Oleh: Ahsanul Huda
DEFINISI ‘AQIDAH
‘Aqidah menurut bahasa berasal dari kata al-‘Aqdu yang berarti ikatan, at-Tautsiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-Ihkamu artinya mengokohkan/ menetapkan, dan ar-rabthu biquwwah yang berarti mengikat dengan kuat.[1]
Sedangkan menurut istilah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.
Jadi, ‘Aqidah Islamiyah adalah: Keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid.[2] dan ta’at kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Kitab-Kitab-Nya, hari akhir, taqdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang sudah shahih tentang Prinsip-Prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (kon-sensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut al-Qur-an dan as-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.[3]
OBJEK KAJIAN ILMU ‘AQIDAH
‘Aqidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu -sesuai konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah- meliputi topik-topik: Tauhid, Iman, Islam, masalah ghaibiyat (hal-hal ghaib), kenabian, taqdir, berita-berita (tentang hal-hal yang telah lalu dan yang akan datang), dasar-dasar hukum yang qath’i (pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap Ahlul Ahwa’ wal Bida’, semua aliran dan sekte yang menyempal lagi menyesat-kan serta sikap terhadap mereka.
Disiplin ilmu ‘Aqidah ini mempunyai nama lain yang sepadan dengannya, dan nama-nama tersebut berbeda antara Ahlus Sunnah dengan firqah-firqah (golongan-golongan) lainnya. Di antara nama-namanya menurut ulama Ahlus Sunnah adalah:
1. Iman
Iman adalah keyakinan dalam hati yang diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan. Sedangkan Iman sebagaimana dalam hadits jibril adalah iman kepada Allah, MalaikatNya, Kitab-kitabNya, para RasulNya, hari akhir dan iman kepada qodar yanga baik dan buruk.
2. ‘Aqidah (I’tiqad dan ‘Aqa-id)
Para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut istilah ‘Aqidah Salaf, ‘Aqidah Ahlul Atsar di dalam kitab-kitab mereka.[4]
3. Tauhid
Karena pembahasannya berkisar seputar Tauhid atau peng-esaan kepada Allah di dalam Uluhiyyah, Rububiyyah dan Asma’ wa Shifat. Jadi, Tauhid merupakan kajian ilmu ‘aqidah yang paling mulia dan merupakan tujuan utamanya. Maka, dari itulah ilmu ini disebut ilmu Tauhid secara umum menurut Ulama Salaf .[5]
4. As-Sunnah
As-Sunnah artinya jalan. ‘Aqidah Salaf disebut as-Sunnah karena para penganutnya mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah j dan para Shahabat g di dalam masalah ‘aqidah. Dan istilah ini merupakan istilah masyhur (populer) pada tiga ge-nerasi pertama.[6]
5. Ushuluddin dan Ushuluddiyanah
Ushul artinya rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan masalah-masalah yang qath’i serta hal-hal yang telah menjadi ke-sepakatan para ulama.[7]
6. Al-Fiqh al-Akbar
Ini adalah nama lain Ushuluddin dan kebalikan dari al-Fiqh al-Ashghar, yaitu kumpulan hukum-hukum ijtihadi.[8]
7. Asy-Syari’ah
Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya berupa jalan-jalan petunjuk, terutama dan yang paling pokok adalah Ushuluddin (masalah-masalah ‘aqidah).[9]
Itulah beberapa nama lain dari Ilmu ‘Aqidah yang paling terkenal, dan adakalanya kelompok selain Ahlus Sunnah menama-kan ‘aqidah mereka dengan nama-nama yang dipakai oleh Ahlus Sunnah, seperti sebagian aliran Asyaa’irah (Asy’ariyah), terutama para ahli hadits dari kalangan mereka.[10]
Ada beberapa istilah lain yang dipakai oleh firqah/sekte selain Ahlus Sunnah sebagai nama dari ilmu ‘Aqidah, dan yang paling terkenal di antaranya adalah:
1. Ilmu Kalam
Penamaan ini dikenal di seluruh kalangan aliran teologis mutakallimin, seperti aliran Mu’tazilah, Asyaa’irah.[11] dan kelompok yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena ilmu Kalam itu sendiri merupakan suatu hal yang baru lagi diada-adakan dan mempunyai prinsip taqawwul (mengatakan sesuatu) atas Nama Allah dengan tidak dilandasi ilmu.
Dan larangan tidak bolehnya nama tersebut dipakai juga ka-rena bertentangan dengan metodologi ulama Salaf di dalam mene-tapkan masalah-masalah ‘aqidah.
2. Filsafat
Istilah ini dipakai oleh para filosof dan orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena dasar filsafat itu adalah khayalan, rasionalitas, fiktif dan pandangan-pandangan khurafat tentang hal-hal yang ghaib.
3. Tashawwuf
Istilah ini dipakai oleh sebagian kaum Shufi, filosof, orientalis serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena merupakan pena-maan yang baru lagi diada-adakan. Di dalamnya terkandung igauan kaum Shufi, klaim-klaim dan pengakuan-pengakuan khurafat mereka dijadikan sebagai rujukan di dalam ‘aqidah.
Kata Tashawwuf dan Shufi tidak dikenal pada awal Islam. Ia terkenal (ada) setelah itu atau masuk ke dalam Islam dari ajaran agama dan keyakinan selain Islam.
Dr. Shabir Tha’imah memberi komentar dalam kitabnya, ash-Shuufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan: “Jelas bahwa Tashawwuf me-miliki pengaruh dari kehidupan para pendeta Nashrani, mereka suka memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di biara-biara, dan ini banyak sekali. Islam memutuskan kebiasaan ini ketika ia membebaskan setiap negeri dengan tauhid. Islam memberikan pe-ngaruh yang baik terhadap kehidupan dan memperbaiki tata cara ibadah yang salah dari orang-orang sebelum Islam.”.[12]
Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir (wafat th. 1407 H) Rahimahullah berkata di dalam bukunya at-Tashawwuf al-Mansya’ wal Mashaadir: “Apabila kita memperhatikan dengan teliti tentang ajaran Shufi yang per-tama dan terakhir (belakangan) serta pendapat-pendapat yang di-nukil dan diakui oleh mereka di dalam kitab-kitab Shufi baik yang lama maupun yang baru, maka kita akan melihat dengan jelas per-bedaan yang jauh antara Shufi dengan ajaran al-Qur-an dan as-Sunnah. Begitu juga kita tidak pernah melihat adanya bibit-bibit Shufi di dalam perjalanan hidup Nabi Shallallahu 'alaihi wa sllam dan para Shahabat beliau Radhiyallahu 'anhum, yang mereka adalah (sebaik-baik) pilihan Allah Subhanahu wa Ta'ala dari para hamba-Nya (setelah para Nabi dan Rasul). Sebaliknya, kita bisa melihat bahwa ajaran tasawwuf diambil dari para pendeta Kristen, Brahmana, Hindu, Yahudi, serta kezuhudan Budha, konsep asy-Syu’ubi di Iran yang merupakan Majusi di periode awal kaum Shufi, Ghanusiyah Yunani, dan pemikiran Neo-Platonisme, yang dilaku-kan oleh orang-orang Shufi belakangan.”.[13]
Syaikh ‘Abdurrahman al-Wakil Rahimahullah berkata di dalam kitab-nya, Mashra’ut Tashawwuf: “Sesungguhnya Tashawwuf itu adalah tipuan (makar) paling hina dan tercela. Syaitan telah membuat hamba Allah tertipu atasnya dan memerangi Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya Tashawwuf adalah (sebagai) kedok Majusi agar ia terlihat sebagai seorang yang ahli ibadah, bahkan juga kedok semua musuh agama Islam ini. Bila diteliti lebih mendalam, akan ditemui bahwa di dalam ajaran Shufi terdapat ajaran Brahmanisme, Budhisme, Zaratuisme, Platoisme, Yahudisme, Nashranisme dan Paganisme.” .[14]
4. Ilahiyyat (Teologi)
Ini adalah nama yang dipakai oleh Mutakallimin, para filosof, para orientalis dan para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan yang salah sehingga nama ini tidak boleh dipakai, karena yang mereka maksud adalah filsafatnya kaum filosof dan penjelasan-penjelasan kaum Mutakallimin tentang Allah Subhanahu wa Ta'ala menurut persepsi mereka.
5. Kekuatan di Balik Alam Metafisika
Sebutan ini dipakai oleh para filosof dan para penulis Barat serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena hanya berdasar pada pemikiran manusia semata dan bertentangan dengan al-Qur-an dan as-Sunnah.
Banyak orang yang menamakan apa yang mereka yakini dan prinsip-prinsip atau pemikiran yang mereka anut sebagai keyakinan sekalipun hal itu palsu (bathil) atau tidak mempunyai dasar (dalil) ‘aqli maupun naqli.
Sesungguhnya ‘aqidah yang mempunyai penger-tian yang benar yaitu ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang ber-sumber dari al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih serta Ijma’ Salafush Shalih.
Kenapa Ahlus Sunnah wal Jama’ah ?
Karena mereka selalu mengikuti sunnah dan selalu ingin tetap bersatu di dalam memegang ajaran Islam
“Dan bepegang teguhlah kepada tali agama Allah dan jangan bercerai berai” ( QS. Ali Imran: 103)
Aqidah ini disebut dengan Aqidah Ahlus Sunnah karena para penganutnya selalu berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah SAW, dan disebut dengan Aqidah Ahlul Jamaah karena aqidah ini merupakan aqidah penganut Islam yang berkumpul dalam kebenaran dan tidak berpecah-pecah dalam dien. Mereka senantiasa mengikuti manhaj imam-imam yang haq dan tidak keluar darinya dalam setiap urusan-urusan aqidah. Mereka adalah Ahlul Atsar, Ahlul Hadits, At Thaifah Al Manshurah dan Al Firqah An Najiyyah.
Ibnu Taimiyyah menyebutkan: “Inilah aqidah golongan yang selamat lagi tertolong hingga hari kiamat- Ahlus Sunnah wal Jamaah-, yaitu : beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari berbangkit setelah mati, dan beriman kepada taqdir Allah yang baik maupun yang buruk.[15]
Ahlus Sunnah wal Jamaah menyepakati prinsip-prinsip penting (Al Ushul) yang kemudian menjadi ciri dan inti aqidah mereka. Yaitu:[16]
1. Di dalam masalah Asma’ dan Sifat : menetapkan apa yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya serta menfikan apa yang dinafikan Allah dan Rasul-Nya, tanpa menta’wilkan, atau memitsalkan atau menyerupakan atau menyelewengkan atau menghapuskan.
2. Pengertian Iman :
- mencakup perkataan dan perbuatan
- bisa bertambah dan berkurang
3. Macam-macam Tauhid :
- Uluhiyah
- Rububiyah
- Asma’ dan Sifat
4. Beriman kepada rukun iman yang enam ( Allah, Malaikat, Para Nabi, Kitab-kitab Suci, Hari Akhir serta Qadha’ dan Qadar )
5. Menyakini bahwa Al Qur’an adalah kalamullah dan bukan makhluq
6. Menyakini Ru’yah yaitu bahwa orang-orang beriman akan melihat Allah swt di akherat nanti.
7. Menyakini adanya Syafa’at
8. Menyakini adanya Isra’ dan Mi’raj
9. Mencintai nabi Muhammad saw dan keluarganya ( Ahlul Bait )
10. Selalu menginginkan untuk berjama’ah dan menjauhi perpecahan
11. Mendengar dan Taat kepada pemimpin yang memerintahkan kebaikan (Al Qur’an dan Sunah )
12. Wajib memberikan nasehat karena Allah swt
13. Menyakini adanya jihad bersama pemimpin kaum muslimin
14. Kewajiban amar ma’ruf dan nahi mungkar
NAMA-NAMA LAIN AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
1. Ahlul Hadits
Hadits adalah ucapan Rasulullah SAW . Ahlul Hadits adalah orang-orang yang dinisbatkan kepada orang yang menjadikan hadits Rasulullah SAW sebagai salah satu sumber penerimaan Aqidah Islam yang benar. Dalam hal ini sama saja apakah mereka itu Ulama Hadits atau Ulama Fikih atau Ulama Ushul Fikih atau orang-orang yang zuhud atau lainnya.
Penamaan mereka sebagai Ahlul Hadits dimaksudkan untuk membedakannya dengan Ahlul Kalam yang menganggap bahwa kalam mereka harus didahulukan atas hadits Rasulullah SAW dalam bidang aqidah. Alasannya hadits itu hanya memberikan indikasi yang bersifat hipotesis (zhanni)’ sedang akal mereka memberi indikasi yang bersifat yakini (mutlak), dan yang dituntut dalam masalah aqidah adalah yang bersifat yakini (mutlak). Dengan demikian hadits-hadits Rasulullah SAW dalam bidang aqidah sama sekali tidak berguna.
Ahlul Hadits semakna dengan Ahlus Sunnah, artinya mereka ini kelompok umat Islam yang paling berpegang teguh kepada Sunnah Rasulullah dan Jama’ah. Karenanya Imam Ahmad mengatakan : "Kalau mereka (Jama’ah) itu bukan Ahlul Hadits, saya tidak tahu lagi siapa mereka itu." Imam Abu Ismail Ash Shabuni dalam kitab beliau yang berjudul Aqidatus Salaf Ash-habul Hadits, menyatakan: "…Mereka itu mengikuti Nabi SAW dan para sahabat beliau yang mereka itu laksana bintang. Mereka mengikuti salafus shalih dari kalangan imam-imam dalam dien ini dan ulama kaum muslimin dan berpegang teguh dengan apa yang para ulama berpegang teguh padanya, yaitu dien yang kuat dan kebenaran yang nyata dan membenci ahlul bid’ah yang membuat bid’ah dalam dien, tidak mencintai mereka dan tidak pula bersahabat dengan mereka."[17]
2. Ahlul Atsar
Secara bahasa
Kata Atsar maknanya bekas, sisi, atau pengaruh.
Secara Syar’i
Ada dua pendapat dalam hal ini :
Mayoritas ulama mengatakan bahwa hadits, sunnah, dan atsar itu makannya sama. Ulama Khurasan menyebutkan bahwa atsar khusus untuk perkataan dan perbuatan sahabat dan tabi’in. Sedang untuk Nabi, mereka menyebutnya dengan hadits atau sunnah.
Namun demikian pendapat mayoritas ulama lebih kuat, dikatakan: ‘Atsartu hadiitsan’, artinya: aku meriwayatkan sebuah hadits[18]. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Al Iraqi dan Ibu Hajar.
Maka dalam hal ini, Ahlus Sunnah sering juga disebut dengan Ahul Atsar. Ahlus Sunnah disebut dengan Ahlul Atsar karena mereka mengikuti atsar-atsar yang diriwayatkan dari Rasulullah dan para sahabat.
3. Salaf
Secara Bahasa
Ibnu mandur berkata : “Salaf merupakan jamak dari kata salif. Salif artinya orang yang terdahulu sesuai urutan waktu (pendahulu, nenek moyang). Salaf artinya jama’ah (kelompok pendahulu). Salaf juga bermakna para pendahulu dari bapak-bapakmu dan kerabatmu yang secara umur dan kemuliaannya lebih tinggi darimu.
Secara Syar’i
Para ulama menyatakan bahwa makna salaf tidak jauh dari makna sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dari kalangan para ulama, dan imam terpercaya yang telah diakui keilmuan dan ittiba’nya terhadap Al Qur’an dan As Sunnah. Yaitu para ulama yang tidak terkena tuduhan bid’ah baik bid’ah mufassiqah ataupun mukaffirah.[19]
Abdul Hadi Al Mishri berkata : « Salaf berarti istilah yang dipakai untuk para imam terdahulu dari tiga generasi pertama yang diberkahi dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in yang disebutkan dalam hadits Rasulullah : « Sebaik-baik generasi adalah… » Setiap orang yang beriltizam dengan aqidah, fikih, dan ushul (pokok-pokok pegangan) para ulama tadi maka ia dinisbahkan kepada salaf juga, sekalipun antara ia dengan mereka ada perbedaan ruang dan waktu. Sebaliknya setiap yang menyelisihi mereka tidak disebut sebagai salaf sekalipun ia hidup di tengah-tengah mereka dan dikumpulkan oleh ruang dan waktu yang sama. »
4. Firqah Najiyah (Golongan Yang Selamat)
Selain Ahlus Sunnah, Ahlul Hadits, Ahlul Atsar, dan salaf; Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga sering disebut dengan Firqah Najiyah, didasarkan pada hadits-hadits yang menerangkan akan pecahnya umat Islam menjadi 73 golongan, di mana 72 golongan akan tersesat dan yang selamat (najiyah) hanya satu saja yaitu ‘ma ana ‘alaihi wa ash-habi’ (apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya – jama’ah dengan artian ilmu (mengikuti kebenaran), Ahlus Sunnah – dan dalam lafal lain disebutkan ‘Jama’ah’[20]
5. Thaifah Manshurah (Kelompok Yang Menang, Ditolong Allah)
Nama lain dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang disebutkan dalam hadits-hadits Rasulullah adalah Thaifah Manshurah. Banyak hadits-hadits yang menyebutkan hal ini.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah yang diriwayatkan oleh sahabat Mughirah dari Nabi bahwa beliau bersabda : “Akan senantiasa ada manusia dari umatku yang menang (berada di atas kebenaran – pent) sampai datang kepada mereka urusan (keputusan) Allah sedang mereka dalam keadaan dhahirin (menang).” [21]
Golongan yang mendapat pertolongan sebagaimana yang disebut dalam hadits-hadits Rasulullah SAW adalah golongan pejuang dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang memang layak untuk memperoleh pertolongan Allah, baik secara moral maupun material. Pertolongan Allah itu misalnya: ilmu yang shahih, perilaku yang lurus terhadap sunnah-sunnah Allah di alam semesta, serta melaksanakan hal-hal yang dijadikan Allah sebagai wasilah untuk mencapai hasil yang diharapkan. Jika tidak, atau jika hanya sekedar iman dan mengikuti aqidah Ahlus Sunnah tanpa menjalankan hal-hal yang bisa mendatangkan kemenangan serta tanpa menjalankan sunnah-sunnah Allah di alam semesta – dengan tidak melebihkan seseorang atas selainnya – maka Allah tidak akan menjamin pertolongan, kemenangan, dan kekuasaan di muka bumi, sebagaimana telah dijanjikan-Nya buat hamba-hamba-Nya yang shaleh dan ikhlash.
Maka jelaslah bahwa golongan yang mendapat pertolongan itu adalah golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Golongan ini selalu melaksanakan fikih yang shahih yang mengacu pada Salaf dan para Imam. Golongan ini senantiasa menjalankan hal-hal yang bisa mendatangkan kemenangan sehingga sudah selayaknya Allah memberi mereka pertolongan. Mereka juga sama sekali tidak mempedulikan orang-orang yang menentang, meremehkan, atau merendahkan mereka.
SEJARAH TAUHID
1. Manusia dalam sulbi Adam sudah bersaksi tentang ke-Esaan Allah.
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)", Atau agar kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang tua kami Telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami Ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami Karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu[22]?" (Qs. Al-A’raf: 172-173)
2. Manusia pada asalnya dalam keadaan fitrah
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[23]”( Qs. Ar-Ruum: 30 )
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi”
3. Manusia pertama kali syirik pada zaman Nabi Nuh as, mereka menyembah patung-patung. Lalu datanglah Amr bin Lahyi Al-Khuza’i dan mengubah agama Ibrahim serta membawa patung-patung itu ke tanah Arab dab ke tanah Hijaz secara khusus, sehingga patung-patung itu pun di sembah selain Allah.
TAUHID ADALAH AQIDAH PARA NABI
1. Firman Allah swt
“Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (QS. Al Anbiya ‘ : 25)
2. Firman Allah swt
“Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[24] itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang Telah pasti kesesatan baginya[826]. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (Qs An Nahl: 36 )
3. Firman Allah swt
“Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat). (QS. Al-A’raf: 59)
”Dan (Kami Telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?" (QS. Al-A’raf: 65)
“Dan (Kami Telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka shaleh. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya Telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhammu. unta betina Allah Ini menjadi tanda bagimu, Maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih." (QS. Al-A’raf: 73)
“Dan (Kami Telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan[25] saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya Telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman". (QS. Al-A’raf: 85)
4. Aqidah Tauhid adalah intisari dakwahnya nabi Muhammad saw :
- banyak ayat-ayat Al Qur’an bicara masalah tauhid
- Rosulullah selama 13 tahun membina tauhid di Mekkah
HUKUM-HUKUM YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAUM MUSLIMIN
1. Mengakui ke islaman setiap orang yang telah mengucapkan syahadat
2. Tidak boleh mengkafirkan orang Islam hanya karena dosa yang dilakukannya
3. Tidak memastikan bahwa seseorang akan masuk syurga atau neraka kecuali dengan persaksian Allah dan Rasul-Nya
4. Orang yang melakukan dosa besar adalah orang yang bermaksiat kepada Allah dan termasuk orang yang fasik
5. Sholat dibelakang para pemimpin muslimin, baik yang sholeh maupun yang fasik
6. Mencintai dan membenci karena Allah swt
7. Menyakini adanya karamah wali Allah
Daftar Pustaka
1. Lisaanul ‘Arab karya Ibnu Manzhur
2. Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah karya Dr. Nashir bin ‘Abdil Kariem al-‘Aqil
3. ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd
4. Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah karya Dr. Nashir bin ‘Abdil Kariem al-‘Aqil
5. Syarh Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah karya Imam al-Laalika-iy
6. Al-I’tiqaad oleh Imam al-Baihaqy
7. Ushuuluddin karya al-Baghdadi
8. Asy-Syarh wal Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Ibnu Baththah al-Ukbari
9. Al-Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Imam Abul Hasan
10. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas
11. Haqiiqatut Tashawwuf karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al Fauzan
[1] Lisaanul ‘Arab (IX/311:) karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) Rahimahullah dan Mu’jamul Wasiith (II/614:)
[2] Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ dan Shifat Allah.
[3] Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin ‘Abdil Kariem al-‘Aqil, cet. II, Daarul ‘Ashimah-1419 H, ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah oleh Dr. Nashir bin ‘Abdil Kariem al-‘Aqil.
[4] Seperti ‘Aqiidatus Salaf Ash-haabil Hadiits karya ash-Shabuni (wafat th. 449 H), Syarh Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 5-6) oleh Imam al-Laalika-iy (wafat th. 418 H) dan al-I’tiqaad oleh Imam al-Baihaqy (wafat th. 458 H). Rahimahullah
[5] Seperti Kitabut Tauhid di dalam Shahih al-Bukhari karya Imam al-Bukhari (wafat th. 256 H), Kitabut Tauhid wa Itsbaat Shifaatir Rabb karya Ibnu Khuzaimah (wafat th. 311 H), Kitab I’tiqaad at-Tauhid oleh Abu ‘Abdillah Muhammad bin Khafif (wafat th. 371 H), Kitabut Tauhid oleh Ibnu Mandah (wafat th. 359 H) dan Kitabut Tauhid oleh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab (wafat th. 1206 H). Rahimahullah
[6] Seperti kitab as-Sunnah karya Imam Ahmad bin Hanbal (wafat th. 241 H), as-Sunnah karya ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (wafat th. 290 H), as-Sunnah karya al-Khallal (wafat th. 311 H) dan Syarhus Sunnah karya Imam al-Barbahary Rahimahullah
[7] Seperti kitab Ushuuluddin karya al-Baghdadi (wafat th. 429 H), asy-Syarh wal Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Ibnu Baththah al-Ukbari (wafat th. 378 H) dan al-Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Imam Abul Hasan al-
[8] Seperti kitab asy-Syari’ah oleh al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah an-Naajiyah karya Ibnu Baththah.
[9] Seperti kitab asy-Syari’ah oleh al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah an-Naajiyah karya Ibnu Baththah.
[10] Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M
[11] Seperti Syarhul Maqaashid fii ‘Ilmil Kalam karya at-Taftazani (wafat th. 791 H).
[12] Ash-Shufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan (hal. 17), dikutip dari Haqiiqatut Tashawwuf karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al Fauzan (hal. 18-19).
[13] Hal. 50, cet. I, Idaarah Turjuman as-Sunnah, Lahore-Pakistan, 1406 H.
[14] Hal. 10, cet. Riyaasah Idaarah al-Buhuuts al-‘Ilmiyyah wal Iftaa’, th. 1414 H.
[15] Majmu’ Fatawa, hal: III/129
[16] Di ringkas dari: Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah Ma’alim Al Inthilaqatil Kubra, Abdul Hadi Al Mishri
[17] Ahlus Sunnah Wal Jamaah Ma’alim Al Inthilaqatil kubra, hal: 54
[18] Tadribur Rawi jilid VI/109
[19] Al Madkhal Lidirasatil Aqidah Al Islamiyyah, hal: 14
[20] Ma’alim Al Inthilaqatil Kubra, hal : 58-62
[21] Bukhari IV/187, VIII/149 dengan lafal 'Kelompok di atas kebenaran', VIII/189, Muslim 171, Darimi 437, Ahmad IV/244,252,348 dengan lafal 'Berperang di atas jalan kebenaran...',Ath Thabrani dalam Mu'jam Al Kabir no. 959,960, 961,962 dengan lafal 'Sampai datang kiamat kepada mereka..'
[22] Maksudnya: agar orang-orang musyrik itu jangan mengatakan bahwa bapak-bapak mereka dahulu Telah mempersekutukan Tuhan, sedang mereka tidak tahu menahu bahwa mempersekutukan Tuhan itu salah, tak ada lagi jalan bagi mereka, hanyalah meniru orang-orang tua mereka yang mempersekutukan Tuhan itu. Karena itu mereka menganggap bahwa mereka tidak patut disiksa Karena kesalahan orang-orang tua mereka itu.
[23] fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
[24] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah swt
[25] Mad-yan adalah nama putera nabi Ibrahim a.s. Kemudian menjadi nama kabilah yang terdiri dari anak cucu Mad-yan itu. Kbilah Ini diam di suatu tempat yang juga dinamai Mad-yan yang terletak di pantai laut merah di tenggara gunung Sinai.
DEFINISI ‘AQIDAH
‘Aqidah menurut bahasa berasal dari kata al-‘Aqdu yang berarti ikatan, at-Tautsiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-Ihkamu artinya mengokohkan/ menetapkan, dan ar-rabthu biquwwah yang berarti mengikat dengan kuat.[1]
Sedangkan menurut istilah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.
Jadi, ‘Aqidah Islamiyah adalah: Keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid.[2] dan ta’at kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Kitab-Kitab-Nya, hari akhir, taqdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang sudah shahih tentang Prinsip-Prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (kon-sensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut al-Qur-an dan as-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.[3]
OBJEK KAJIAN ILMU ‘AQIDAH
‘Aqidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu -sesuai konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah- meliputi topik-topik: Tauhid, Iman, Islam, masalah ghaibiyat (hal-hal ghaib), kenabian, taqdir, berita-berita (tentang hal-hal yang telah lalu dan yang akan datang), dasar-dasar hukum yang qath’i (pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap Ahlul Ahwa’ wal Bida’, semua aliran dan sekte yang menyempal lagi menyesat-kan serta sikap terhadap mereka.
Disiplin ilmu ‘Aqidah ini mempunyai nama lain yang sepadan dengannya, dan nama-nama tersebut berbeda antara Ahlus Sunnah dengan firqah-firqah (golongan-golongan) lainnya. Di antara nama-namanya menurut ulama Ahlus Sunnah adalah:
1. Iman
Iman adalah keyakinan dalam hati yang diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan. Sedangkan Iman sebagaimana dalam hadits jibril adalah iman kepada Allah, MalaikatNya, Kitab-kitabNya, para RasulNya, hari akhir dan iman kepada qodar yanga baik dan buruk.
2. ‘Aqidah (I’tiqad dan ‘Aqa-id)
Para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut istilah ‘Aqidah Salaf, ‘Aqidah Ahlul Atsar di dalam kitab-kitab mereka.[4]
3. Tauhid
Karena pembahasannya berkisar seputar Tauhid atau peng-esaan kepada Allah di dalam Uluhiyyah, Rububiyyah dan Asma’ wa Shifat. Jadi, Tauhid merupakan kajian ilmu ‘aqidah yang paling mulia dan merupakan tujuan utamanya. Maka, dari itulah ilmu ini disebut ilmu Tauhid secara umum menurut Ulama Salaf .[5]
4. As-Sunnah
As-Sunnah artinya jalan. ‘Aqidah Salaf disebut as-Sunnah karena para penganutnya mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah j dan para Shahabat g di dalam masalah ‘aqidah. Dan istilah ini merupakan istilah masyhur (populer) pada tiga ge-nerasi pertama.[6]
5. Ushuluddin dan Ushuluddiyanah
Ushul artinya rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan masalah-masalah yang qath’i serta hal-hal yang telah menjadi ke-sepakatan para ulama.[7]
6. Al-Fiqh al-Akbar
Ini adalah nama lain Ushuluddin dan kebalikan dari al-Fiqh al-Ashghar, yaitu kumpulan hukum-hukum ijtihadi.[8]
7. Asy-Syari’ah
Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya berupa jalan-jalan petunjuk, terutama dan yang paling pokok adalah Ushuluddin (masalah-masalah ‘aqidah).[9]
Itulah beberapa nama lain dari Ilmu ‘Aqidah yang paling terkenal, dan adakalanya kelompok selain Ahlus Sunnah menama-kan ‘aqidah mereka dengan nama-nama yang dipakai oleh Ahlus Sunnah, seperti sebagian aliran Asyaa’irah (Asy’ariyah), terutama para ahli hadits dari kalangan mereka.[10]
Ada beberapa istilah lain yang dipakai oleh firqah/sekte selain Ahlus Sunnah sebagai nama dari ilmu ‘Aqidah, dan yang paling terkenal di antaranya adalah:
1. Ilmu Kalam
Penamaan ini dikenal di seluruh kalangan aliran teologis mutakallimin, seperti aliran Mu’tazilah, Asyaa’irah.[11] dan kelompok yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena ilmu Kalam itu sendiri merupakan suatu hal yang baru lagi diada-adakan dan mempunyai prinsip taqawwul (mengatakan sesuatu) atas Nama Allah dengan tidak dilandasi ilmu.
Dan larangan tidak bolehnya nama tersebut dipakai juga ka-rena bertentangan dengan metodologi ulama Salaf di dalam mene-tapkan masalah-masalah ‘aqidah.
2. Filsafat
Istilah ini dipakai oleh para filosof dan orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena dasar filsafat itu adalah khayalan, rasionalitas, fiktif dan pandangan-pandangan khurafat tentang hal-hal yang ghaib.
3. Tashawwuf
Istilah ini dipakai oleh sebagian kaum Shufi, filosof, orientalis serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena merupakan pena-maan yang baru lagi diada-adakan. Di dalamnya terkandung igauan kaum Shufi, klaim-klaim dan pengakuan-pengakuan khurafat mereka dijadikan sebagai rujukan di dalam ‘aqidah.
Kata Tashawwuf dan Shufi tidak dikenal pada awal Islam. Ia terkenal (ada) setelah itu atau masuk ke dalam Islam dari ajaran agama dan keyakinan selain Islam.
Dr. Shabir Tha’imah memberi komentar dalam kitabnya, ash-Shuufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan: “Jelas bahwa Tashawwuf me-miliki pengaruh dari kehidupan para pendeta Nashrani, mereka suka memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di biara-biara, dan ini banyak sekali. Islam memutuskan kebiasaan ini ketika ia membebaskan setiap negeri dengan tauhid. Islam memberikan pe-ngaruh yang baik terhadap kehidupan dan memperbaiki tata cara ibadah yang salah dari orang-orang sebelum Islam.”.[12]
Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir (wafat th. 1407 H) Rahimahullah berkata di dalam bukunya at-Tashawwuf al-Mansya’ wal Mashaadir: “Apabila kita memperhatikan dengan teliti tentang ajaran Shufi yang per-tama dan terakhir (belakangan) serta pendapat-pendapat yang di-nukil dan diakui oleh mereka di dalam kitab-kitab Shufi baik yang lama maupun yang baru, maka kita akan melihat dengan jelas per-bedaan yang jauh antara Shufi dengan ajaran al-Qur-an dan as-Sunnah. Begitu juga kita tidak pernah melihat adanya bibit-bibit Shufi di dalam perjalanan hidup Nabi Shallallahu 'alaihi wa sllam dan para Shahabat beliau Radhiyallahu 'anhum, yang mereka adalah (sebaik-baik) pilihan Allah Subhanahu wa Ta'ala dari para hamba-Nya (setelah para Nabi dan Rasul). Sebaliknya, kita bisa melihat bahwa ajaran tasawwuf diambil dari para pendeta Kristen, Brahmana, Hindu, Yahudi, serta kezuhudan Budha, konsep asy-Syu’ubi di Iran yang merupakan Majusi di periode awal kaum Shufi, Ghanusiyah Yunani, dan pemikiran Neo-Platonisme, yang dilaku-kan oleh orang-orang Shufi belakangan.”.[13]
Syaikh ‘Abdurrahman al-Wakil Rahimahullah berkata di dalam kitab-nya, Mashra’ut Tashawwuf: “Sesungguhnya Tashawwuf itu adalah tipuan (makar) paling hina dan tercela. Syaitan telah membuat hamba Allah tertipu atasnya dan memerangi Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya Tashawwuf adalah (sebagai) kedok Majusi agar ia terlihat sebagai seorang yang ahli ibadah, bahkan juga kedok semua musuh agama Islam ini. Bila diteliti lebih mendalam, akan ditemui bahwa di dalam ajaran Shufi terdapat ajaran Brahmanisme, Budhisme, Zaratuisme, Platoisme, Yahudisme, Nashranisme dan Paganisme.” .[14]
4. Ilahiyyat (Teologi)
Ini adalah nama yang dipakai oleh Mutakallimin, para filosof, para orientalis dan para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan yang salah sehingga nama ini tidak boleh dipakai, karena yang mereka maksud adalah filsafatnya kaum filosof dan penjelasan-penjelasan kaum Mutakallimin tentang Allah Subhanahu wa Ta'ala menurut persepsi mereka.
5. Kekuatan di Balik Alam Metafisika
Sebutan ini dipakai oleh para filosof dan para penulis Barat serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena hanya berdasar pada pemikiran manusia semata dan bertentangan dengan al-Qur-an dan as-Sunnah.
Banyak orang yang menamakan apa yang mereka yakini dan prinsip-prinsip atau pemikiran yang mereka anut sebagai keyakinan sekalipun hal itu palsu (bathil) atau tidak mempunyai dasar (dalil) ‘aqli maupun naqli.
Sesungguhnya ‘aqidah yang mempunyai penger-tian yang benar yaitu ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang ber-sumber dari al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih serta Ijma’ Salafush Shalih.
Kenapa Ahlus Sunnah wal Jama’ah ?
Karena mereka selalu mengikuti sunnah dan selalu ingin tetap bersatu di dalam memegang ajaran Islam
واعتصموا بحبل الله جميعا و لا تفرقوا
“Dan bepegang teguhlah kepada tali agama Allah dan jangan bercerai berai” ( QS. Ali Imran: 103)
Aqidah ini disebut dengan Aqidah Ahlus Sunnah karena para penganutnya selalu berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah SAW, dan disebut dengan Aqidah Ahlul Jamaah karena aqidah ini merupakan aqidah penganut Islam yang berkumpul dalam kebenaran dan tidak berpecah-pecah dalam dien. Mereka senantiasa mengikuti manhaj imam-imam yang haq dan tidak keluar darinya dalam setiap urusan-urusan aqidah. Mereka adalah Ahlul Atsar, Ahlul Hadits, At Thaifah Al Manshurah dan Al Firqah An Najiyyah.
Ibnu Taimiyyah menyebutkan: “Inilah aqidah golongan yang selamat lagi tertolong hingga hari kiamat- Ahlus Sunnah wal Jamaah-, yaitu : beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari berbangkit setelah mati, dan beriman kepada taqdir Allah yang baik maupun yang buruk.[15]
Ahlus Sunnah wal Jamaah menyepakati prinsip-prinsip penting (Al Ushul) yang kemudian menjadi ciri dan inti aqidah mereka. Yaitu:[16]
1. Di dalam masalah Asma’ dan Sifat : menetapkan apa yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya serta menfikan apa yang dinafikan Allah dan Rasul-Nya, tanpa menta’wilkan, atau memitsalkan atau menyerupakan atau menyelewengkan atau menghapuskan.
- ليس كمثله شيء وهو السميع البصير ) الشورى : 11(
2. Pengertian Iman :
- mencakup perkataan dan perbuatan
- bisa bertambah dan berkurang
3. Macam-macam Tauhid :
- Uluhiyah
- Rububiyah
- Asma’ dan Sifat
4. Beriman kepada rukun iman yang enam ( Allah, Malaikat, Para Nabi, Kitab-kitab Suci, Hari Akhir serta Qadha’ dan Qadar )
5. Menyakini bahwa Al Qur’an adalah kalamullah dan bukan makhluq
6. Menyakini Ru’yah yaitu bahwa orang-orang beriman akan melihat Allah swt di akherat nanti.
7. Menyakini adanya Syafa’at
8. Menyakini adanya Isra’ dan Mi’raj
9. Mencintai nabi Muhammad saw dan keluarganya ( Ahlul Bait )
10. Selalu menginginkan untuk berjama’ah dan menjauhi perpecahan
11. Mendengar dan Taat kepada pemimpin yang memerintahkan kebaikan (Al Qur’an dan Sunah )
12. Wajib memberikan nasehat karena Allah swt
13. Menyakini adanya jihad bersama pemimpin kaum muslimin
14. Kewajiban amar ma’ruf dan nahi mungkar
NAMA-NAMA LAIN AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
1. Ahlul Hadits
Hadits adalah ucapan Rasulullah SAW . Ahlul Hadits adalah orang-orang yang dinisbatkan kepada orang yang menjadikan hadits Rasulullah SAW sebagai salah satu sumber penerimaan Aqidah Islam yang benar. Dalam hal ini sama saja apakah mereka itu Ulama Hadits atau Ulama Fikih atau Ulama Ushul Fikih atau orang-orang yang zuhud atau lainnya.
Penamaan mereka sebagai Ahlul Hadits dimaksudkan untuk membedakannya dengan Ahlul Kalam yang menganggap bahwa kalam mereka harus didahulukan atas hadits Rasulullah SAW dalam bidang aqidah. Alasannya hadits itu hanya memberikan indikasi yang bersifat hipotesis (zhanni)’ sedang akal mereka memberi indikasi yang bersifat yakini (mutlak), dan yang dituntut dalam masalah aqidah adalah yang bersifat yakini (mutlak). Dengan demikian hadits-hadits Rasulullah SAW dalam bidang aqidah sama sekali tidak berguna.
Ahlul Hadits semakna dengan Ahlus Sunnah, artinya mereka ini kelompok umat Islam yang paling berpegang teguh kepada Sunnah Rasulullah dan Jama’ah. Karenanya Imam Ahmad mengatakan : "Kalau mereka (Jama’ah) itu bukan Ahlul Hadits, saya tidak tahu lagi siapa mereka itu." Imam Abu Ismail Ash Shabuni dalam kitab beliau yang berjudul Aqidatus Salaf Ash-habul Hadits, menyatakan: "…Mereka itu mengikuti Nabi SAW dan para sahabat beliau yang mereka itu laksana bintang. Mereka mengikuti salafus shalih dari kalangan imam-imam dalam dien ini dan ulama kaum muslimin dan berpegang teguh dengan apa yang para ulama berpegang teguh padanya, yaitu dien yang kuat dan kebenaran yang nyata dan membenci ahlul bid’ah yang membuat bid’ah dalam dien, tidak mencintai mereka dan tidak pula bersahabat dengan mereka."[17]
2. Ahlul Atsar
Secara bahasa
Kata Atsar maknanya bekas, sisi, atau pengaruh.
Secara Syar’i
Ada dua pendapat dalam hal ini :
Mayoritas ulama mengatakan bahwa hadits, sunnah, dan atsar itu makannya sama. Ulama Khurasan menyebutkan bahwa atsar khusus untuk perkataan dan perbuatan sahabat dan tabi’in. Sedang untuk Nabi, mereka menyebutnya dengan hadits atau sunnah.
Namun demikian pendapat mayoritas ulama lebih kuat, dikatakan: ‘Atsartu hadiitsan’, artinya: aku meriwayatkan sebuah hadits[18]. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Al Iraqi dan Ibu Hajar.
Maka dalam hal ini, Ahlus Sunnah sering juga disebut dengan Ahul Atsar. Ahlus Sunnah disebut dengan Ahlul Atsar karena mereka mengikuti atsar-atsar yang diriwayatkan dari Rasulullah dan para sahabat.
3. Salaf
Secara Bahasa
Ibnu mandur berkata : “Salaf merupakan jamak dari kata salif. Salif artinya orang yang terdahulu sesuai urutan waktu (pendahulu, nenek moyang). Salaf artinya jama’ah (kelompok pendahulu). Salaf juga bermakna para pendahulu dari bapak-bapakmu dan kerabatmu yang secara umur dan kemuliaannya lebih tinggi darimu.
Secara Syar’i
Para ulama menyatakan bahwa makna salaf tidak jauh dari makna sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dari kalangan para ulama, dan imam terpercaya yang telah diakui keilmuan dan ittiba’nya terhadap Al Qur’an dan As Sunnah. Yaitu para ulama yang tidak terkena tuduhan bid’ah baik bid’ah mufassiqah ataupun mukaffirah.[19]
Abdul Hadi Al Mishri berkata : « Salaf berarti istilah yang dipakai untuk para imam terdahulu dari tiga generasi pertama yang diberkahi dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in yang disebutkan dalam hadits Rasulullah : « Sebaik-baik generasi adalah… » Setiap orang yang beriltizam dengan aqidah, fikih, dan ushul (pokok-pokok pegangan) para ulama tadi maka ia dinisbahkan kepada salaf juga, sekalipun antara ia dengan mereka ada perbedaan ruang dan waktu. Sebaliknya setiap yang menyelisihi mereka tidak disebut sebagai salaf sekalipun ia hidup di tengah-tengah mereka dan dikumpulkan oleh ruang dan waktu yang sama. »
4. Firqah Najiyah (Golongan Yang Selamat)
Selain Ahlus Sunnah, Ahlul Hadits, Ahlul Atsar, dan salaf; Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga sering disebut dengan Firqah Najiyah, didasarkan pada hadits-hadits yang menerangkan akan pecahnya umat Islam menjadi 73 golongan, di mana 72 golongan akan tersesat dan yang selamat (najiyah) hanya satu saja yaitu ‘ma ana ‘alaihi wa ash-habi’ (apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya – jama’ah dengan artian ilmu (mengikuti kebenaran), Ahlus Sunnah – dan dalam lafal lain disebutkan ‘Jama’ah’[20]
5. Thaifah Manshurah (Kelompok Yang Menang, Ditolong Allah)
Nama lain dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang disebutkan dalam hadits-hadits Rasulullah adalah Thaifah Manshurah. Banyak hadits-hadits yang menyebutkan hal ini.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah yang diriwayatkan oleh sahabat Mughirah dari Nabi bahwa beliau bersabda : “Akan senantiasa ada manusia dari umatku yang menang (berada di atas kebenaran – pent) sampai datang kepada mereka urusan (keputusan) Allah sedang mereka dalam keadaan dhahirin (menang).” [21]
Golongan yang mendapat pertolongan sebagaimana yang disebut dalam hadits-hadits Rasulullah SAW adalah golongan pejuang dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang memang layak untuk memperoleh pertolongan Allah, baik secara moral maupun material. Pertolongan Allah itu misalnya: ilmu yang shahih, perilaku yang lurus terhadap sunnah-sunnah Allah di alam semesta, serta melaksanakan hal-hal yang dijadikan Allah sebagai wasilah untuk mencapai hasil yang diharapkan. Jika tidak, atau jika hanya sekedar iman dan mengikuti aqidah Ahlus Sunnah tanpa menjalankan hal-hal yang bisa mendatangkan kemenangan serta tanpa menjalankan sunnah-sunnah Allah di alam semesta – dengan tidak melebihkan seseorang atas selainnya – maka Allah tidak akan menjamin pertolongan, kemenangan, dan kekuasaan di muka bumi, sebagaimana telah dijanjikan-Nya buat hamba-hamba-Nya yang shaleh dan ikhlash.
Maka jelaslah bahwa golongan yang mendapat pertolongan itu adalah golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Golongan ini selalu melaksanakan fikih yang shahih yang mengacu pada Salaf dan para Imam. Golongan ini senantiasa menjalankan hal-hal yang bisa mendatangkan kemenangan sehingga sudah selayaknya Allah memberi mereka pertolongan. Mereka juga sama sekali tidak mempedulikan orang-orang yang menentang, meremehkan, atau merendahkan mereka.
SEJARAH TAUHID
1. Manusia dalam sulbi Adam sudah bersaksi tentang ke-Esaan Allah.
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)", Atau agar kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang tua kami Telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami Ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami Karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu[22]?" (Qs. Al-A’raf: 172-173)
2. Manusia pada asalnya dalam keadaan fitrah
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[23]”( Qs. Ar-Ruum: 30 )
كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه ( متفق عليه )
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi”
3. Manusia pertama kali syirik pada zaman Nabi Nuh as, mereka menyembah patung-patung. Lalu datanglah Amr bin Lahyi Al-Khuza’i dan mengubah agama Ibrahim serta membawa patung-patung itu ke tanah Arab dab ke tanah Hijaz secara khusus, sehingga patung-patung itu pun di sembah selain Allah.
TAUHID ADALAH AQIDAH PARA NABI
1. Firman Allah swt
“Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (QS. Al Anbiya ‘ : 25)
2. Firman Allah swt
“Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[24] itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang Telah pasti kesesatan baginya[826]. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (Qs An Nahl: 36 )
3. Firman Allah swt
“Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat). (QS. Al-A’raf: 59)
”Dan (Kami Telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?" (QS. Al-A’raf: 65)
“Dan (Kami Telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka shaleh. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya Telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhammu. unta betina Allah Ini menjadi tanda bagimu, Maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih." (QS. Al-A’raf: 73)
“Dan (Kami Telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan[25] saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya Telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman". (QS. Al-A’raf: 85)
4. Aqidah Tauhid adalah intisari dakwahnya nabi Muhammad saw :
- banyak ayat-ayat Al Qur’an bicara masalah tauhid
- Rosulullah selama 13 tahun membina tauhid di Mekkah
HUKUM-HUKUM YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAUM MUSLIMIN
1. Mengakui ke islaman setiap orang yang telah mengucapkan syahadat
2. Tidak boleh mengkafirkan orang Islam hanya karena dosa yang dilakukannya
3. Tidak memastikan bahwa seseorang akan masuk syurga atau neraka kecuali dengan persaksian Allah dan Rasul-Nya
4. Orang yang melakukan dosa besar adalah orang yang bermaksiat kepada Allah dan termasuk orang yang fasik
5. Sholat dibelakang para pemimpin muslimin, baik yang sholeh maupun yang fasik
6. Mencintai dan membenci karena Allah swt
7. Menyakini adanya karamah wali Allah
Daftar Pustaka
1. Lisaanul ‘Arab karya Ibnu Manzhur
2. Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah karya Dr. Nashir bin ‘Abdil Kariem al-‘Aqil
3. ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd
4. Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah karya Dr. Nashir bin ‘Abdil Kariem al-‘Aqil
5. Syarh Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah karya Imam al-Laalika-iy
6. Al-I’tiqaad oleh Imam al-Baihaqy
7. Ushuuluddin karya al-Baghdadi
8. Asy-Syarh wal Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Ibnu Baththah al-Ukbari
9. Al-Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Imam Abul Hasan
10. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas
11. Haqiiqatut Tashawwuf karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al Fauzan
[1] Lisaanul ‘Arab (IX/311:) karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) Rahimahullah dan Mu’jamul Wasiith (II/614:)
[2] Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ dan Shifat Allah.
[3] Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin ‘Abdil Kariem al-‘Aqil, cet. II, Daarul ‘Ashimah-1419 H, ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah oleh Dr. Nashir bin ‘Abdil Kariem al-‘Aqil.
[4] Seperti ‘Aqiidatus Salaf Ash-haabil Hadiits karya ash-Shabuni (wafat th. 449 H), Syarh Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 5-6) oleh Imam al-Laalika-iy (wafat th. 418 H) dan al-I’tiqaad oleh Imam al-Baihaqy (wafat th. 458 H). Rahimahullah
[5] Seperti Kitabut Tauhid di dalam Shahih al-Bukhari karya Imam al-Bukhari (wafat th. 256 H), Kitabut Tauhid wa Itsbaat Shifaatir Rabb karya Ibnu Khuzaimah (wafat th. 311 H), Kitab I’tiqaad at-Tauhid oleh Abu ‘Abdillah Muhammad bin Khafif (wafat th. 371 H), Kitabut Tauhid oleh Ibnu Mandah (wafat th. 359 H) dan Kitabut Tauhid oleh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab (wafat th. 1206 H). Rahimahullah
[6] Seperti kitab as-Sunnah karya Imam Ahmad bin Hanbal (wafat th. 241 H), as-Sunnah karya ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (wafat th. 290 H), as-Sunnah karya al-Khallal (wafat th. 311 H) dan Syarhus Sunnah karya Imam al-Barbahary Rahimahullah
[7] Seperti kitab Ushuuluddin karya al-Baghdadi (wafat th. 429 H), asy-Syarh wal Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Ibnu Baththah al-Ukbari (wafat th. 378 H) dan al-Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Imam Abul Hasan al-
[8] Seperti kitab asy-Syari’ah oleh al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah an-Naajiyah karya Ibnu Baththah.
[9] Seperti kitab asy-Syari’ah oleh al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah an-Naajiyah karya Ibnu Baththah.
[10] Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M
[11] Seperti Syarhul Maqaashid fii ‘Ilmil Kalam karya at-Taftazani (wafat th. 791 H).
[12] Ash-Shufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan (hal. 17), dikutip dari Haqiiqatut Tashawwuf karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al Fauzan (hal. 18-19).
[13] Hal. 50, cet. I, Idaarah Turjuman as-Sunnah, Lahore-Pakistan, 1406 H.
[14] Hal. 10, cet. Riyaasah Idaarah al-Buhuuts al-‘Ilmiyyah wal Iftaa’, th. 1414 H.
[15] Majmu’ Fatawa, hal: III/129
[16] Di ringkas dari: Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah Ma’alim Al Inthilaqatil Kubra, Abdul Hadi Al Mishri
[17] Ahlus Sunnah Wal Jamaah Ma’alim Al Inthilaqatil kubra, hal: 54
[18] Tadribur Rawi jilid VI/109
[19] Al Madkhal Lidirasatil Aqidah Al Islamiyyah, hal: 14
[20] Ma’alim Al Inthilaqatil Kubra, hal : 58-62
[21] Bukhari IV/187, VIII/149 dengan lafal 'Kelompok di atas kebenaran', VIII/189, Muslim 171, Darimi 437, Ahmad IV/244,252,348 dengan lafal 'Berperang di atas jalan kebenaran...',Ath Thabrani dalam Mu'jam Al Kabir no. 959,960, 961,962 dengan lafal 'Sampai datang kiamat kepada mereka..'
[22] Maksudnya: agar orang-orang musyrik itu jangan mengatakan bahwa bapak-bapak mereka dahulu Telah mempersekutukan Tuhan, sedang mereka tidak tahu menahu bahwa mempersekutukan Tuhan itu salah, tak ada lagi jalan bagi mereka, hanyalah meniru orang-orang tua mereka yang mempersekutukan Tuhan itu. Karena itu mereka menganggap bahwa mereka tidak patut disiksa Karena kesalahan orang-orang tua mereka itu.
[23] fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
[24] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah swt
[25] Mad-yan adalah nama putera nabi Ibrahim a.s. Kemudian menjadi nama kabilah yang terdiri dari anak cucu Mad-yan itu. Kbilah Ini diam di suatu tempat yang juga dinamai Mad-yan yang terletak di pantai laut merah di tenggara gunung Sinai.
Kata Mutiara
Sahabat adalah keperluan jiwa yang mesti dipenuhi.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau subur dengan penuh rasa terima kasih.
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu. Kerana kau menghampirinya
saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa memerlukan kedamaian.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau subur dengan penuh rasa terima kasih.
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu. Kerana kau menghampirinya
saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa memerlukan kedamaian.
Posting Komentar