereka meninggalkannya karena ia merupakan penyebab yang dibenci(makruh). Lebih-lebih orang sakit bisa jadi ia bergayutan pada sarang laba-laba, jika ia anggap bahwa itu adalah penmyebab kesembuhannya.
Adapun berinteraksi dengan sarana dan berobat yang tidak dibenci (makruh) maka itu tidak membuat tawakkal menjadi cacat. Meninggalkannya justru bukan ajaran syare'at. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Usamah bin Syaarik, dia berkata, "Aku berada disisi Nabi pada waktu itu, lalu datanglah orang-orang badui. Mereka bertanya, "Hai Rosulullah! Bolehkah kami berobat?" Beliau bersabda, "Ya, wahai para hamba Allah, berobatlah! Karena Allah tidak meletakkan penyakit kecuali Dia meletakkan obatnya selain penyakit yang satu. Mereka bertanya, "Apakah itu?" Beliau bersabda, "(Yaitu)penyakit tua."[6].
Referensi
Fatkhul Majid syarh kitab Tauhid ; Syaikh Abdurrohman Hasan Alu Syaikh.
Kitab tauhid ; Ibnu Taimiyyah.
Majmu' At Tauhid ; Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab.
Terjemahan kitab Tauhid ; Syaikh Sholih Fauzan bin Al Fauzan.
Shohih Muslim hadits ke 323.
Musnad Ahmad, 22321
[1] An Nahl, 120
[2] Al mukminun : 59
[3] H.R Muslim/4079
[4] Didalam Syarh Fathul bari dikatakan bahwa orang yang meminta untuk diruqyah adalah mereka yang meminta ruqyah yang bukan syar'i yaitu yang tidak diajarakan oleh Nabi.
[5] Al A'rof : 131
[6] H.R Ahmad.
Muqoddimah
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
"Sesungguhnya Ibrohim adalah seorang imam yang menjadi teladan, senantiasa patuh kepada Allah dan menghadapkan diri(hanya kepada-Nya), dan sama sekali ia tidak pernah termasuk orang-orang yang berbuat syirik(kepada Allah).[1]
Allah swt memberi sifat kepada Ibrahim as dengan sifat-sifat yang merupakan sifat yang tertinggi dalam tauhid,
Pertama, bahwa dia adalah imam. Yaitu suri tauladan, pemimpin dan pendidik kebaikan. Hal itu tidak lain adalah karena ibrahim mencapai tingkatan yang sempurna dalam tingkatan kesabaran dan keyakinan yang dengannya kepemimpinan dapat diraih.
Kedua, senantiasa patuh kepada Allah swt (qonitan).
Ketiga, bahwa dia adalah seoarang yang hanif. Yaitu orang yang menghadap sepenuh hati kepada Allah swt, dan berpaling kepada selain-Nya.
Keempat, dia bukanlah termasuk orang yang berbuat syirik. Karena keikhlasannya dan kesempurnaan kejujurannya, dan jauhnya dari syirik.
Kemudian firman Allah swt didalam surat Al mumtahanah : 60, tentang orang yang bersama beliau adalah saudara-saudaranya, yakni para rasul yang mereka adalah sekeyakinan tauhid. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Jarir, "Ketika mereka berkata kepada kaumnya, 'Sesungguhnya kami berlepas diri darimu dan dari sesembahan selain Allah yang kamu sembah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata permusuhan antara kami dan kamu dan kebencian buat selama-selamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja, kecuali perkataan Ibrohim kepada bapaknya, ini adalah awal dakwahnya dan pada waktu itu tidak ada yang bertauhid dimuka bumi ini selain beliau. Ibrohim telah berpisah dari orang-orang musyrik dengan hati, lisan dan anggota badan, mengingkari kemusyrikan mereka kepada Allah dalam beribadah kepada-Nya, dan memecahkan berhala-berhala serta bersabar terhadap apa yang menimpanya karena Dzat Allah swt. Inilah pengamalan tauhid yang merupakan dasar dan inti agama.
Anda banyak menjumpai orang yang bertauhid dan mengaku islam, namun ia melakukan syirik kepada Allah swt dengan cara berdo'a kepada yang tidak memberi bahaya dan tidak memberi manfaat dari orang yang sudah meninggal, yang ghoib, tahghut, jin dan lain-lainnya. Ia mencintai dan membela mereka, takut dan berharap kepada mereka, mengingkari orang yang mengajak untuk bertauhid, menuduh bahwa itu adalah bid'ah yang sesat, memusuhi orang yang mengamalkan dan mencintainya, memusuhi orang yang mengingkari syirik dan membencinya, dan sebagian mereka menganggap bahwa tauhid adalah bukanlah ilmu dan tidak memperdulikan karena kebodohan tentangnya dan tidak ada cinta kepadanya. Maka hanya Allah I lah yang memberi pertolongan.
Arti mengamalkan tauhid
Yaitu berlepas diri dari syirik dan dari orang-orang musyrik serta memisahkan diri, memusuhi dan membenci mereka. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
Firman Allah swt,
وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ
"Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu apapun."[2]
Allah swt memberi sifat kepada orang-orang mukmin yang lebih dahulu masuk jannah, dan Dia memuji mereka dengan beberapa sifat, dan sifat yang paling besar adalah bahwa mereka tidak mempersekutukan Allah swt dengan sesuatu apapun. Jika seseorang melakukan sesuatu yang merusak keislamannya, yang berupa syirik nyata atau syirik samar, maka semua itu dinafikan dari mereka. Inilah pengamalan tauhid yang dengan demikian amal mereka menjadi baik, sempurna dan berguna.
Ibnu Katsier berkata, maksud dari ayat diatas adalah bahwa mereka tidak menyembah selain Allah swt bersama-Nya. Akan tetapi mereka mengesakan-Nya, mengetahui bahwa tiada tuhan yang hak melainkan Allah Yang Maha Esa yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak mempunyai istri dan anak dan tidak ada tandingan bagi-Nya.
Mereka yang masuk jannah tanpa hisab
Hadits Hushain bin Abdurrohman menuturkan, "Suatu ketika aku berada disisi Sa'id bin Jubair lalu ia bertanya, "Siapakah diantara kalian melihat bintang yang jatuh semalam." Akupun menjawab: "Aku." Kemudian kataku, ketahuilah, sesungguhnya ketika itu aku tidak dalam keadaan sholat, tetapi terkena sengatan kalajengking." Ia bertanya, "Lalu apa yang perbuat?" jawabku, "Aku meminta ruqyah." Lalu ia bertanya lagi, "Apa yang mendorong dirimu untuk melakukan hal itu?" jawabku yaitu sebuah hadits yang dituturkan oleh As Sya'abi kepada kami. "Ia bertanya lagi, "Da apakah hadits yang dituturkan kepadamu itu?" jawabku, "Dia menuturkan kepada hadits dari Buraidah bin Al Husaib, "Tidak dibenarkan melakukan ruqyah kecauli karena 'Ain atau terkena sengatan."
Said pun berkata, "Sungguh telah melakukan hal yang baik orang yang telah mengamalkan apa yang telah didengarkan." Tetapi Ibnu Abbas menuturkan kepada kami hadits dari Nabi r bahwa beliau bersabda, "Telah dipertunjukkan kepada umat-umat. Aku melihat seorang nabi, bersamanya beberapa orang. Aku juga melihat seorang nabi besamanya satu dan dua orang, serta seorang nabi yang tidak bersama seorang pun. Tib-tiba ditampakkan kepadaku suatu jumlah yang banyak, aku mengira bahwa mereka adalah umatku, tetapi dikatakan kepadaku ini adalah Musa bersama kaumnya, lalu tiba-tiba aku melihat lagi suatu jumlah besar pula, maka dikatakan kepadaku, ini adalah umatmu, dan bersama mereka ada 70.000 orang yang mereka itu masuk jannah tanpa hisab dan tanpa adzab.kemudian bangkitlah beliau dan segera masuk rumahnya. Maka orang-orangpun memperbincangkan tentang siapakah mereka itu. Ada diantara mereka yang berkata, 'mungkin saja mereka itu yang menjadi sahabat nabi.' Ada lagi yang mengatakan, 'mungkin saja mereka orang-orang yang dilahirkan di lingkungan islam, sehingga mereka tidak pernah berbuat syirik sedikitpun kepada Allah.'"Mereka menyebut lagi beberapa perkara yang lain. Ketika rosulullah keluar, mereka memberitakan hal tersebut kepada beliau. Maka beliau bersabda, "Mereka itu orang-orang yang tidak meminta ruqyah, tidak minta supaya lukannya ditempel dengan besi yang dipanaskan, tidak melakukan tatayyur dan mereka bertawakkal kepada Rabb mereka." Lalu berdirilah Ukasyah bin Mihsan dan berkata, "Mohonkanlah kepada Allah agar aku termasuk dari mereka. Beliau menjawab, "Kamu termasuk dari golongan mereka." Kemudian berdirilah seorang yang lain dan berkata, "Mohonkanlah kepada Allah agar aku juga termasuk dari mereka." Beliau menjawab, "Kamu sudah didahului Ukasyah."
Dari hadits diatas dapat disimpulkan bahwa tidak diperbolehkan untuk meminta ruqyah kecuali karena ada sebab-sebab, diantaranya adalah karena terkena penyakit 'ain yaitu semacam magnetisme atau pengaruh seorang terhadap orang lain. Seperti dengan sorotan matanya atau yang lainnya. Dan juga jika kemasukan jin, penyakit panas atau musibah yang lainnya. Dan rasulullah membolehkan dan memerintahkan untuk meruqyah selama didalamnya tidak mengandung unsur syirik sedikitpun. Sebagimana sabda Nabi saw,
اعرضوا عليّ رقاؤكم لا بأس بالرقى مالم تكن شركا
"Perlihatkanlah ruqyah kalian kepadaku, tidak mengapa ruqyah selama tidak mengandung syirik."[3]
As Suyuti berkata : "Para ulama' sepakat tentang dibolehkannya ruqyah bila memenuhi tiga syarat. Pertama, hendaknya dilakukan dengan al quran atau dengan asma' dan sifat-Nya. Kedua, dengan bahasa arab atau yang diketahui maknanya. Ketiga, hendaknya diyakini bahwa ruqyah tersebut tidak berpengaruh dengan sendirinya melainkan dengan takdir Allah swt. Sedangkan humah (sengatan) adalah racun kalajegking atau yang sejenisnya.
Al Khattabi berkata, bahwa arti hadits ini adalah tidak ada ruqyah yang lebih menyembuhkan dan lebih utama daripada ruqyah karena 'ain dan sengatan. Nabi telah meruqyah dan diruqyah.
Kemudian hadits tersebut menyebutkan bahwa umat nabi akan masuk dalam 70.000 golongan yang masuk jannah tanpa hisab. Dikarenakan mereka mengamalkan tauhid dengan sebenar-benarnya. Dan mereka adalah :
Orang yang tidak meminta untuk diruqyah.[4]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, "Jibril telah meruqyah nabi dan nabi telah meruqyah para sahabatnya. Ia berkata, "Perbedaan antara orang yang meruqyah dan orang yang meminta untuk diruqyahkan adalah bahwa orang yang meminta diruqyahkan memohon dan menoleh kepada selain Allah dengan hatinya,sedangkan orang yang meruqyah adalah berbuat baik." "maksud hadits ini adalah menggambarkan 70.000 orang itu sebagai hamba-hamba yang bertawaakkal secara sempurna. Mereka tida meminta kepada selainnya supaya meruqyah atau supaya lukanya ditempel dengan besi panas. Ibnu Qoyyim juga mengatakan demikian.
Tidak meminta supaya lukanya ditempel dengan besi yang dipanaskan.
Syaikh Abdurrohman Hasan Alu Syaikh berpendapat jika menempelkan besi pada luka untuk kesembuhan adalah boleh-boleh saja. Sebagaimana hadits Bukhori dari Anas,
أَنَّهُ كوى من ذات الجنْبِ وَالنّيىّ صلّى الله عليْهِ وسلّمَ حيّ
"Tabib itu menempelkan besi panas pada orang yang terkena penyakit tumor, sedangkan Nabi masih hidup.
Dan hadits-hadits Bukhori lain yang menerangkan tentang itu.
Ibnu Qoyyim menerangkan bahwa hadits yang berbicara tentang besi panas yang ditempekan ada empat hal. Pertama, bahwa nabi pernah melakukannya. Kedua, beliau tidak menyukainya. Ketiga, beliau memuji orang yang meninggalkannya, dan keempat, beliau melarangnya. Kesemuanya ini tidak saling bertentangan. Tentang beliau melakukannya hal itu menunjukkan diperbolehkannya, tentang beliau tidak menyukainya, hal itu tidak menunjukkan larangan terhadapnya. Tentang beliau memuji kepada orang yang meninggalkannya, hal itu menunjukkan bahwa meninggalkan lebih baik dan lebih utama. Adapun pelarangan dari hal tersebut adalah untuk memberi kebebasan melakukan atau tidak dan menunjukkan kemakruhannya.
Tidak melakukan tathoyyur.
Yaitu mereka tidak memprediksi nasib buruk melalui arah terbangnya burung dan yang sejenisnya. Tiyaroh termasuk syirik yang mengurangi kesempurnaan tauhid, karena ia berasal dari apa yang disampaikan setan berupa godaan dan bisikannya. Yaitu karena ketergantungan hati kepadanya dengan takut dan tunduk, dan karena hilangnya tawakkal kepada Allah swt, yang mana selain-Nya tidak dapat memberi manfaat dan bahaya, dan juga karena meyakini manfaat dan bahaya dalam thiyaroh dan sejenisnya yang itu semua tidak didasari dengan pengetahuan dan tujuan yang jelas. Firman Allah swt,
أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
"ketahuilah, sesungguhnya kesilan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan orang tidak mengetahuinya.[5]
Maka meyakini bahwa gerakan kakanan atau kekiri ini mempunyai pengaruh dalam menarik kebaikan dan menolak bahaya adalah muncul dari akal yang lemah, fitroh yang rusak, khurofat, kebodohan dan kebutaan hati. Dan inilah keyakinan Ahli nujum tentang bintang-bintang yang diatur Allah swt.
Bertawakkal kepada Allah swt.
Inilah inti dari semua perilaku ini, yaitu bertawakal kepada Allah swt, bernaung kepada-Nya dengan kesungguhan dan bersandar kepada-Nya, dengan hatinya yang hal itu mearupakan puncak pengamalan tauhid yang membuahkan segala tingkatan keutamaan, berupa cinta, berharap, takut dan ridlo kepada-Nya sebagai pelindung dan Tuhannya serta ridlo terhadap keputusan-Nya.
Ketahuilah bahwa hadits tersebut tidak menunjukkan bahwa mereka tidak melakukan upaya sarana sama sekali, karena berinteraksi dengan sarana global adalah masalah fitroh dan itu perlu serta tidak bisa terlepas dari seseorang. Bahkan tawakkal sendiri merupakan sarana terbesar. Firman Allah I dalam surat At Tolaq : 3,"Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupakan keperluannya". Maksudnya dia meniinggalkan sesuatu yang dibenci padahal mereka membutuhkannya, untuk niat tawakkal kepada Allah, seperti menempelkan besi yang dipanaskan untuk pengobatan dan meminta diruqyah. Dikap mereka meninggalkannya karena ia merupakan penyebab yang dibenci(makruh). Lebih-lebih orang sakit bisa jadi ia bergayutan pada sarang laba-laba, jika ia anggap bahwa itu adalah penmyebab kesembuhannya.
Adapun berinteraksi dengan sarana dan berobat yang tidak dibenci (makruh) maka itu tidak membuat tawakkal menjadi cacat. Meninggalkannya justru bukan ajaran syare'at. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Usamah bin Syaarik, dia berkata, "Aku berada disisi Nabi pada waktu itu, lalu datanglah orang-orang badui. Mereka bertanya, "Hai Rosulullah! Bolehkah kami berobat?" Beliau bersabda, "Ya, wahai para hamba Allah, berobatlah! Karena Allah tidak meletakkan penyakit kecuali Dia meletakkan obatnya selain penyakit yang satu. Mereka bertanya, "Apakah itu?" Beliau bersabda, "(Yaitu)penyakit tua."[6].
Referensi
Fatkhul Majid syarh kitab Tauhid ; Syaikh Abdurrohman Hasan Alu Syaikh.
Kitab tauhid ; Ibnu Taimiyyah.
Majmu' At Tauhid ; Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab.
Terjemahan kitab Tauhid ; Syaikh Sholih Fauzan bin Al Fauzan.
Shohih Muslim hadits ke 323.
Musnad Ahmad, 22321
[1] An Nahl, 120
[2] Al mukminun : 59
[3] H.R Muslim/4079
[4] Didalam Syarh Fathul bari dikatakan bahwa orang yang meminta untuk diruqyah adalah mereka yang meminta ruqyah yang bukan syar'i yaitu yang tidak diajarakan oleh Nabi.
[5] Al A'rof : 131
[6] H.R Ahmad.
Kata Mutiara
Sahabat adalah keperluan jiwa yang mesti dipenuhi.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau subur dengan penuh rasa terima kasih.
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu. Kerana kau menghampirinya
saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa memerlukan kedamaian.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau subur dengan penuh rasa terima kasih.
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu. Kerana kau menghampirinya
saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa memerlukan kedamaian.
Posting Komentar